159 : Sergapan - part 1

96 22 53
                                    

Di tengah hutan belantara yang cukup lebat, terdapat sebuah pohon yang tingginya sedikit lebih menjulang dari pohon yang lain sehingga dia nampak mecolok. Besar batangnya pun sungguh memukau. Jika dilubangi dan dipahat, mungkin bisa dibuat tiga ruangan di sana.

Tepat di bawah pohon ini, seorang laki-laki tanpan sedang duduk santai sambil memainkan sebuah batang kayu kecil. Tidak tahu apa yang dia perbuat pada batang kayu itu, tetapi hanya ini yang bisa dia lakukan.

Penampilannya cukup unik. Tidak seperti orang-orang pada umumnya, dia mengenakan kaos putih berlengan pendek, dilapisi dengan kemeja coklat gelap tak berlengan dengan motif batik. Celana yang dia kenakan merupakan cerana kain katun warna hitam polos, mungkin bertujuan supaya mudah bergerak. Di bagian pinggang dihiasi semacam kain bercorak dengan warna sama pada bajunya.

Menunggu merupakan suatu pekerjaan yang sangat membosankan dan bisa saja membuat seseorang stres. Untungnya, tidak dengan laki-laki berambut hitam pendek ini. Kejenuhannya teralihkan saat dia memainkan kayu tersebut.

Tiba-tiba, angin hutan berhembus tidak sesuai semestinya. Dia berhenti memainkan batang kayu dan menatap sekitar.

"Apa ini?" tanyanya dalam hati.

Sebuah lubang hitam muncul di udara tak jauh dari tempatnya duduk dan dia hanya menatap kemunculan lubang tersebut.

Sesosok makhluk seperti manusia, tetapi berkulit merah dengan telinga runcing keluar dari sana. Rambutnya juga merah nampak seperti dikeramas dengan darah. Ada satu tanduk mencuat di dahi, membuat laki-laki yang duduk tadi meyakini kalu makhluk ini adalah iblis.

"Begitu, kah. Ternyata begitu. Pantas saja Master Merlin yang sudah lama tidak menghubingiku tiba-tiba menyuruhku ke sini tanpa memberitahu tujuannya. Ini bukanlah masalah sepele," ujar laki-laki tadi.

Sedetik setelah iblis merah itu keluar dari lingkaran hitam, lingkaran tersebut langsung menghilang seakan diusir oleh sesuatu.

Iblis merah dapat merasakan sesuatu di hutan tersebut. "Anti-teleportasi, kah? Boleh juga. Dan ... kau siapa?"

"Namaku Mardi Isnanda. Aku bukanlah siapa-siapa di dunia ini, hanya seorang shensin dengan lima bintang."

"Uwow, aku tak menyangka bakal disambut langsung oleh salah satu Pelindung Leavgard."

"Dan kau?"

"Oh, maaf." Iblis merah tertawa sedikit untuk menutupi kalau dia merasa bersalah. "Perkenalkan, namaku Mashuud. Aku ingin sedikit mengomentari akan alat sihir anti-teleportasi yang kau gunakan ini. Apa kau sadar kalau sihir ini juga membuat tidak bisa menggunakan sihir teleportasi? Berarti kau juga siap untuk tidak lari meski nantinya akan kalah."

Mardi beranjak, kemudian menarik kaki kirinya ke belakang membentuk kuda-kuda. Dengan kedua tangan yang sudah di posisi siaga, ia siap berkelahi dengan iblis di depannya ini.

"Majulah. Setidaknya aku ingin melawan utusan dari wilayah iblis sehingga aku tidak terbeban mental karena para shensin berperang di garis depan, sedangkan aku hanya di sini."

Mashuud membakar tangannya dan napak seperti gauntlet bara api. "Semangat yang bagus."

Mardi melesat dan menerjang makhluk ini. Di saat yang sama, Mashuud juga melesat dan siap menghantamkan pukulannya.


*****


Di sebuah padang pasir yang sangat panas dan terik. Udara kering berhembus kuat menghantam satu-satunya pondok kecil di sana. Untungnya, kuatnya pondasi saat membangun pondok ini cukup kokoh sehingga terpaan angin tak menjadi masalah.

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang