137

13 4 0
                                    

Pada salah satu pendingin stasiun lama yang dulunya dikenal sebagai Stasiun Lahat.    

Setan Budeg seperti sebelumnya, sedang asik memakan para budaknya yang terikat pada sebuah batu besar di sana. Sembari makan, mahluk seram itu mengolok-ngolok lelaki bertopeng yang tiba-tiba menyerangnya. Sosok lelaki aneh itu benar-benar membuatnya bergidik, karena hanya sedikit orang yang membuat ketakutan seperti ini.    

"Bajingan! Lain kali kalau ketemu, akan kumakan jantungnya dengan perlahan! Huahahaha!"    

"Hoo~ apa kau benar-benar bisa melakukannya?"    

"!!!"    

Setan Budeg langsung terperanjat, melompat jauh sambil melihat ke arah asal suara di baliknya. Suara menyeramkan yang terdengar familiar sekali.    

'Bagaimana? Bagaimana mungkin dia bisa kemari?! Bukannya seharusnya dia di Kota Angin!'    

Perlahan-lahan sebuah siluet muncul dari balik kegelapan, siluet seorang lelaki bertopeng Panji dengan pistol dan pisau daging di tangan. Lelaki itu seraya berhenti, menoleh ke belasan arwah yang terikat ke batu, melihat tingkah para arwah itu lebih gila dari arwah sebelumnya di Kota Angin.    

'Mereka arwah, kan? Apaan ini? Pesta liar?'    

Panji menggelengkan kepalanya sambil menembak salah satu arwah di sana yang langsung musnah.    

Tembak, tembak, tembak    

Panji terus menembak satu persatu arwah membuat musnah mereka meninggalkan aura murni dalam tubuhnya yang langsung dihisap oleh kartu avonturir milik Panji.    

"Bangsat! Hentikan! Apa yang kamu lakukan dengan para mainanku?"    

Menembak!    

"Aaarrrggh!"    

Mendengar keluhan Setan Budeg, Panji langsung menembak kembali perut hantu itu kuno yang sudah mulai sembuh. Setan Budeg itu merengek kesakitan di tanah, menatap benci pada Panji.    

"Haa~ kau bilang mau memakan jantungku, kan? Ayo kemari! Jantungnya ada di sini," goda Panji sambil menunjukkan letak jantungnya sendiri dengan ujung pistol, "Kenapa kau tidak mendekat? Takut? Atau kau tidak mendengar karena budeg? Lucu sekali~"    

Panji berjalan mendekat, Setan Budeg mundur menjauh, tubuh hantu itu merinding dari ujung ke ujung, ia mulai merapal mantra transmisinya. Sebelum Panji tiba, Setan Budeg telah berhasil kabur.    

Panji mengangkat bahu melihat buruannya telah pergi, ia kembali melihat kembali ke para arwah yang masih melakukan hal menjijikan.    

"Kamu masih mau tidur?"    

"Tentu, tapi mereka. Apa bedanya orang-orang itu dengan binatang? Aku tidak mau melihat mereka melakukan hal menjijikan di tempatku."    

"O-kay," Panji mendekat, menembaki satu persatu arwah itu hingga musnah semuanya. Beres dengan para arwah budak, Panji berlalu ke sebuah ruangan yang masih berdiri di pelataran stasiun yang telah tiada rupa. Panji tembak gembok pada pintu, membukanya, melihat terdapat dua lelaki dan satu perempuan di dalam sana dengan keadaan telanjang bulat nan menggigil.    

Mereka bertiga sedang berpelukan saling menghangatkan, di pojok ruangan terdapat tumpukan mayat manusia yang sudah tidak ada bentukan. Potongan-potongan tubuh disertai tulang-belulang bercampur menjadi satu.    

"Pa-Pa-Panji?!"    

"Mm, kalian bebas, tapi sebaiknya tunggu di sini sampai pihak berwajib datang. Jangan paksakan diri menorobos hutan di luar, setidaknya kalau kalian masih sayang nyawa," selesai membukakan pintu dan memberikan pesan, Panji berbalik pergi, ke tempat sebuah cermin tadi ia keluar. Sebuah cermin yang kini bersatu dengan sebuah pohon besar di belakang pelataran stasiun.    

master buku mengantukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang