103 : Pukul 10 Pagi

231 34 74
                                    

Merlin terlilit sulur tanaman sampai benar-benar tertutup. Kemudian Hiel melempar cambuk apinya ke puntalan sulur tadi membuatnya langsung terbakar. Kobaran hebat membuat pengap ruang tersebut.

Namun, nyala api hanya berlangsung sesaat saja karena Merlin kembali menghempaskan gelombang kejut kegelapannya sehingga semua sulur yang mengikatnya hancur. Semua serpihan terlempar tidak berguna.

Ledakan energi itu pula membuat fenomena lain pada diri Merlin. Kulit wajahnya tampak terkelupas seperti kain yang robek. Namun, yang menjadi sorotan adalah terdapat kegelapan hitam di balik robekan tersebut. Sangat gelap dan bergerak-gerak seperti lumpur hitam pada saluran pembuangan.

"Kau ... siapa?" tanya Nimue. Matanya tampak terbelalak tak percaya.

Merlin mendengus. "Heh, menurutmu siapa? Baru tahu wujudku yang sebenarnya? Apa kau tidak heran kenapa aku bisa hidup lama dan berumur panjang?" Hanya dengan sekali usap, robekan di wajahnya seketika menghilang.

Sebenarnya pertanyaan ini sudah pernah dijawab. Namun, Merlin sendiri yang menyangkalnya sekarang.

"Kau bukan Merlin!" seru Mathilda.

"Apa peduliku." Sorot mata Merlin tampak tidak peduli. "Kau yang pernah berada di sisi kegelapan seharusnya tahu apa yang aku rasakan."

"Aku berbalik karena dunia menolak ilmuku, bukan karena aku menginginkannya. Namun, Erix berbeda. Dia mau menerima dan bahkan tak sungkan untuk memerintahkanku lebih mendalaminya lagi. Aku akan mengabdikan hidupku ...."

"Berhenti bertindak naif, Mathilda!" seru Merlin memotong ucapan sepupunya. "Kau tahu akhir dari ramalannya, 'kan?"

Mathilda terdiam, dia tak lagi membalas argumen. Mulutnya seakan buntu dan disumpal sesuatu.

"Apa yang dia maksud Master Mathilda?" tanya Hiel. Dia begitu penasaran sekarang. Berbeda dengan Nimue yang tampak syok seperti dikhianati.

"Aku percaya dengan Erix, aku percaya dengan rajaku!" seru Mathilda mengikrarkan semangatnya. Namun, ucapan itu bagi Hiel seakan menutupi sesuatu.

"Naif, sangat amat naif. Berharap kemenangan padahal kau tahu sendiri akhir dari perang ini. Ke-han-cur-ran. Pasukan iblis pada akhrnya yang akan berkuasa. Ini adalah takdir Leavgard ...."

"Kau tidak bisa menganggapnya takdir kalau belum terjadi," potong Prilly. "Calon suami masa depanku akan melakukan sesuatu. Aku percaya dia akan merubah isi ramalan itu!"

"Percuma berbicara dengan kepala batu seperti kalian. Hanya omong kosong yang tak berguna. Aku masih ada tugas lain yang harus aku selesaikan. Dan untuk kalian, kalian harus pikirkan kembali langkah yang tepat. Semua demi Leavgard." Tubuh Merlin tampak bersinar kebiruan. "Teleportasi."

"Tidak, tunggu!" Belum sempat Nimue meraih Merlin, penyihir itu menghilang dalam balutan cahaya. "Merlin!"

Hanya teriakan Nimue yang terdengar bergema di lorong itu, membuatnya terasa seperti mengiris telinga dan hati yang gundah.

"Apa sebenarnya yang terjadi sekarang," gumam Hiel yang tak tahu harus melakukan apa.

*****

Lucius masih melesat membawa Haruka bersamanya. Kecepatannya saat terbang sungguh luar biasa hebat mengingat sempitnya lorong reruntuhan tersebut. Ia meliuk untuk berbelok tajam dan akhirnya keluar dari Kuil Peri Danau itu.

Ia tetap meneruskan laju terbangnya. Berniat membawa Haruka ke tempat yang tidak akan terpikirkan oleh siapa pun. Ia meluncur jauh ke arah utara dan melewati Pegunungan Jakarta.

Dengan terbutu-buru dan hati yang tidak tenang, ia melesat melewati banyak jurang-jurang curam, bukit terjal dan bebatuan besar. Namun, saat melewati tanah lapang di atas bukit, suara seruan mantra terdengar dengan lantang.

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang