73 : Akhir di Illinixhina

222 46 70
                                    

Merlin masih berdiri menatap ke luar benteng kota untuk mengawasi apakan pasukan susulan musuh akan menyerang atau tidak. Namun, setelah kota A berhasil mereka duduki, belum ada tanda akan serangan balasan.

"Master Merlin," panggil seseorang dari alat komunikasi di telinganya. Dari suara yang terdengar, diduga suara itu milik Kotaro. "Kota D sudah dikuasai."

"Terima kasih, Tuan Kurokaze," ujar Merlin dan Kotaro langsung mematikan alatnya sehingga komunikasi terputus.

Setelah menerima kabar tersebut, Merlina kembali menyalakan alatnya dan menyentuh satu tombol dari beberapa tombol yang ada. Dengan tombol itu, komunikasi alat langsung terhubung ke pusat jaringan.

"Di sini Merlin. Kota A, B, C, dan D berhasil ditaklukkan. Tinggal menunggu Kota E," ujar Merlin.

"Baik, Master. Terima kasih laporannya." Suara seorang wanita terdengar di telinga.

Suara ini sedikit asing di telinga penyihir itu. "Siapa kau? Di mana Lucius?"

"Maaf, Master. Aku Homsa. Tuan Lucius sekarang memimpin pasukan penyihir untuk menghalau serangan musuh," jawab wanita itu lagi agak gugup. Mungkin ini pertama kalinya dia menggunakan alat komunikasi di tenda komunikasi tersebut.

"Musuh! Siapa!?" tanya Merlina agak menggebu.

"Belum ada konfirmasi, Master. Tetapi menurut saksi, musuh yang menyerang merunsul cahaya. Kemungkinan besar para malaikat jatuh," jelas wanita itu lagi.

"Lucifer .... Baiklah, pantau terus perkembangannya. Beritahukan padaku jika mereka butuh bantuan."

"Baik, Master!"

Komunikasi pun terputus dan itu membuat Merlin sedikit cemas.

*****

Di sebuah ruangan yang sangat mewah, terdapat beberapa orang yang terlihat sedang duduk saling berhadapan. Mereka tampak tegang seakan sedang menghawatirkan sesuatu. Tempat duduk yang empuk itu tidak membuat hati mereka tenang sama sekali.

"Kalian tidak perlu risau, tuanku tidak akan mati semudah itu," ujar satu-satunya malaikat jatuh di sana.

"Maaf kelancangan dan ketidak bergunaan saya, Tuan Phoenix. Namun, setelah mendengar Raja Arthur bertarung dengan Beelzebub dan itu membuatku cemas," ujar seorang laki gagah dengan rambut hitam pendek yang disisir ke atas.

"Semua bukan salahmu, Xander. Aku pun demikian," jawab Amel, istri Xander. Meski agak murung, penampilannya tetap cantik dan mempesona. Rambut hitam panjangnya itu begitu halus seakan tumbuh untuk menarik setiap laki-laki agar membelainya. Dua cumpuk rambut yang dikepang di sisi kiri dan kanan, disatukan tepat di belakang sehingga menjadi penyangga supaya rambutnya tidak tergerai ke mana-mana.

"Dia tidak sendiri, ada Raja Dragon Salamander bersamanya," sahut seorang dwarf. Dia adalah Tahrfoc, adik Gavin. Janggut emasnya yang dikepang kiri kanan bahkan tidak bergerak saat ia berbicara.

"Tapi, kenapa hanya Raja yang lukanya terlihat cukup parah," timpal Xander.

"Mungkin musuh yang dihadapi bukan hanya Beelzebub," sahut Tatsumi. Penampilannya yang mengunakan yukata biru seakan memberikan warna tersendiri di ruangan itu.

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Setidaknya dia kembali bukan dalam wujud mayat, bahkan dia behasil membunuh Beelzebub. Bukankah kita harus merayakannya?" sahut seorang wanita yang tampak seperti petarung gladiator zaman Yunani kuno. Terdapat sebuah sabuk jawara melingkari pinggangnya.

"Tapi, Ratu Hyppolite ...."

"Tapi ini, tapi itu. Kau pikir Erix suka melihat kau murung seperti itu!" sergah Ratu suku Thuk tersebut kesal. Xander terlalu pesisimis dan itu membuatnya jengkel.

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang