171 : Menuju Masa damai

97 20 28
                                    

Erix diam di sebuah ruang putih bersih tanpa noda setitik pun. Jika ada pun, itu adalah keberadaan dirinya di sana.

Tahu dengan tempat dia berada, Erix hanya menghela napas. "Ruang ini lagi. Putih terus, sesekali ganti hitam atau loreng-loreng atau polkadot, biar gak itu-itu aja. Yang buat ruangan ini kurang kreatif, nih."

"Kalau begitu, kita ganti." Tiba-tiba, ruangan putih itu berubah menjadi hitam putih seperti papan catur. "Bagaimana?"

"Lumayan," jawab Erix. Saat dia menoleh, seorang laki-laki berzirah emas ada di belakangnya.

Laki-laki tersebut berjalan menghampiri. "Jadi, sudah selesai?"

"Ya, semua sudah berakhir."

"Dua belas abad, dan semua sudah berakhir. Tidak ada yang bisa aku katakan padamu selain rasa terima kasih." Dia menatap Erix lekat-lekat. "Termia kasih banyak karena sudah menyelematkan Leavgard."

Erix hanya tersenyum. "Lalu, sekarang apa?"

Laki-laki tersebut menatap ke arah dinding yang menunjukkan gambar peta benua Leavgard. Erix cukup yakin jika di sana tidak ada apa pun sebelumnya, tetapi dalam sekejap langsung tercipta. "Membangun," jawab kesatria itu.

Namun, Erix sudah tidak mempedulikan trik apa yang orang itu lakukan. Dia hanya fokus dengan apa yang dikatakan. "Ya, Anda benar, Tuan Gilgamesh. Saatnya membangun ulang peradaban."

Gilgamesh menepuk keras punggung Erix dan langsung melangkah maju. "Aku tunggu kau di dunia sana." Sambil melangkah maju meninggalkan Erix, dia melambai tangannya tanpa menoleh sama sekali.

"Sampaikan salamku pada Ibu!"

Secara perlahan, tubuh Gilgamesh semakin meredup dan akhirnya menghilang. Erix hanya tersenyum menatap kepergian pahlawan di masa lampau tersebut.


*****


Udara hangat terasa di kulit. Rasa hangat tersebut mengirim rangsangan ke otak memicu kesadaran Erix dan membangunkan dia dari tidur panjangnya.

Dia buka mata perlahan, dikerjap beberapa kali untuk membasahi kornea dan mulai menatap sekitar.

Kamar mewah ala bangsawan, begitulah yang dia lihat sekarang. Ruang luas berarsitektur zaman renaisans itu, terdapat banyak perabotan mahal dan berkelas. Bahkan ranjang yang dia tiduri sekarang pun pasti berharga sangat fantastis. Selimut yang halus dan bantal yang lembut, dia cukup yakin tidak memiliki barang-barang seperti ini sebelumnya. Hal itu cukup untuk mengetahui kalau sekarang dia berada di tempat yang tidak dia kenal.

Setelah tubuh dan pikirannya dipastikan normal, Erix pun beranjak. Sekali lagi, dia menatap ruangan mewah, tetapi tidak dia dapati siapa pun di sana.

Erix turun dari kasur. Saat melihat pakaian yang dia kenakan berbeda dari yang terakhir dia ingat, terpaksa dia harus menerima kenyataan kalau orang yang mengganti pakaiannya adalah orang yang melihat tubuh telanjangnya. Hal itu membuat kepercayaan dirinya agak luntur.

Di samping semua itu, Erix mencoba untuk berjalan. Dari sini dia menyadai kalau ternyata tangannya ditusuk jarum infus. Tak jauh dari kasurnya tiang infus berada. Mau tidak mau Erix berjalan sambil membawa tiang infus tersebut.

Tubuhnya terasa lemas. Di langkah pertama dia sempat oleng dan hampir jatuh. Untungnya dia cukup sigap dan tetap bediri kokoh. Di langkah-langkah selanjutnya dia lebih berhati-hati dan menapak secara bertahap.

Jendela terdekat dia hampiri dan dia cukup terkejut dengan apa yang dia lihat di luar sana. Bangunan-bangunan tinggi menjulang. Arsitektur seperti zaman peralihan renaisans ke modern itu membuat Erix begitu terpukau. Mewah, megah dan luar biasa fantasi.

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang