21

21 7 0
                                    

Jauh dari Kembang, di dalam sebuah terowongan yang telah terbengkalai oleh zaman. Seorang lelaki tua yang bermuka persegi dengan sudut tegas, rambut putih rapih disisir ke belakang, disertai brewok putih membuat wajahnya yang telah agak berkeriput telihat seperti pria bermartabat. Lelaki tua ini juga memakai kacamata dengan lensa bulat, badannya ditutupi dengan kemeja abu yang lengannya digulung hingga sikut, disertai celana bahan cokelat, dan sepatu pantofel hitam.

Lelaki tua itu sedang duduk di sebuah kursi sambil memerhatikan tabletnya yang menayangkan berita tentang Virgin Killer. Di sekitar lelaki tua itu terdapat berbagai macam peralatan yang biasa ditemui pada sebuah lab kimia. Walau berada di dalam sebuah terowongan yang terbengkalai, namun tempat lelaki tua itu berada tampak bersih dan rapih. Cahaya yang dipancarkan oleh lampu pun membuat orang di dalam terowongan tidak akan tahu kalau malam hari telah tiba, begitu juga sebaliknya. Pagi hari telah tiba di luar terowongan.   

Setelah melihat kilasan mayat Virgin Killer di tabletnya, wajah lelaki tua itu agak muram. Ia lalu menengadah dan melihat tubuh dari berbagai macam mahluk tergantung di langit-langit terowongan. Manusia, harimau, goblin, siren, elang dan banyak lagi. Semuanya telah mati. Lelaki tua itu lalu memejamkan matanya, mengulang kembali percakapan yang tidak lama terjadi di dalam kepalanya.   

Tidak lama, terdengar suara langkah kaki dari kejauhan. Suaranya bergema di sepanjang terowongan. Lelaki tua itu membuka matanya lalu melihat ke monitor di salah satu dinding yang menayangkan hasil rekaman di lorong. Terekam seorang lelaki kurus tinggi dengan senyum lebar sedang berjalan ke arah laboratorium miliknya. Melihat orang di monitor, lelaki tua itu tidak terlalu menggubris. Ia lalu berjalan ke sebuah meja pasien, yang sudah terdapat separuh tubuh pria paruh baya dengan perut dan dada terbuka.   

Lelaki tua itu dengan telaten mengambil satu persatu organ tubuh dan memasukannya ke dalam tabung yang dipenuhi cairan pengawet. Berselang satu jam, sumber suara langkah kaki itu pun tiba di laboratorium. Melihat lelaki tua yang tengah sibuk dengan mayat, pria kurus itu tersenyum makin lebar.   

"Zetta! Lama tak jumpa, mayat siapa tuh? Mau dibuat apa?"   

Lelaki tua itu menoleh ke sumber suara, raut mukanya mengerut.   

"Dokter"   

"Huh?"   

"Dokter Zetta anak muda, jangan panggil namaku dengan seenaknya."   

Pria kurus itu berhenti dalam langkahnya, dia melihat raut serius dari lelaki tua di hadapannya. Senyum di wajahnya sejenak menghilang namun kembali terlukis lalu mendekat ke tempat Zetta.   

"Ayolah dokter, jangan sok serius begitu, kita ini teman, kan?"   

Hanya berkisar lima meter sebelum pria kurus itu sampai ke tempat Zetta berdiri, dia lalu berhenti. Di sekitar lehernya tiba-tiba terdapat mata pisau sebuah sabit yang siap memotong. Pria kurus itu lalu melihat tangan kanan Zetta yang telah memanjang dan berubah menjadi sabit di sekitar lehernya. Pria kurus itu hanya bisa mengangkat ke dua tangannya.   

"Okey, okey, aku masih mau hidup dokter. Aku tidak mau menjadi salah satu eksperimenmu."   

Tangan Zetta pun kembali seperti semula.   

"Apa yang kamu lakukan di sini, Dimitri?"   

Pria kurus bernama Dimitri itu kembali tersenyum lebar. Pria itu mempunyai rambut pendek perak yang dicepak rapi. Wajahnya tirus dengan mata biru yang membuatnya cukup tampan. Hanya senyumnya yang lebar itu membuat dirinya agak mengerikan. Zetta selalu merasa agak sulit untuk mengetahui isi pemikiran Dimitri dibalik senyum palsunya. Itulah alasan Zetta tidak ingin terlalu dekat dengan salah satu dari kerabatnya ini.   

master buku mengantukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang