39

6 4 0
                                    

Sore hari di sekitar utara Kembang.     

Setelah seharian mencari gedung untuk dijadikan markas guild mereka, akhirnya Bayu, Anggi dan Yudha kini berdiri di depan salah satu rumah yang sekiranya cocok bagi diri Bayu. Sedari tadi sebenarnya mereka sudah menemukan beberapa gedung, namun Bayu agak sedikit pilih-pilih dengan lokasi.     

Bayu tidak menyukai tempat yang ramai, sehingga banyak dari gedung yang mereka temui hari itu tidak disukai olehnya. Anggi dan Yudha hanya bisa mengikuti.     

Bagi Anggi, di mana markas mereka tidak terlalu penting baginya. Namun, Yudha sedikit keberatan. Jika mereka ingin bekerja sebagai guild, seharusnya tempat yang ramai dilalui orang adalah tempat ideal. Guild mereka akan lebih mudah terekspos, mendapat request dari pelanggan dan mendapat keuntungan.     

Namun, sekarang Yudha berdiri di sebuah gedung di tengah bukit, yang sekelilingnya merupakan rimbunan pohon cemara. Gedung tersebut memiliki tiga lantai dengan dinding dan lantai yang mayoritas terbuat dari kayu.     

Yudha tidak melihat bangunan lain sepanjang mata memandang. Bangunan yang dapat ia lihat adalah rumah-rumah yang berada di bawah bukit, ia dapat melihatnya dari sisi tebing tidak jauh dari rumah.     

"Ini—lebih seperti vila daripada markas guild." Gumam Yudha.     

Anggi tampak menyeringai mendengar gumaman Yudha, Bayu tidak peduli, dengan wajah tanpa ekspresinya itu ia mengikuti agen rumah membuka pintu.     

"Dinding ini… apa hanya kayu biasa?" Tanya Anggi setelah mendekati pintu. Ia mengetuk dinding, dan hanya mendengar suara kayu, tidak ada tambahan bahan lain yang biasa ditemui pada rumah-rumah saat ini.     

"Iya, rumah ini termasuk rumah kuno yang tidak mengikuti gaya pencampuran bahan dinding seperti sekarang. Jadi, dinding ini bisa dibilang rapuh dan mudah hancur kalau ditinju oleh avonturir kelas perunggu sekalipun." Jawab si agen agak malu, rumah ini termasuk murah dengan lokasi yang jauh dari keramaian, cocok dijadikan rumah liburan. Namun, karena dinding kayu yang dianggap rapuh untuk standar zaman sekarang, banyak calon pembeli memilih mundur.     

Setelah pintu terbuka, Bayu masuk, ia melihat keadaan rumah yang kosong dari segala perabotan. Anggi dan yang lain masuk mengikuti, mereka berpencar dan melihat-lihat keadaan rumah.     

Pada lantai satu terdapat dua kamar, satu ruang tengah, satu ruang tamu dan sebuah dapur yang cukup besar serta sebuah kamar mandi. Di lantai kedua terdapat enam kamar dan dua ruangan kamar mandi serta satu ruang tengah dan sebuah balkon yang menghadap ke depan rumah. Di lantai ketiga hampir tidak jauh beda dengan lantai kedua, hanya balkon di lantai itu menghadap ke belakang rumah.     

Setelah semua selesai menulusuri sudut rumah, semuanya berkumpul di ruang tengah lantai satu.     

"Bagaimana dengan rumahnya? Apa kalian berminat?" Tanya agen rumah dengan gugup. Dia takut kalau rombongan Bayu akan sama seperti calon pembeli sebelumnya.     

Anggi dan Yudha serentak menoleh ke tempat Bayu, kata terakhir ada pada diri laki-laki tak berekspresi itu.     

"Kita akan ambil rumah ini, apa harganya masih sama seperti yang tertera di web?"     

"Iya kakak, harganya masih sama. Kalau memang berniat kita bisa melakukan prosedur jual belinya sekarang, bagaimana?"     

Bayu mengangguk lalu mengikuti agen itu keluar menuju mobil si agen.     

Yudha yang masih berdiri melihat keadaan rumah bersama Anggi sedikit cemas, "Kak Anggi, apa Guildmaster seriusan mau memakai tempat ini sebagai markas?"     

master buku mengantukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang