31

4 4 0
                                    

Pagi hari, di sebuah kamar hotel di pusat Kota Akademi, Anggi baru saja bangun dari tidurnya. Dia duduk di tempat tidurnya, melihat jam digital di dinding menunjukkan pukul tujuh pagi. Sama seperti orang lainnya, ketika tidur Anggi tentu tidak mengenakan kacamata hitam yang biasanya selalu ia kenakan. Sebaliknya, penutup mata hitam, seperti yang biasa dilihat pada tokoh bajak laut, melekat pada mata kanannya.     

Anggi bangun dari tempat tidurnya, di badannya ia hanya mengenakan celana dalam. Dia lalu mengenakan celana jins pendek hijau tua serta tanktop dengan warna serupa. Anggi kemudian turun ke lantai bawah sambil menyantap sarapan. Setelah perutnya terisi, ia kembali ke kamarnya, sekitar dua jam kemudian ia habiskan waktunya untuk push up, sit up, pull up dan kegiatan rutin lain yang ia lakukan.     

Setelah puas, Anggi lalu mengganti penutup matanya dengan kacamata hitam, mengambil krim manisnya dan berlalu keluar dari hotel, menuju alamat yang diberikan Bayu. Lokasinya tidak terlalu jauh dari hotel tempat ia menginap, jadi Anggi memutuskan untuk berjalan kaki ke sana.     

Hanya dalam waktu lima belas menit, Anggi mendapati dirinya di sebuah gedung rumah susun tuanya. Dari luar, dinding gedung sudah dipenuhi oleh lumut. Anggi berjalan masuk, kemudian melihat seorang pria paruh baya dengan perut buncit duduk di pos penjaga.     

"Selamat pagi" kata Anggi, namun ketika dia mendekati posisi lelaki itu, dia menemukan kalau lelaki itu sedang memandang dirinya dengan tatapan kurang waspada.     

Pandangan laki-laki itu tertuju pada bagian kaki, biasanya kakinya sedikit terlihat karena celana jinsnya pendek. Anggi menggelengkan kepalanya pelan. Dia meminta seorang lelaki menjaganya, berjalan ke lift di ujung ruangan.     
"Hei! Mau ke mana kamu?!" Teriak lelaki itu di belakangnya. Anggi tak menggubris, ketika lift sampai, ia langsung masuk. Menekan tombol empat, menuju lantai tempat kamar target tertera pada alamat.     

Anggi sesungguhnya masih belum sepenuhnya percaya dengan alamat yang diberikan Bayu. Ia ingin melihat kebenaran dengan mata kepalanya sendiri. Fara menyebutkan kalau Bayu sepertinya memiliki artefak yang dapat memberikan informasi. Fara sangat terpesona dengan kemampuan Bayu, karena selama dia di Kembang, yang ia lihat dari kesehariannya Bayu sedang tidur.     

Jadi, bagaimana dia bisa mendapatkan informasi? Anggi juga bertanya-tanya akan hal ini, jika alamat ini benar-benar mengantarkannya ke Anthony, dia pun akan sangat terpesona.     

'Kalau ini benar, dia lebih mengerikan dari yang kuduga.'     

Tiba di pintu depan, Anggi meneliti sekitar pintu depan kamar. Tidak ada yang mencurigakan, situasinya pun sepi. Anggi kemudian melihat bel di sisi pintu. Di atas bel, ada lensa optik, kamera pengawas untuk melihat tamu. Anggi menekan tombol lonceng, lalu menutup kamera dengan tangannya.     

Ding dong     

Seorang pria tinggi dengan rambut panjang diikat ke belakang, mendengar bel pintunya berbunyi. Pria itu keluar dari kamarnya, melihat ke arah pintu depan. Wajahnya mengerut, di Nusa ia tidak memiliki banyak kerabat, sehingga bunyi bel membuat dirinya sedikit waspada. Ia berjalan ke sofa, mengangkat bantalan duduk sofa itu, lalu mengambil sebuah parang yang tersembuyi di baliknya.     

Parang tersebut memiki sarung pedang berwarna merah terang, di bagian bagian pangkal pedang terdapat sebuah batu berbentuk bola dengan cahaya jingga yang menyala ketika pria tersebut memegangnya.     

Pria itu lalu berjalan perlahan mendekati pintu depan, menatap ke layar yang menayangkan situasi luar pintu. Tetapi, pria itu mendapati kalau layarnya tidak menayangkan apapun. Hanya gelap semata. Pria itu mengumpat di dalam hatinya, ia menyalahkan pengelola rumah susun usang ini.     

master buku mengantukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang