38 : Tiga Malaikat Jatuh

707 82 56
                                    

Haruka dan ibunya, Yui, beserta Yura, Tias dan Nella tampak berkumpul di depan istana. Mereka berencana ingin ikut dalam medan perang kali ini. Namun, Kaisar menahannya.

Bukan hanya Kaisar, tapi dua adik Haruka – Reigen dan Rin – juga melakukan hal yang sama. Mereka tidak ingin kakak tertua mereka masuk ke medan perang.

Tias dan Nella sebenarnya bisa saja tidak pergi. Namun Yui tidak ingin ditinggal. Sedangkan Yura, yang merupakan pengawal Haruka, hanya diam menunggu perintah. Meskipun sekarang ayahnya pergi berperang lebih dulu.

"Bersabarlah sedikit lagi," ujar Kaisar.

"Tapi, Ayah ...." Sahut Haruka. Namun, sebelum melanjutkan argumennya, suara deru hentakan kaki terdengar memasuki istana. Haruka, dan semua orang di sana, langsung menoleh ke arah gerbang. Di sana, deretan kesatria dalam zirah samurai dengan warna yang berbeda-beda, tampak berbaris sangat rapih. "Mereka 'kan...."

"Katakan pada Genji kalau seluruh pasukan Kekaisaran akan membantu di medan perang. Kita tidak perlu lagi terus bertahan, sekarang saatnya kita menyerang," ujar Kaisar. "Dan juga," lanjutnya sambil mengeluarkan sebuah batu hitam. "Berikan benda ini pada Erix. Katana yang ia bawa adalah Miroku Muramasa, senjata kuno yang ditemukan leluhur kita. Batu ini ditemukan bersamaan dengan katana itu. Mungkin ada maksud tertentu yang kita tidak tahu."

Haruka menerima batu tersebut dengan kedua tangannya.

"Kembalilah dengan selamat," ujar Kaisar sambil mengganggam bahu anaknya itu. "Kau juga Yui."

Haruka dan Yui seketika tersenyum. "Baik!" seru mereka bersamaan.

Rin berlari memeluk kakaknya. "Haruka-onee-sama, kalau bisa, hindari risiko terburuk."

"Aku akan berusaha semaksimal mungkin, Rin. Jangan khawatir," ujar Haruka sambil mengusap rambut hutam adiknya yang halus.

"Yang Mulia, 20.000 pasukan sudah siap!" Seorang samurai berzirah hitam datang mendekat.

"Baiklah, sudah saatnya kami pergi," ujar Haruka melepas pelukan adiknya.

"Jendral Benkai, lakukan yang terbaik untuk Kekaisaran," ujar Reigen. Suaranya terdengar cukup tegas.

"Baik, Yang Mulia. Matsunaga Benkei akan melakukan yang terbaik!" seru samurai tersebut. Lalu ia berbalik dan pergi bersama Haruka dan Yui.

Saat Tias, Nella dan Yura ikut di belakang mereka, Rin menangkap tangan Yura. Sepupu Haruka itu tercekat seketika dan langsung berbalik, "Putri Toshi?" Panggilan umum untuk Rin.

"Kalian kembalilah dengan salamat," gumam Rin. Sepertinya ia ingin menangis.

"Raja para shensin bersama kami. Jadi, tidak ada yang perlu dikahawatirkan," kata Yura dan ia kembali melanjutkan langkahnya.

Semua pasukan berbalik teratur dan keluar dengan barisan yang sangat rapi. Di beberapa posisi, ada prajurit yang membawa bendera kebesaran negara menunjukkan perang kali ini adalah perang besar.

Haruka dan teman-temannya beserta Jendral Benkei dan pasukannya, pergi dari istana meninggalkan Kaisar bersama Rin dan Putra Mahkota.

Kaisar menghela napas panjang menatap kepergian seluruh pasukan samurai. "Aku akan mengumumkan pengunduran diriku sebagai kaisar. Raigen, sisanya aku serahkan padamu."

"Apa! Tapi Ayahanda ...." Jelas Reigen kaget atas keputusan tersebut.

"Aku tidak ingin berdebat sekarang," ujar Kaisar seraya masuk ke dalam istana. Reigen pun diam tak menyahut.

Di sisi lain, Haruka dan teman-temannya segera menghampiri kereta kuda yang sudah di siapkan. Di depan pintu karavan, Madara dan seorang bocah yang mengenakan jinbei putih bercorak kuning, sudah menunggu.

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang