36 : Menuju Medan Pertempuran

692 93 67
                                    

Erix dan timnya masih berlari cepat. Mereka sudah melewati beberapa hektar sawah dan tiba di ibu kota Wilayah Byakko, Kota Buzen. Dulu, saat Erix menuju Tembok Besar Nara, mereka tidak melewati kota ini karena jalurnya sedikit jauh dari jalur ke benteng. Bisa dikatakan kalau ini pertama kalinya Erix tiba di sini.

Susunan arsitektur tidak jauh berbeda dengan Ibukota Edo, bernuansa Jepang pada abad pertengahan. Yang dipenuhi dengan rumah kayu berpanel. Serta terdapat beberapa pagoda yang tinggi yang sekarang tampak memutih tertutu salju.

Saat Erix memasuki kota, deretan ogre – makhluk bertubuh seperti orc yang terlihat bodoh – dan malaikat jatuh – makhluk seperti manusia dengan sayap hitamnya – menyambut kedatangan mereka. Semua makhluk itu langsung menyerang kelima orang asing tersebut.

Beberapa ogre mengayunkan balok pemukul mereka. Erix, Hiel, Mathilda dan Geppetto yang terbang dengan battle arm-nya, menghindari semua serangan. Berbeda dengan Zenda yang menebas semua ogre itu dengan Pedang Durendal-nya. Semua monster itu seketika hancur menjadi serbuk hitam. Tinggalah dungeon stone yang berserakan.

Kelimanya masih terus melesat. Jika ada musuh di udara yang mendekat, Mathilda langsung menembaki semuanya dengan peluru air dari Bola Dasar Samudra yang ia pegang. Sedangkan dari sisi lain, Geppetto menembaki mereka dengan pistol yang sudah disiapkan.

Berapa banyak pun musuh yang datang, semuanya tidak menjadi halangan untuk menghentikan setiap langkah kelima orang itu.

Sesosok kerdil hijau tiba-tiba datang dan bergabung bersama mereka. Dia adalah Jareth, yang sejak tadi menjadi pengintai. "Musuh berkumpul di depan sana," ujarnya.

"Baiklah. Master Zenda ... Master Mathilda, usahakan untuk mengalahkan mereka dengan cepat. Aku akan menerobos lebih dalam. Jareth ... Hiel ... Tuan Geppetto, ikut aku. Kita harus sampai ke tembok," ujar Erix.

"Apa yang Anda rencanakan di tembok, Yang Mulia?" tanya Zenda.

"Memotong jalur bantuan musuh," jawab Erix tegas.

Erix dan keempat temannya sudah memasuki alun-alun kota. Di sana mereka dihadang dengan ogre dalam jumlah banyak dan malaikat jatuh yang beterbangan di udara.

Zenda langsung melesat dan mengayunkan pedang besarnya. Dalam sekali tebas, sekitar 8 ogre besar tewas dengan tubuh terbelah. Tidak hanya itu, ia kembali meluncur dan kembali mengurangi jumlah musuh.

Tidak hanya Zenda, Mathilda juga ikut beraksi. Ia mengalirkan energinya pada bola sihir di tangannya dan menciptakan banyak tombak air. Dengan ayunan tangan ringan, semua tombak itu membunuh sederet malaikat jatuh.

Erix, Hiel, Jareth dan Geppetto tidak ikut menyerang. Mereka hanya berlari cepat melewati jalan yang sudah dibuka dua teman mereka.

Tiba-tiba, delapan energi kegelapan dalam wujud bola hutam melesat akan menghantam Erix dan Hiel. Dengan cepat Erix menghindari beberapa serangan yang mengarahnya, sedangkan Hiel langsung menebas beberapa bola. Namun, meski begitu, langkah mereka bahkan tidak berhenti meski hanya sedetik.

Di depan, iblis yang dikatakan Jareth sebelumnya mulai terlihat. Wujudnya berupa kuda bertanduk antelop yang berjalan dengan dua kaki. Kedua tangannya adalah tangan unggas dengan kuku menghujam. Dan memiliki ekor yang membentang seperti kipas lipat, membentang dengan deretan mata yang menempel. Persis seperti yang digambarkan sebelumnya.

Adramelech, begitulah Jareth menyebutnya. Sepertinya raja goblin itu mengenali makhluk ini. Namun, dia bukanlah sasaran Erix sekarang. Bersama Hiel, Geppetto dan Jareth, Erix hanya melewatinya.

"Tidak akan kubiarkan kalian pergi begitu saja!" Adramelech mencoba menghalangi langkah Erix. Ia kembali menembakkan banyak sekali bola-bola energi dari mata pada ekornya. Namun, rentetan tombak air melesat dan menghantam semua serangan Adramelech sehingga Erix lolos dari serangan. Iblis itu menoleh ke arah asal serangan, ia mendapati Zenda dan Mathilda di sana. "Kalian tidak akan selamat."

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang