61

2 1 0
                                    

Pada tempat lain, jauh dari Sentral, di dalam Kota Akademi.    

Dalam markas militer di samping tembok kota, Jenderal Gahar dan pemimpin pasukan lainnya sedang memikirkan tentang perang yang akan terjadi kapan saja. Gahar di kursi pemimpin utama mendengarkan laporan dari para pemimpin divisi perang.    

Pada saat inilah, seorang tentara masuk lalu membisikkan sesuatu ke tentara lain yang berjaga di depan pintu. Prajurit tentara itu tampak kaget, lalu menghadap ke semua orang yang ada di ruangan.    

"Ada apa?" Tanya Gahar.    

"Jenderal! Pasukan Laut Selatan mulai maju menuju ke sini!"    

""!!!""    

Semunya prihatin.    

'Akhirnya waktunya tiba juga' Pikir Gahar.    

Dia langsung memerintahkan semua pemimpin divisi untuk menyiapkan divisinya, lalu memerintahkan regu pengawas untuk mengintai musuh dan memberikan informasi secepatnya. Gahar juga menanyakan tentang kondisi para avonturir yang sudah bersiaga di dekat tembok.    

Gahar dengan sigap memberi perintah ke semua divisi dengan detail, setelah selesai dan semuanya berangkat mengerjakan tugas masing-masing, ia diserahkan ke satu orang yang tinggal di ruangan itu bersamanya.    

Orang itu merupakan seorang lelaki tua yang umurnya sama dengan Gahar. Mereka malah belajar di satu sekolah menengah atas yang sama. Orang tua itu berpakaian rapi dengan blankon di kepalanya. Memiliki kumis tipis dengan alis tebal dan mata hitam tajam menatap Gahar. Orang tua ini adalah pemimpin Kota Akademi, Sultan Hilmi.    

“Menurutmu… apa kita bisa melewati ini?” Tanya Hilmi dengan nada rendah.    

"Aku tidak akan membiarkan Kota ini musnah, tenang saja."    

Gahar mendekati Hilmi, menampar keras punggungnya sampai orang tua itu meringis kesakitan.    

"Sebaiknya kau perintahkan wargamu untuk mengeluarkannya. Perang akan dimulai." Ucapkan Gahar sambil tersenyum lebar.    

Hilmi mengerti, masih mengerang dengan bertatap kesal terhadap Gahar sebelum berlalu keluar. Setelah Gahar melihat sahabat lamanya itu pergi, senyum lebarnya menghilang, berganti dengan wajah serius.    

Dalam hatinya Gahar tidak begitu yakin kalau dia mampu menampilkan sosok legendaris dari pihak lawan.    

"Bisakah kau membantuku?"    

Tiba-tiba suara seorang pria memecah lamunannya, Gahar tahu siapa pemilik suara itu. Platinum lain yang dimiliki Nusa, ujung tombak Pasukan Anti-Teroris, Hansley Goldfana.    

"Apa yang kau lakukan di sini, Hans? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk bertarung di barisan depan."    

"Apa kamu yakin Jenderal? Nyi Roro merupakan sosok legenda yang sudah lama ada di negara ini. Rencanamu untuk menghentikan kesepian buatku tidak masuk akal."    

"Tapi kita tidak bisa mengurangi kekuatan lagi, jumlah mereka bisa mencapai empat ribu! Sedangkan kita hanya seribu, aku tidak bisa menjauh dari barisan depan. Kalau barisan depan tertembus, aku tidak mau memikirkan hal yang terjadi selanjutnya."    

Hans diam, pemandangannya sangat serius Gahar dia. Ia lalu berbalik sambil melambai pada Gahar.    

“Jangan coba-coba mati, Jenderal,” Lambai Hans berjalan menuju tempat divisinya berkumpul.    

Hans, ketika pertama kali dia mendengar perang ini akan terjadi, dia sangat bersemangat. Sosok legendaris Nusa, Nyi Roro, dengan tingkat kekuatan yang belum bisa diperkirakan. Walau menurut beberapa ahli sejarawan mitos, kemungkinan besar Nyi Roro berada di kelas platinum kalangan atas. Bahkan ada beberapa yang berpendapat kalau sosok legendaris ini sudah mencapai tingkatan kelas mistikal, sama seperti pemimpin Union.    

master buku mengantukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang