149 : Haruka, bangunlah

124 31 60
                                    

Dengan tubuh yang terpancar cahaya suci keemasan dan pedangnya terbalut energi yang sama, Erix menghuskan senjatanya itu ke tubuh Haruka yang sekarang sudah tak bernyawa. Sebenarnya apa yang Erix lakukan itu merupakan tindakan tidak sopan, tetapi Erix memiliki alasan tersendiri untuk melakukannya.

"Baiklah, Haruka. Bangunlah." Dari ujung pedang, energi cahaya keemasan menjalar dan membalut tubuh Haruka. Namun, tak sampai satu menit, asap suci itu meletup dan menyebar.

"Apa yang terjadi?" tanya Erix penasaran. Ternyata berjalan tidak sesuai harapan. Diulanginya lagi dan hasilnya tetap sama. Tubuh Haruka seperti menolak energi tersebut. "Kenapa? Kenapa tidak bekerja."

"Erix, lakukanlah dengan serius," ujar Yui sambil sesegukkan.

"Aku-aku tidak tau, Bi. Aku sudah melakukannya dengan benar," sahut Erix kebingungan.

"Lalu apa yang salah?" tanya Yui lagi agak mendesak.

Erix mencoba memutar otak untuk untuk memastikan letak kesalahannya. Namun, dia tidak menemukan apa pun. "Master ...," rengek Erix pada Merlin.

"Aku tidak tahu menahu mengenai ilmu kebangkitan," jawab Merlin kecewa. Pengetahuan ini jelas diluar bidangnya. Dia ingin membantu, walau hanya saran, tetapi tidak ada yang bisa diberitahukan. Dia sangat kecewa sekarang karena tidak bisa berbuat banyak.

"Beatrice?" rengek Erix lagi. Kali ini pada gadis gotik bertampang arogan.

"Anda salah bertanya, Yang Mulia. Jika Anda ingin diajarkan cara mengutuk seseorang sampai mati, aku bisa mengajarimu," jawab Beatrice.

"Mungkin Anda harus memberikan perintah lebih detil lagi pada pedang itu," sahut Yuhka. Hanya teori ini yang terlintas di otak pendongengnya.

"Aku coba." Erix kembali menghunuskan pedangnya pada tubuh Haruka. "Aku memerintahkan engkau, wahai Pedang Aculon. Turuti perintahku dan kabulkan keinginanku. Hadupkan kembali Haruka!"

Erix mentransfer energi jumlah besar ke pedangnya membuat bilah pedang terbalut energi cahaya emas. Energi itu sendiri pun merambat dan membalut tubuh Haruka. Namun, sama seperti sebelumnya. Belum sampai satu menit, energi cahaya meletup dan menyebar ke sekitar. Menguap seperti embun pagi.

"Apa yang salah?" Erix nampak kesal.

"Bagaimana dengan doa," sahut Jean D'Arc.

"Boleh juga." Erix menancapkan pedangnya ke tanah di depan tubuh Haruka – tentu masih dalam pelukan Yui – dan dia mulai bertekuk lutut, kedua tangannya saling menggenggam, kepala sedikit membungkuk dan mata terpejam. "Oh, Dewa. Kabulkan permohonanku."

Lebih buruk. Karena Erix tidak memegang pedang, dia tidak bisa menggunakan senjata tersebut sehingga tidak terjadi apa pun.

"Ah, aku ada ide. Bagimana dengan 'ciuman dari cinta sejati'?" sahut Beatrice.

Erix menatap gadis gotik itu sambil tercengang. Tidak menyangka kalau kalimat itu keluar dari mutut gadis yang – secara penampilan – berusia dua belas tahun.

"Apa?" tanya Beatrice bingung.

Kepala Erix tetep diam tanpa menoleh, tetapi matanya bergerak-gerak ke samping. Sayangnya, Beatruice hanya melongo tidak paham.

Erix memainkan bibirnya untuk menunjuk ke arah Yui, tetapi tetap saja Betarice tidak paham. Padahal Erix ingin memberi isyarat kalau mana pungkin mencium Haruka di depan ibunya.

"Kenapa dengan mata Anda, Yang Mulia?" tanya Beatrice dengan polosnya. Merlin menepuk dahinya akan kepolosan muridnya itu. Padahala kalau ditinjau dari umur, usia Beatrice mungkin sama dengan para manula.

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang