104 : 2.500 Tahun di Masa Lalu

158 31 35
                                    

Erix meluncur di lorong energi dengan pancaran berbagai warna. Sesekali muncul percikan petir, tetapi tidak membahayakan. Membuat Erix tidak terlalu takut akan bahaya yang mengancam. Ia berasa seperti sedang berada di dalam awan hujan yang memunculkan gemuruh, tetapi tidak mengusik pesawat.

Lorong waktu, mungkin itu nama yang cocok untuk menggambarkannya. Hingga, sebuah cahaya yang terang muncul di ujung lorong dan Erix keluar dari sana.

Tubuh pemuda itu seketika terjatuh ditarik garfitasi karena muncul tepat di atas langit. Ia bahkan menabrak beberapa gumpalan awan. Rasa de javu ini membuat Erix teringat saat pertama kali tiba di Leavgard bersama Lucius. Namun, sekarang ia tidak takut lagi dengan ketinggian. Segera ia mengepakkan sayap hitamnya supaya bisa mengambang di angkasa.

Erix menatap dunia di bawahnya. Begitu indah dan masih sangat hijau. Deretan pegunungan yang dikombinasikan dengan hamparan padang rumput membuat terlihat menenangkan.

"Ini 'kah Leavgard 2.500 yang lalu? Tapi, kenapa terasa begitu dingin ...." Sinar mentari bersinar cerah, tetapi suhunya sangat menusuk. Apa lagi Erix hanya mengenakan kemeja dilapisi doublet membuat angin dingin leluasa membelai kulit dan mencengkram tulangnya. "Apa sekarang berada di pertengahan musim dingin?"

Erix merasa sedikit aneh. Jika dilihat dari hijaunya rumput dan lebatnya pepohonan, seharusnya sekarang belum waktunya musim dingin. Namun, apa pun itu ia memilih untuk turun dulu dan mencari informasi.

Ia mengepakkan sayap dan segera melesat turun. Beruntungnya, terdapat sebuah kota tepat di bawahnya dan ia lengsung mendarat agak di pinggir kota supaya tidak menarik perhatian.

Erix menembus keramaian kota dan berlari mencari toko yang menjual mantel bulu musim dingin karen sekarang ini hanya dia yang tidak mengenakannya, bahkan dia dianggap orang aneh.

Semua rumah yang dibangun tampak sangat sederhana. Berupa kombinasi batu dan liat dengan tiang yang melintang sebagai penyanggah dinding. Persis seperti rumah abad medieval Eropa.

Erix menemukan tempat yang ia cari, sebuah toko toserba yang menawarkan berbagai macam barang.

"Aku minta mantel satu," pinta Erix pada pemilik toko setelah ia masuki bangunan itu.

Seorang wanita gemuk dengan pipi kemerahan langsung memberikan barang yang diminta karena mantel merupakan barang yang terbanyak dijual.

"20 nar," ujar wanita itu menyebut harganya.

Erix menerima mantel dan langsung mengenakannya. Akhirnya, suhu dingin berhasil dihalau sempurna. Kemudian ia mengeluarkan kantong uangnya dan langsung membayar. Ia memberikan sekeping uang logam.

Wanita itu menerimanya dengan ragu. "Apa ini?"

"Bayaran ... ah, astaga, maaf. Aku lupa." Erix menarik kembali uang ric yang merupakan mata uang dari Kerajaan Ardesdale, kemudian dimasukkan kembali ke kantong uang dan ia simpan di body bag. Setelah itu ia mengeluarkan kantong uang lain yang berisi koin emas yang digunakan dalam perdagangan internasional. Namun, pemikiran lain seketika terlintas di benaknya. "Sebelum aku membayarnya, tolong jawab beberapa pertanyaanku. Oh, sebelum itu, aku juga butuh peta."

Mata kiri wanita berambut pirang itu tampak kejang-kejang tanda jengkel. "Kau tidak ingin membayar?"

"Aku akan bayar. Tenang saja." Erix mengeluarkan satu koin emas dan ia letakkan di atas meja.

Kedua mata wanita itu langsung terperangah. Dan Erix, tersenyum akan informasi spontan yang di dapat. Koin emas miliknya sepertinya menjadi barang yang sangat berharga dan dia punya banyak barang berharga itu.

"Jika kau menjawab pertanyaanku, aku akan memberimu empat keping lagi," ujar Erix dengan senyum kemenangan.

"Baiklah." Wanita pemilik toko segera berbalik meninggalkan meja kasir untuk masuk ke dalam rumahnya. Sekitar dua menit, ia kembali keluar sambil membawa perkamen yang berupa sebuah peta. "Ini petamu. Jadi, tanyakan apa pun yang kau inginkan."

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang