66 : Artileri Pertama di Dunia

343 54 84
                                    

Sebuah kota kecil tampak hancur porak poranda. Kobaran api membakar hampir semua bangunan dan menghanguskannya. Banyak tubuh iblis tergeletak tak diperdulikan. Ada yang tertimpa puing-puing bangunan, ada pula yang menghitam menjadi arang.

Merlin dan sebagian besar anggota Dungeon Hallow Party berada di alun-alun. Di sana mereka mengumpulkan semua iblis yang tersisa. Wujud fisik mereka persis seperti manusia. Namun, kulit mereka tampak merah seperti logam yang dipanaskan, lebih merah dari ras Drak yang merupakan campuran iblis dan manusia.

"Master, kenapa kita mengumpulkan mereka?" tanya Yuhka. Ia tampak penasaran dengan apa yang dilakukan kepala Sekolah Sihir Alexa tersebut.

"Aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama dua kali. Tuanku sangat benci genosida," jawab Merlis sambil menatap para tawanan.

Yuhka pun teringat akan kejadian yang dimaksudkan Marlin. "Ya, Anda benar. Aku bahkan sampai ingat wajah marahnya saat kita menghancurkan para orc di Dungeon Hutan Saba."

"Tetapi, saya harap Anda tidak bertindak bodoh dengan membiarkan mereka hidup, 'kan?" Aegina datang dan agak tidak setuju dengan keputusan tersebut.

Oracle mantan bawahan Belphegor tidak lagi mengenakan jubah lusuhnya. Sekarang ia menganakan semacam gaun penyihir sederhana warna hijau. Namun, dirajut dengan bahan kualitas bagus. Erix yang menyarankan untuk mengenakan gaun itu sehingga kecantikannya yang selama ini tersembunyi, sekarang dapat dikagumi oleh orang banyak. Rambut merah panjangnya tampak indah saat berkibar ditiup angim. Iris yang berwarna abu-abu itu memberi kesan tegas saat menetap setiap orang.

"Aku tidak akan melakukan hal sekonyol itu. Jadi, aku akan bertanya pada mereka." Merlin melangkah meninggalkan Aegina dan Yuhka menghampiri para iblis. "Apa kalian selama ini bahagia telah hidup diatas pendiritaan penduduk asli Leavgard?"

"Tentu saja tidak, kami tidak pernah melakukannya. Itu perbuatan yang keji," sahut iblis laki-laki. Ia tampak gugup saat menjawab.

"Itu benar, kami tidak mungkin melakukannya," sahut yang lain.

"Justru kami ingin menghentikan para pangeran iblis supaya tidak lagi menghancurkan Leavgard," timpal iblis lainnya.

Merlin menatap semua iblis di hadapnnya dan ia sangat kecewa mendengar jawaban itu.

Sebelum bertanya, pemimpin Negara Sihir Alexis itu mengenakan sebuah mantra untuk mendeteksi kebohongan. Dari mantra itu, matanya dapat melihat semacam aura hitam jika orang itu berbohong dan semua iblis di hadapnnya sekarang ini mengatakan omong kosong. Bahkan anak-anak pun sama liciknya dengan orang tua mereka.

"Aku terlalu naif," ujarnya dan ia berbalik meninggalkan para iblis. "Musnahkan semuanya."

Tanpa ragu, para dragon di sekitar yang sejak awal menyimpan dendang dengan ras iblis, langsung menyemburkan api panas ke tengah-tengah kerumunan membuat semua iblis itu hangus terbakar. Suara jeritan dan tangisan memenuhi udara kota. Namun, para dragon dan semua pasukan Dungeon Hallow, tidak menghentikan serangan mereka sama sekali. Bara panas itu menghanguskan semuanya. Tidak ada yang tersisa. Tidak satu pun.

Marlin sekarang menghampiri Zenda, Ilrune, Hiel dan Kotaro yang sepertinya sedang membicarakan sesuatu.

"Baiklah, sekarang giliran kalian," ujar Marlin.

"Aku mengerti. Kami pasti menghancurkan sisanya," sahut Zenda.

"Anda jaga kota ini baik-baik, Master," ujar Ilruna dengan serius.

"Jangan khawatirkan aku. Kalian selesaikan bagian kalian sesuai rencana," jawab Marlin. Sebenarnya ia ingin ikut untuk menyerang empat tempat yang tersisa. Namun, semua harus sesuai rencana yang Lucius susun karena menurutnya, itu adalah strategi dan arahan yang sangat tepat.

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang