25

20 5 0
                                    

GRGRGRGRG!     

Balon udara terus berguncang. Para penumpang berteriak panik sembari melindungi kepalanya dengan kedua tangan. Suara perkelahian semakin terdengar ramai, tiba- tiba suara ledakan besar memekakkan telinga para penumpang.     

DUARRRR!!!     

Balon udara seketika terhempas dan bergoyang miring ke kiri. Para penumpang dengan sekuat tenaga menahan tubuh mereka yang telah memakai sabuk agar tidak tercekik. Margareth yang merasakan tubuhnya tertekan oleh gravitasi menekan kuat pada sabuk pengaman, mulai merasakan sesak.     

"AARRRGH!"     

Posisi balon berangsur kembali ke posisi semula, para penumpang merasakan tubuh mereka agak mengambang sekejap sebelum kembali merasakan tekanan yang menusuk paru. Setelah balon kembali stabil, terdengar suara batuk dan tangis dari para penumpang. Margareth yang terduduk lesu di kursinya melihat ke samping, memeriksa kondisi Vanessa. Diva cantik itu kini terengah-engah, wajahnya basah dibaluri keringat, mata hijaunya yang bagai zamrud berkilau itu kini sedikit redup. Margareth sendiri pun tidak jauh beda, dia merasakan kalau badanya telah basah oleh keringat yang bahkan telah meresap ke bajunya. Tanpa ia sadari air mata mulai mengalir dari ke dua matanya.     

"Haa—haa—haa—Uhuk! Uhuk! Apa kamu baik-baik saja, Vanessa?"     

Vanessa melihat wajah manajernya yang tampak berusaha menghadirkan senyum, namun air mata yang mengalir membuat senyumnya terasa pilu. Vanessa dapat merasakan seluruh tubuhnya gemetar, suara detak jantungnya terdengar dekat sekali di telinganya. Vanessa kembali menoleh ke manajernya, ia melihat tubuh gempal itu juga merinding ketakutan, dengan senyum yang masih terpampang. Vanessa merasa sedikit kehangatan, ia mencoba membalas senyum itu, walau tampak terlihat kaku, ia berhasil.     

"A-aku baik-baik saja, Margareth" Balas Vanessa, tangan kanannya meraih pipi manajernya. Ia lalu mengusap air mata yang membasahi. Margareth merasakan tangan Vanessa yang kini terasa dingin. Dalam hatinya, ia terus berdoa pada Tuhan agar diberi keselamatan, bagi mereka semua dan khususnya bagi wanita cantik di depannya ini.     

"Hei, apa pertarungannya sudah berakhir?"     

Seorang lelaki dari tim Vanessa tiba-tiba bertanya. Suara perkelahian dan guncangan yang sedari tadi terdengar kini sepi. Terlihat beberapa penumpang menengadah, mencoba menguliti langit-langit balon dengan imajinasi mereka, mengira-ngira situasi di atas balon. Sayangnya tidak berangsur lama, tiba-tiba sekelibat cahaya merah terang menusuk dari atas.     

Wuung!     

Sinar itu begitu terang sehingga membuat orang yang didekatnya menutup mata. Setelah menghilang, para penumpang melihat sinar itu telah melubangi balon dari atas hingga ke bawah dengan diameter sekitar tiga meter. Tatapan panik kembali terlihat, tidak lama balon pun kembali bergoyang keras. Kini dengan adanya lubang, balon udara tidak dapat lagi bertahan di langit. Dengan perlahan dibantu gravitasi balon meluncur ke bumi.     
"AAAAAAAAAAAAAAAA!!!"     

"KYAAAAAAAAAAAAAA!!!"     

"Oh Tuhan, oh Tuhan, oh Tuhan, oh Tuhan….."     

Putus asa. Satu-satunya emosi yang kini Margareth rasakan. Tatapan kosong memandangi lubang. Dia lalu menoleh ke Vanessa yang balas melihat dengan senyum. Tetes air mata mulai berkumpul di ujung mata zambrud itu. Vanessa lalu menggigit bibir bawahnya sembari berusaha tersenyum, menahan air mata agar tidak mengalir.     

'Mengapa ini terjadi?' Tanya Margareth dalam hatinya.     

'Kak Margareth, kenapa manusia suka menyakiti satu sama lain?'     

master buku mengantukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang