Setelah menembakkan satu bola lahar jumlah besar dan menghantam komandan pasukan lawan, Raja Dragon Salamander kesal karena serangannya itu tidak berpengaruh besar pada target sasarannya.
"Sial," umpatnya. Dia membentangkan sayap dan siap akan terbang meninggalkan posisinya. Namun, seekor long datang dan menghentikan aksinya itu.
"Yang Mulia Salamander, mohon jangan tinggal posisi Anda! Akan sangat berbahaya jika tidak ada garis pertahanan terkahir," ujar long tersebut.
"Mei Hua, kah." Salamander mengenalinya. "Ini membosankan. Aku seperti pajangan di sini." Bukan perang bagi Salamander jika terus diam sambil menyemburkan bola lahar.
"Ayah, tenang saja. Aku akan mengatasi semuanya!" seru seekor dragon yang mirip dengan Salamander, tetapi dengan warna jingga seperti langit sore.
Dragon itu langsung saja melesat meninggalkan barisan tengah dan segera menuju garis depan.
"Quining, tunggu!" seru Salamander mencoba memanggil putrinya. "Anak itu ...."
"Aku akan bersamanya, Yang Mulia Salamander." Mei Hua melesat meninggalkan Salamander menuju ke arah yang sama putri Salamander tadi meluncur.
Quining menyemburkan lahar panas ke bagian tengah lawan dan menghancurkan sebaris pasukan musuh. Dia mengerahkan serangan itu beberapa kali sampai berhasil membuat area kosong di medan perang.
Namun, seekor berung aneh berukuran besar yang memiliki tiga pasang sayap bermata satu datang dan langsung menerkam Quining dari belakang.
Mei Hua mendepak cepat burung tersebut dengan ekornya dan langsung dia bunuh dengan napas naganya.
"Quining, hati-hati. Jangan gegabah!" seru Mei Hua memperingati cukup tegas.
"Maaf, aku terlalu bersemangat," ujar Quining sedikit merasa bersalah. Hampir saja nyawanya melayang.
"Fokus!" seru Mei Hua dan dia langsung memuntahkan napas naga, menargetkan sisi lain medan perang yang terdapat secumpuk pasukan Man-dug 'Ul.
Quining pun demikian. Dia juga menyemburkan napas lahar sama seperti sebelumnya. Namun, kali ini dengan awas yang tinggi.
*****
Tak jauh dari Quining dan Mei Hua, sekelompok robot futuristik melesat bersamaan membentuk V raksasa dan mereka menjatuhkan beberapa bom.
Rentetan ledakan muncul membumihanguskan banyak pasukan lawan. Namun, bagian yang sudah kosong itu dengan mudahnya terisi dan medan perang kembali padat.
Beberapa monster terbang yang sedikit membingungkan karena wujudnya yang mirip burung sekaligus kelelawar, terbang bergerombol dan mengincar kelompok robot futuristik tadi.
Dari arah belakang gerombolan burung, tembakan senapan terdengar dan burung-burung tadi pun berjatuhan. Di sana ada robot futuristik lain, tetapi setiap gerak-geriknya tidak menunjukkan kalau dia robot. Justru seperti ada orang di dalam zirah tersebut.
"Lanjutkan tugas kalian," ujar robot tersebut sambil menyentuh pelipis. Hal itu dia lakukan untuk menyambungkan gelombang radio antara dia dan kelompok robot tadi sehingga bisa berkomunikasi.
"Baik, Taun," jawab robot yang paling depan. Dia kemudian memimpin kelompknya menuju sisi lain medan perang dan kembali menjatuhkan bom.
Mereka juga bertemu kelompok robot lain dan saling bekerja sama dalam menjatuhkan pasukan udara musuh.
"Lucius!" Seekor burung hantu besar berbulu putih datang menghampiri. "Erix di mana?" tanyanya.
"Sepertinya tuanku sudah berhadapan langsung dengan komandan pasukan musuh," jawab lucius sambil menoleh ke arah pertempuran Erix dan Pazuzu. Burung hantu itu mengapakkan sayapnya dan akan menuju ke sana. Namun, Lucius langsung menghalangi. "Aku rasa itu pemikiran yang salah, Nona Prilly. Akan sangat merepotkan untuk bertarung sambil melindungi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Hallow 2
FantasySekuel Dungeon Hallow ~Tamat~ Kelanjutan kisah pertualangan Erix yang terdampar di dunia lain bersama pelayannya, Lucius Ventus. Namun, perang besar antara Pasukan Gabungan Leavgard dan Asmodeus membuat sang tokoh utama lenyap dalam pelukan Haruka. ...