Pada suatu kantin di dalam Fakultas Ilmu Fantasi, di meja paling pojok kiri samping jendela, terdapat dua orang yang duduk di sana. Satu orang sedang tertidur dengan kepala yang dibantali oleh kedua tangannya di atas meja. Satu orang lagi sedang aktif berinteraksi dengan ponselnya, kedua matanya terus memandangi linimasa LIFE-nya. Sekali-kali dia memberi pesan dan menelpon ke kontak sama. Tampak dari rautnya mukanya yang cemas lalu marah hingga cemberut kalau pesan dan telponnya tidak mendapat balasan.
"Anjir! Ini orang ke mana sih?!"
Gerutu Rizki melihat pesan-pesannya selama tiga hari terakhir tidak kunjung ada respon. Ponselnya lalu ia taruh di meja dengan agak kasar. Matanya melihat ke jam di dinding kantin, lalu menghela nafas panjang. Pandangannya lalu tertuju ke tumpukan piring dan gelas di depannya.
Hampir dua jam sudah berlalu. Akibat cemas dan jengkel, selama hampir dua jam Rizki menghabiskan waktunya dengan mengunyah sambil memainkan ponselnya. Dalam dua jam Rizki telah menghabiskan empat piring makanan dan tiga gelas jus mangga.
Melihat ke sisa piring yang ada di meja lalu ke arah temannya yang tidur di kursi sebrang. Rizki berpikir untuk kembali memesan satu piring lotek dan segelas jus mangga.
"Masih mau makan berapa kali lagi sampai kamu puas?"
"!"
Tiba-tiba terdengar oleh Rizki suara dengan nada lemas di hadapannya.
Laki-laki yang sedari tadi tidur di meja itu mulai bergerak, kepalanya yang selalu menempel di meja kini tersandar pada bagian belakang kursi. Matanya masih setengah terbuka, tapi menurut Rizki, mata Bayu memang selalu seperti ini. Mau itu baru bangun tidur atau bukan.
"Akhirnya bangun juga kamu, Bay! Kamu kira sudah berapa lama aku nunggu?" ucap Rizki, nadanya sedikit lega.
Namun alih-alih menjawabnya, Rizki melihat Bayu mengangkat tangan kanannya sambil mengacungkan jari telunjuknya ke udara. Mata Bayu yang tadi terbuka setengahnya kini ditutup, lalu tangannya yang tadi terangkat perlahan turun kembali.
"Oi!"
"Hmm… maaf sudah menunggu lama, tapi pekerjaannya aku tolak." ucap Bayu dengan santai.
Matanya kembali terbuka walau hanya setengah. Rizki yang mendengar perkataan itu matanya langsung membelalak.
"Eh?! E-E-EEEEEEEEEEEEEEEEH!!!"
"…"
"Kenapa?!"
"Karena kau akan mati. Walaupun aku pikir pekerjaan itu menarik, tapi mau itu aku ataupun kau, kemungkinan besar kematian adalah akhir,"
"Kenapa?! Aku bahkan belum kasih tahu pekerjaannya?!"
"Simpel, dari akun LIFE milikmu aku tahu pekerjaanmu sebagai jurnalis. Jadi, tinggal berpikir alasan seorang jurnalis sepertimu ingin bertemu dengan seorang sejarawan mitos, yang khususnya belum memiliki kontrak,"
"Tapi… kenapa?!"
Mendengar kata 'kenapa' terucap ketiga kalinya dari mulut Rizki. Raut muka Bayu yang selalu terlihat tak acuh itu sedikit kesal. Bayu tidak habis pikir betapa naïf teman di hadapannya. Bayu memegangi kepalanya dengan tangan kiri, lalu menghela nafas panjang.
"Pekerjaan yang mau kau tawarkan itu merupakan suatu tabu bagi sejarawan mitos. Kecuali kau mau mengorbankan dirimu sendiri, itu tidak akan menjadi masalah. Pertanyaannya, apa kau mau?" Tanya Bayu kepada Rizki yang masih dengan wajah polosnya.
Hanya dari raut muka Rizki saja, Bayu sudah dapat melihat banyak tanda tanya tergambar di sana. Melihat itu dalam waktu beberapa menit ke depan, Bayu menjelaskan tentang berbagai macam hal. Dari risiko pekerjaan yang mengumbar rahasia avonturir, lalu ke perang antar guild, hingga aksi yang akan dilakukan pemerintah untuk menghindari perang.
KAMU SEDANG MEMBACA
master buku mengantuk
ActionKetika umurnya beranjak sepuluh tahun, Bayu tiba-tiba mendapati dirinya mengidap narkolepsi. Hidupnya yang dipenuhi tawa pun berubah menjadi kelam. Rasa kantuk selalu manghantui dirinya, membuat masa kecilnya lebih sering ia habiskan di kamar untuk...