47

2 1 0
                                    

Kota Sentral, di sebuah rumah sewaan kecil.   

Gerald yang baru saja pulang dari rumah sakit, melihat seorang pria berkulit cokelat gelap berbadan kekar. Pria itu hanya mengenakan kaos singlet abu dan celana cargo hijau tua. Ia berdiri di sebuah sisi rumah yang gelap, sehingga Gerald baru menyadari keberadaannya setelah mendekat.     

"Anda sudah sampai?"     

"Dari dua hari yang lalu. Aku sudah dua hari ini menunggu di sini, kupikir dokter gak akan ke sini lagi."     

Gerald lalu membua kunci pintu sebelum akhirnya pintu bergeser terbuka. Ia menyalakan lampu lalu menggantung jas putihnya di gantungan samping pintu. Pria yang menunggu di luar ikut masuk. Setelah cahaya lampu membuat situasi terang, kini pria itu dapat melihat jelas wajah Gerald dengan sebuah perban plaster tertempel di pipi kirinya.     

"Kau terluka, dok?"     

"Hm…ini?"     

Gerald membuka perbannya memperlihatkan pipinya yang mulus tanpa luka, lalu menempelkannya kembali.     

"Tadi satu dari kerabatku marah di rumah sakit, ia menyayatku dengan pisau bedah, hihihi… ini cuma untuk memperlihatkan kalau saya hanyalah pria tua biasa." Jelas Gerald sambil menunjuk ke perban plaster di pipinya.     

"Woah~ berani sekali dia, melukai dokter ternama dari pusat."     

"Hihihi, yaa… itu salah saya juga. Saya tampaknya benar-benar menyentuh sisi terlarangnya."     

Gerald mengingat kejadian di lab tadi senja.     

***     

Maya yang baru tiba di lab setelah bertemu dengan adiknya. Tiba-tiba melabrak meja Gerald. Matanya tajam menatap Gerald seperti pemangsa yang ingin mencabik korbannya.   

Dokter peneliti lain, melihat Maya dengan aura ratunya, langsung tertunduk di meja masing-masing. Tidak berani melihat pertikaian antar dua dokter ternama itu.     

Gerald tersenyum ramah pada Maya, "Ada apa dokter Maya, kenapa anda marah?"     

"Kenapa? Jangan berlagak gak tahu! Apa maksudmu menggunakan Bayu sebagai alat untuk membujuk saya pergi ke Asosiasi Pusat?!"     
"Ah~ masalah itu, dokter Maya, maaf kalau pria tua ini mencoba menggunakan keluargamu. Tapi maksud saya itu baik loh… saya hanya ingin bakat anda berkembang di fasilitas yang lebih sempurna."     

"Dokter Gerald, saya selama ini selalu menghormati anda sebagai dokter veteran di Asosiasi. Tapi hari ini, saya pikir rasa hormat itu telah hilang. Harus berapa kali lagi saya tolak ajakan anda? Alasan saya bekerja di dunia medis adalah untuk adik saya. Di mana keluargaku berada, di situlah saya berada."     

"Dokter Maya, kalau begitu anda tinggal mengajak keluarga ke Asosiasi juga. Kehidupan di sana lebih nyaman dari sini, bahkan anda mungkin akan menemukan obat untuk adikmu lebih cepat di sana."     

Maya menilik wajah Gerald yang selalu tersenyum itu, apa yang dikatakan pria itu benar sekali. Asosiasi akan memberikan dia fasilitas lebih kumplit untuk meneliti penyakit Bayu. Tapi, sekarang Maya tahu penyakit Bayu bukanlah sesuatu yang bisa disembuhkan dunia medis, jadi tak ada alasan untuk dia pergi. Apalagi ibunya tidak akan pernah mau meninggalkan Nusa. 

"Ibu dan adikkku tidak akan pernah mau meninggalkan Nusa, begitu juga denganku."     

"Itulah sebabnya saya membujuk adikmu, berikan saya waktu, mungkin mereka akan setu—!!!"     

Tiba-tiba Maya menyerang Gerald dengan cepat, di tangan kanannya terdapat sebuah pisau bedah yang berhasil menyayat pipi Gerald. Dari hasil sayatan, darah mulai mengalir dari pipi dan menetes ke baju dan lantai. Senyum Gerald ketika itu menghilang, matanya terbuka lebar, tidak mengira akan tindakan Maya.     

master buku mengantukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang