Di daratan berumput kasar yang terlihat remang karena awan hitam tebal menutup langit, tampak dua kelompok kecil sadang saling siaga.
Kedua kelompok itu akan mempertaruhkan segalanya di pertarungan kali ini seakan nyawa mereka bergantung padanya.
"Ini pertama kalinya kita bertarung bersama, Master," ujar Xander. Dia tampak tegang menggenggam kedua tangannya yang sudah tersarung gauntlet tempur.
"Ya, ini suatu kehormatan bagi kami," jawab istri Xander, Amel.
"Jangan lengah," ujar Merlin mengingatkan. Namun, ucapannya terhenti saat melihat murid pertamanya, Beatrice. Gadis gotik itu menatapnya dengan sorot mata dingin. Dia tahu betul maksud tatapan tersebut, tatapan menuntut penjelasan. "Aku tidak bisa menjelaskan secara rinci karena apa yang akan terjadi nanti, tidak akan terjadi."
"Terkadang aku iri dengan caramu mengintip masa depan, Master," ujar Beatrice.
"Kita harus memenangkan ini dulu. Dengan begitu, apa yang ingin kamu tanya akan terjawab dengan sendirinya," sahut Yui. Wand putih sudah tergenggam di tangannya.
"Aku ikut membantu," sahut Prilly, dia sudah menghunuskan rapier miliknya.
"Aku juga." Nagini juga siap dengan scimitar-nya.
"Tidak, kalian bantu dari belakaang," sahut Merlin cepat.
"Tapi ...."
"Maaf," potong Merlin lagi. "Level kalian jauh di bawah mereka. Jika diteruskan, kalian hanya akan membuang nyawa percuma."
"Aku sangat yakin dengan kekuatanku," sahut Nagini sedikit tidak terima.
"Nona Nagini, apa kau masih belum paham kalau di sini ada tujuh orang?"
Ucapan Merlin tersebut sedikit menyadarakan wanita berpenampilan seperti belly dancer tersebut. tujuh orang merupak salah satu syarat untuk menggunakan skill andalannya. "Anda benar juga. Baiklah, aku mengerti."
"Persiapkan dirimu." Merlin berharap besar akan rencana yang tidak pernah mereka susun tersebut, tetapi seakan saling mengerti.
"Apa diskusinya sudah selesai?" tanya Blorong. Senyuman mengejeknya tampak jelas dan itu membuat Yui kesal.
"Apa pun yang kalian rencanakan, kalian semua akan mati," ujar Buto Cakil. Taring bawah dan atasnya mencuat sampai keluar dari mulut. Dia mengenakan celana pendek warna ungu gelap dan bertelanjang dada. Namun, dia memakai banyak kalung di lehernya sehingga dada bidang yang berotot itu tidak kosong. Sosok ini, menarik sedikit perhatian Beatrice.
"Aku penasaran, dengan mulut yang penuh seperti itu, bagaimana kau bisa berbicara dengan lancar," ujar Beatrice mengejek.
"Heh, lucu sekali. Katakan lagi setelah kepalamu putus dari badan." Buto Cakil memang terlihat santai, tetapi sebenarnya dia bersiap untuk menyerang.
Bilah sabit milik Amon dia ayun sampai ujungnya menancap di tanah. Sosok berjubah hitam berkepala burung hantu itu menatap setiap lawannya lekat-lekat. Sepertinya dia menargetkan Prilly sebagai sasarannya. Mungkin ada ketertarikan tersendiri baginya pada wanita itu. Lagi pula, Prilly juga bisa merubah dirinya menjadi burung hantu besar.
"Omonganmu cukup kasar untuk ukuran makhluk sepertimu," sahut Beatrice. Jelas dia memprofokasi sekarang.
Mimik wajah Buto Cakil seketika masam. Dia menggenggam tangannya tanda ia geram.
Hal itu justru membuat Beatrice makin besar kepala. "Lihat, makhluk idiot mulai marah."
Tanpa perintah, Buto Cakil melesat dan akan menerjang Beatrice. Gerakannya sangat lincah bahkan Merlin sempat tercekat. Namun, Beatrice tidaklah selemah itu sampai harus dikhawatirkan. Segera ia menciptakan lubang hitam di depannya untuk menjerat Buto Cakil. Sayang, buto itu langsung berbelok untuk menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Hallow 2
ФэнтезиSekuel Dungeon Hallow ~Tamat~ Kelanjutan kisah pertualangan Erix yang terdampar di dunia lain bersama pelayannya, Lucius Ventus. Namun, perang besar antara Pasukan Gabungan Leavgard dan Asmodeus membuat sang tokoh utama lenyap dalam pelukan Haruka. ...