Sehari setelah Anggi memburu Anthony, pada siang hari, kini dia kembali berada di gerbang masuk kota. Kemarin seharian, setelah dia memberikan mayat Anthony ke cabang Union yang berada di Kota Akademi, Anggi harus melakukan beragam pengecekan sebelum akhirnya ia mendapatkan uang imbalan.
Mayat dan [Tizona] nantinya akan dikirim ke Markas Besar Union. Untuk saat ini mereka tidak bisa melakukannya dikarenakan komunikasi yang tiba-tiba terputus, dan kondisi Kota Akademi yang sedang siaga akan adanya perang.
Saat ini di samping Anggi terdapat seorang lelaki tua yang memimpin penjagaan gerbang sedang berdiri tersenyum ramah padanya.
"Tidak pernah saya pikir bakal secepat ini, apa begitu mudah menemukan lokasi buronan Union?"
Anggi menggeleng, "Tidak… aku hanya mempunyai informasi lebih banyak dari biasanya."
Mereka berdua berjabat tangan.
"Jadi kamu akan langsung kembali ke Sentral?"
"Sentral?" Anggi lalu mengingat plat nomor mobilnya yang berasal dari Sentral, "Aah—tidak, aku akan ke Kembang. Bosku tinggal di sana."Anggi lalu memasuki mobil jip terbangnya. Ia melambai pada orang tua itu sebelum menjalankan mobilnya keluar dari gerbang. Di depan gerbang tembok, sama seperti ketika ia masuk, Anggi menemukan masih cukup banyak orang mengantri. Raut keputusasaan menyelimuti orang-orang itu.
'Geplak ya…'
Anggi mempercepat laju mobilnya, berbeda dari rute yang ia lalui sebelumnya, kini Anggi memilih sedikit memutar. Berbelok ke arah Geplak berada, Ia penasaran dengan kondisi kota itu sekarang ini.
Mobil melaju begitu cepat, beberapa monster menghalangi jalannya tapi ia hiraukan, dalam waktu kurang dari satu jam, Anggi sudah dapat melihat tembok Kota Geplak dari kejauhan. Ia hentikan mobil.
Anggi keluar sembari membawa teropong jarak jauh. Ia naiki sebuah pohon yang menjulang tinggi, lalu meneropong ke arah Geplak. Anggi melihat kalau banyak bagian tembok yang sedikit terkikis, namun tidak hancur. Tembok kota memang dibuat agar dapat melindungi warganya dari serangan platinum sekalipun.
Anggi kemudian melihat situasi di dalam tembok. Berbagai bangunan tampak hancur lebur, tersisa reruntuhan yang terlihat basah. Banyak terlihat genangan air di jalan-jalan. Seingat Anggi, seharusnya tidak ada hujan selama seminggu terakhir ini.
'Tsunami? Kekuatan perempuan itu memang berada di luar nalar.'
Anggi lalu melihat beberapa mahluk berbentuk manusia kadal, kepalanya mirip seperti seekor iguana, dengan tubuh manusia yang kekar dan bersisik. Kuku-kuku di tangan mereka tampak tajam, sembari memegangi sebuah pedang dengan bentuk celurit besar. Di badannya, mereka mengenakan baju jirah berwarna hijau tua. Para manusia kadal itu menjelajahi kota secara berkelompok, tampak mencari manusia yang masih hidup.
'Monster? Dan…bangsa jin.'
Anggi kemudian melihat mahluk yang memiliki bentuk sama seperti halnya manusia. Hanya saja terdapat cahaya samar menyelimuti tubuh mereka. Kebanyakan dari bangsa jin yang dia lihat adalah lelaki.
Mereka berjalan dan berterbangan di sekitar kota. Para jin itu hanya mengenakan celana dan sarung batik, tidak memakai baju, memperlihatkan dada mereka yang bidang. Anggi dapat memperkirakan kalau bangsa jin yang ada di kota berjumlah ratusan, dan para manusia kadal ada ribuan.
Di sebuah sudut kota, pasukan dari kedua ras berkumpul. Berdiri tegap sempurna menunggu perintah. Anggi amati pasukan itu sembari mencari sosok perempuan yang seharusnya ada di sana. Namun, berapa kali ia cari pun, Anggi tidak melihat sosok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
master buku mengantuk
ActionKetika umurnya beranjak sepuluh tahun, Bayu tiba-tiba mendapati dirinya mengidap narkolepsi. Hidupnya yang dipenuhi tawa pun berubah menjadi kelam. Rasa kantuk selalu manghantui dirinya, membuat masa kecilnya lebih sering ia habiskan di kamar untuk...