35

7 4 0
                                    

Maya teguh pada pendiriannya, apalagi setelah melihat susunan tubuh Bardolf yang layaknya seperti mahluk campuran dari berbagai jenis. Kalau dia benar ciptaan Tuhan, bukankah seharusnya Dia bisa membuat tubuh yang murni baru?     

Ketika Maya sedang sibuk membaca, tiba-tiba terdengar suara ramai di luar laboratorium. Asisten yang berada di ruangan agak penasaran, ia meminta izin ke Maya untuk melihat situasi di luar.     

Maya mengizinkan tanpa berpaling pada asistennya, matanya fokus tertuju pada data di tablet. Sesekali ia melirik ke tubuh Bardolf yang diawetkan di sebuah tabung, mengecek kebenaran data yang ada di tablet.     

Hanya selang belasan menit, suara di luar lab semakin ramai. Kening di raut muka Maya mulai berkernyit, dia mulai terganggu dengan keramaian luar. Lagipula bukankah ini rumah sakit? Maya heran pada pihak rumah sakit yang tidak mengatasi keramaian itu.     

Tidak lama, pintu lab bergeser terbuka. Maya melirik orang yang masuk. Ketika melihat pria tua yang berjalan di depan berdampingan dengan dokter Gerald, ke dua mata Maya terbuka lebar. Namun hanya sekejap, matanya kembali seperti semula, agak sayu, namun hawa dingin terasa dari tatapan matanya.     

Endra yang baru saja masuk pun tertegun melihat sosok dokter perempuan tidak jauh di depannya. Di sekelilingnya terdapat banyak orang, dari dokter, perawat, pasien, pangawal, bahkan ibu juru masak di kantin pun ada di kerumunan. Maya tidak sanggup berucap apa pun melihat situasi di depan dirinya. Endra maju mendekati Maya, sebelum ia mau bicara, perempuan itu telah mendahuluinya.     

"Apa yang kau lakukan di sini? Ini rumah sakit, bagaimana bisanya kau membuat keramaian seperti ini? Dan tempat ini... merupakan lab khusus, kau butuh izin kalau ingin masuk. Mana izinnya?"     

Seketika orang-orang di sekitar ruangan itu tersontak kaget. Mereka terdiam mencerna perkataan Maya. Tidak pernah ada dalam pikiran mereka kalau ada seseorang yang berani berbicara seenaknya di hadapan wakil presiden. Pengawal dan Tazkia yang berada di sekitar Endra pun tertegun, detik kemudian mereka sadar akan perkataan Maya yang membuat mereka naik pitam.     

"Kau! Apa kau tidak tahu beliau di depanmu ini?!" Teriak salah satu pengawal sambil menodongan pistol ke arah Maya.     

"Hah? Beliau? Aku lebih tahu tentang orang tua ini daripada kau?! Dan apa yang kau lakukan dengan menodongkan pistol di fasilitas ini? Apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan?"     

"Anjir! Nih cewek nanta—"     

"Turunkan senjatamu!!"     

"!!!" Pengawal itu kaget mendengar perintah seketika dari Tazkia. Dokter di depan telah secara terang-terangan merendahkan wakil preseiden. Kenapa orang di depannya tidak diberi pelajaran.     

"Bu sekretaris, tapi cewek ini—"     

"Turunkan!" Perintah Tazkia dengan nada dingin. Pengawal itu hanya diam tanpa menurunkan senjatanya. Melihat senjata masih menodong Maya, Tazkia semakin marah dalam dirinya.     

"Apa kau mau negara ini tidak memiliki dokter?"     

"?"     

"Kamu, bawa orang bodoh ini keluar!" Seketika salah satu pengawal lain menyeret pria itu keluar dengan paksa, Hingga keluar dia tidak mengerti akan kesalahan yang dia perbuat.     

Maya merasa lucu melihat tingkah orang-orang di depannya. Namun, dari semua hal lucu itu, tatapan Endra padanya membuat risih. Maya menatap balik dengan dingin.     

"Dokter Rivertale, maaf atas perbuatan bodoh dari orang tadi, akan kami hukum dia nantinya." Ujar Tazkia dengan nada sopan.     

"Heh, di sekeliling orang tidak becus hanya ada orang gak becus juga."     

master buku mengantukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang