Sebuah batu besar di tengah lapang luas menjadi tempat meditasi sorang wanita cantik. Cara berpakaiannya unik , bagian atas tubuh tertutup dengan semacam kemban kain tebal dan bagian bawahnya berupkai balutan kain motif batik sehingga terlihat seperti gaun. Ada banyak aksesoris dari emas di tubuhnya seperti beberapa kalung besar, tiara dengan ukiran kobra dan kelet bahu yang berbentuk ular melingkar.
Saat ini wanita anggun itu sedang bermeditasi. Mengkonsentrasikan energi sihir miliknya untuk menggunakan skill penerawangan, sebuah mengambaran meresap masuk ke otaknya. Dia melihat seorang laki-laki berzirah biru motif sisik yang tergeletak dan seorang wanita yang tewas dalam pelukan seorang pemuda dengan sebuah duri besar menembus tubuhnya. Hal itu membuatnya langsung membuka mata.
"Leviathan ... dia ...." Bergegas wanita itu beranjak dari batu dan segera meloncat terbang.
Tubuhnya meluncur di udara meski tanpa sayap dan mendarat di dekat seorang wanita tua berjubah hitam lusuh yang juga sibuk berkonsentrasi dalam tapa bratanya. Wanita tua ini duduk bersila di tengah ukiran sihir yang tampak menyala merah di tanah.
"Lampir!" panggilnya. "Leviathan sudah mati."
Mendengar kabar sekutunya tewas dalam medan perang, Lampir justru tersenyum. "Ya, aku juga sudah mengetahuinya, Blorong. Sebelum mati, dia juga berhasil membunuh kunci keberhasilan kita."
Blorong menyilangkan tangannya di depan dada. "Sepertinya kau merencanakan sesuatu yang besar lagi, Lampir."
Nenek tua itu tertawa cekikikan. Gelaknya yang khas menujukkan mungkin hanya dia yang tertawa seperti itu.
"Bermain dengan takdir seseorang dan setiap kejadiannya sesuai seperti yang aku rencanakan merupakan suatu kebahagiaan dalam hidupku, heeehehehehe ...."
Blorong mendengus. "Lalu, apa langkah selanjutnya."
Tangan Mak Lampir bercahaya merah dan langsung dia angkat ke atas. Di waktu bersamaan, sesuatu keluar dari dalam tanah sisi luar lingkaran sihir yang ia duduki sekarang.
Energi merah membalut empat sosok siluet saat terangkat dari tanah. Energi merah tadi menghilang setelah mereka di darat sepenuhnya dan nampaklah empat laki-laki gagah yang sangat terkenal dalam legenda.
"Pergi! Beri bumbu pada Raja Arthur supaya kebangkitannya semakin cepat!" Seruan perintah Mak Lampir tersebut langsung dilaksanakan keempat pria tersebut tanpa bicara. Mereka seketika melesat meninggalkan tuan mereka dan pergi menuju target sasaran yang sekarang sudah tergambar sosok dan keberadaannya di otak mereka.
Blorong menatap kepergian bawahan temannya itu sambil berkata, "Kau sepertinya paling suka menciptakan tragedi. Aku ingat beberapa seperti penyebaran penyakit, menghilangnya sebuah desa bahkan perang antar negara. Untuk kali ini, kau menyebutnya tragedi apa?"
"Mungkin akan bagus jika kunamai 'Bangkitnya Raja Iblis'." Kemudian Mak Lampir tertawa cekikikan yang khas dan melengking.
*****
Erix memeluk erat Haruka yang sekarang bersimbah darah. Duri hitam besar ciptaan Leviathan menembus punggungnya hingga ke dada. Meciptakan rembesan darah yang setiap tetesnya jatuh ke laut.
"Tidak tidak tidak tidak ... Haruka ... tetaplah bersamaku ...." Rasa takut akan kehilangan membuat tubuh pemuda itu gemetar hebat. Pesimis, merupakan teman hatinya saat ini.
"Kenapa ...? Apa yang kamu lakukan? Harusnya itu tugasku."
"Itu tidak bisa ... kami ... masih memerlukan ... keberadaanmu. Kau .. tidak ... boleh mati ...."
"Tapi kau ... kau ...."
"Tidak ... apa ...," ucap Haruka terbatah. "Ti-dak ... apa."
Air mata Erix tumpah tak terhenti. Mengalir membasahi pipi dan jatuh ke laut begitu saja. Bercampur dengan air asin dan larut di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Hallow 2
FantasíaSekuel Dungeon Hallow ~Tamat~ Kelanjutan kisah pertualangan Erix yang terdampar di dunia lain bersama pelayannya, Lucius Ventus. Namun, perang besar antara Pasukan Gabungan Leavgard dan Asmodeus membuat sang tokoh utama lenyap dalam pelukan Haruka. ...