Intervision 6th

222 38 99
                                    

Di sebuah ruangan yang agak sempit dengan pencahayaan remang, terdapat seorang laki-laki bertubuh kekar dengan rambut merah panjang. Sebenarnya penampilannya sangat keren dan berwibawa, tetapi kelebihan fisik itu justru terpendam dalam ruang sempit tersebut.

Mata menatap tajam ke arah layar tv dengan tangan yang tampak sibuk memegang sebuah kotak bertombol. Tampilan pada layar tv menunjukkan dua orang laki-laki sedang berkelahi.

"Ah, sial. Hebat juga dia," ujar laki-laki itu sambil memencet-mencet tombol pada kotak yang ia pegang. "Rasakan ini!"

Satu laki-laki pada layar menciptakan energi biru di tangannya dan langsung ia lempar ke arah laki-laki satunya. Serangan tersebut menghantam telak dan membunuh lawannya tersebut.

"Yaaah! Itu dia! Rasakan Jurus Kamekame-ku! Hahahaha ...."

"Bisakan kau kecilkan suaramu. Kau terlalu berisik," ujar senada suara dari ruang sebelah.

"Ini menarik, Shin. Kau juga harus memainkannya."

"Tidak. Benda yang disebut console game itu membosankan," sahut pemuda tersebut. "Aku lebih tertarik pada karya sastra ini."

"Karya sastra apanya. Itu hanya buku cerita bergambar," sahut laki-laki tegap tadi. "Itu untuk anak-anak, Shin."

"Komik. Namnya komik. Ada juga manga dan manhwa, jadi ada banyak jenis," timpal Shin protes. "Dan juga, ini bukan untuk anak-anak saja."

"Bagiku sama saja." Tampilan pada layar berubah. Sekarang karakter andalannya berhadapan dengan musuh lain. "Kali ini giliran kau yang akan merasakan Jurus Kamekame."

Shin tidak menjawab lagi. Dia kembali sibuk membaca cerita dari tablet yang ia pegang.

Pintu kamar diketuk, suara laki-laki terdengar dari luar. "Tuan Salamander. Ada laporan yang harus Anda lihat."

"Laporan apa lagi?" sahut Salamander tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.

"Ada yang meminta untuk pembangunan waduk di kaki Pegunungan Jakarta ...."

"Langsung stampel saja!"

"Tidak bisa, Tuan. Sebagai gubernur, Anda harus mengeceknya."

Salamander yang jengkel karena waktu bermainnya terganggu, langsung beranjak dan membuka pintu. Sorot matanya tajam melihat laki-laki drak yang sekarang di ambang pintu. Tentu hal itu membuatnya takut. Sang raja dragon menatapnya seakan tatapan itu merobek tubuhnya.

Dia mengumpulkan sedikit energi ke tangannya membuat tangan kekar itu terbalut semacam aura. Kemudian, ia mengeluarkan senjata legenda yang ia miliki, Tombak Tujuh Warna. Deretan warna pelangi berputar makin ke bawah dan nampaklah sebuah tombak yang ujungnya berkilau tujuh warna berbeda.

"Tunduk!" ujar Salamander memerintah. Laki-laki drak tersebut langsung bertekuk lutut. Kemudian, Salamander menyentuhkan ujung tombak ke bahunya. Salamander tampak seperti raja yang mengangkat seorang kesatria. "Namamu?"

"Gregor."

"Gregor, aku mengangkatmu sebagai Wakil Gubernur Kota Bullburg."

"Maaf ... Tuan ...."

"Mulai sekarang, lakukan tugasmu sebagi penggantiku."

"T-Tuan ...."

"Lakukan tugasmu atau aku akan menjadikanmu makan malamku." Sorot mata Salamander begitu tajam, bagai pemangsa yang siap menerkam.

Tubuh Burlug seketika gemetar dan dia langsung menyahut, "Baik, Tuan." Segera ia beranjak dan pergi dari sana.

"Cih, mengganggu saja." Salamander kembali masuk ke kamarnya, menutup pintu dan kembali memainkan game yang tadi tertunda.

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang