66

15 4 0
                                    

Pasukan Nusa yang tersebar di sekitar tembok, ribuan penduduk kota, dan avonturir yang pergi mencari harta perang, semua orang di sana menengadah merinding melihat langit gelap akibat meteor air raksasa di atas kepala mereka.

Semua orang saat itu berpikiran sama, "Inilah kematian."    

Mereka merasa dewa kematian telah tiba, siap menjemput mereka kapan saja. Gahar di udara sana, terlihat membeku. Matanya membelalak dengan mulut terbuka lebar. Tidak pernah dia duga kalau Nyi Roro mampu mengeluarkan serangan sebesar dan sekuat yang ia lihat di langit. Gahar tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menahan serangan itu.    

Tangan Gahar yang mengenggam artifak gadanya mulai berkeringat. Ia pandangi [Tishtrya's Mace], selama ini, walau sudah memiliki artifak [Tishtrya's Mace] hampir dua puluh tahun, Gahar merasa kalau dia belum mengeluarkan seluruh potensial kekuatannya.    

Gahar berpendapat kalau tubuh dan kualiatas aura yang ia miliki menjadi pembatas bagi kekuatan asli artifaknya tersebut. Namun, kali ini … untuk kali ini saja, Gahar ingin melepaskan kekuatan sesungguhnya dari [Tishtrya's Mace], walau jiwa dan raganya menjadi taruhan. Gahar genggam erat gadanya, memandang tajam ke arah meteor air yang akan jatuh ke kota.    

***    

Di tempat lain, Hans yang telah lepas dari pengaruh inten aura Nyi Roro menengadah melihat serangan raksasa di langit. Ia tertawa kering di hatinya. Merasa kalau sosok Nyi Roro mungkin sudah melebihi batas platinum.    

Hans lalu melihat tubuh Raga yang penuh luka dibopong pergi oleh beberapa prajurit manusia kadal. Hans memperlihatkan raut kelam ketika melihat sosok Raga yang semakin menjauh. Kalau dlihat dari hasil pertarungannya, ia bisa dikatakan menang karena efek serangan [Taming Sari] yang bisa membuat musuhnya mengalami pendarahan di setiap luka yang dihasilkan.    

Namun, Hans belum menghadapai naga dari artifak Raga secara langsung. Kalau ia melawan naga itu, Hans tidak tahu apakah dia mampu untuk menang. Raga belum mampu mengendalikan tombak [Baru Klinting] secara maksimal. Jika nanti Hans bertemu lagi dengan Raga, dia yakin kalau itu akan menjadi pertarungan yang lebih sengit daripada sekarang.    

'Nanti….'    

Hans melihat kembali meteor air yang menutupi langit kota. Sebagai platinum, apalagi dengan kekuatan kekebalan tubuh yang diberikan [Taming Sari], Hans yakin dia bakal selamat dari serangan di langit. Tapi… dia tidak yakin kalau dia bisa selamat tanpa luka sama sekali.    

'Kalau aku menerima serangan itu, mungkin aku akan terbaring di rumah sakit cukup lama.'    

Hans lalu menengok Gahar yang tampak teguh menatap serangan Nyi Roro. Dia merasa kalau Jenderal Nusa itu akan mempertaruhkan segalanya demi menghentikan serangan meteor air.    

'Apa kau mau mengorbankan diri, Gahar?'    

***    

Di sisi lain medan pertempuran yang berada di selatan Kota Akademi. Tepatnya tidak jauh dari tembok utara kota.    

Ratusan mayat dari manusia kadal, bertumpuk membentuk bukit dengan darah hijau mengalir dari sela-sela setiap mayat. Semua mayat prajurit manusia kadal itu mayoritas memiliki ekspresi yang sama. Mereka mati dengan wajah yang tampak kaget dengan mata dan mulut yang terbuka lebar.    

Di atas tumpukan ratusan mayat, seorang wanita tua duduk dengan kaki terbuka. Wanita tua itu memiliki rambut putih panjang yang diikat. Wajah yang lonjong dagu meruncing dengan badan yang tampak kurus kering. Di balik seragam jas PIN yang serba hitam itu, tampak lengan dan kaki yang kurang daging, sehingga terlihat pakaian wanita itu seperti kebesaran.    

master buku mengantukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang