108 : Pulau Beku

177 31 34
                                    

Menit bergabung menjadi jam. Jam terkopresikan menjadi hari dan hari telah bergulir dengan cepat. Tiga hari waktu yang sudah Erix janjikan, pun telah berakhir. Langit Kota Lindersis – Kerajaan Magnum – yang dulunya cerah, kini terus menurunkan bulir-bulir salju. Bahkan, dunia mengalami krisis suhu hangat sekarang.

Sebagian besar benua mulai membeku. Para penduduk mencoba bertahan hidup dengan sistem perapian di setiap rumah mereka. Makanan mulai langka, membuat para pemimpin wilayah cemas akan hal itu.

Gudang-gudang sudah dikosongkan untuk menyokong hidup para rakyat yang tak tahu harus berbuat apa.

Erix yang tidak terlalu mempermasalahkan urusan makanan, karena ia bisa mendapatkannya dengan mudah dengan menggali es di laut yang membeku, tampak gusar dan keluar penginapan dengan hati yang cemas. Berharap nasib buruk yang ia pikirkan sekarang tidak terjadi, Raka gagal dalam negosiasinya.

"Apa yang harus kita lakukan? Jika begini terus, kita tidak bisa mengadakan festival Malam Ganghan," keluh wanita pemilik penginapan yang merebahkan kepalanya di atas meja kasir. Penghasilannya bahkan turun drastis beberapa minggu terakhir sejak salju turun di musim panas. Mengubah cuaca hangat menjadi beku.

"Dunia sudah berakhir," sahut salah satu penginap yang tampak mabuk dengan secangkir minuman keras di tangannya. "Leavgard sudah kiamat!"

Erix yang mendengar ucapan itu tampak pura-pura tak acuh. Ia meneruskan langkahnya meninggalkan penginapan dan pergi menelusuri kota tersebut.

Sepi dan juga dingin, membuat suasana mencekam. Seperti kota mati ditengah musim dingin.

Erix menenggelamkan tangannya ke saku pada mantel tebal yang ia kenakan sekarang. Melindunginya dari suhu dingin mematikan.

Namun, kegusaran mengalihkan emosinya. Waktu perjanjian telah berakhir dan sekarang adalah gilirannya.

Erix mengeluarkan sayap hitam dari body bag yang secara otomatis terpasang di punggung dan langsung dikepakkan. Tubuh pemuda itu seketika melesat tinggal landas dan terbang membelah langit.

Beberapa orang yang tak sengaja melihat aktifitas Erix tersebut, seketika tercengang. Karena di zaman ini hanya burung yang memiliki sayap, tak salah jika mereka menganggap kalau Erix adalah makhluk lain.

"Malaikat ... malaikat Dewa Wasalu telah tiba ... malaikat Dewa Wasalu telah tiba!" serunya kegirangan.

Tidak hanya dia, beberapa orang yang juga menyaksikan hal itu pun langsung tunduk dan sujud ke arah Erix terbang tadi. "Tolong ... selamatkan kami ...."

Dengan begitu, tak butuh waktu satu jam, romor kalau malaikat hitam dari dewa kegelapan telah tiba untuk mengalahkan Roh Es, seketika tersebar luas di seisi kota.

*****

Tekanan angin dingin bagian dari banyaknya badai salju menerjang Erix yang mencoba memasuki wilayah Roh Es, tempat dari suhu dingin ini berasal.

Erix juga sudah mengalirkan tubuhnya dengan energi cahaya dan kegelapan untuk menghalau tekanan angin tersebut. Energi cahaya untuk menghangatkan tubuh dan energi kegelapan untuk menyingkirkan hempasan salju, keduanya bekerja sama seperti mata bor menembus apa pun di depannya.

Sayap hitam Erix terus ia kepakkan dan mendorong tubuhnya untuk makin dekat lagi dengan pusat badai. Namun, tekanan angin tak membiarkan hal itu begitu saja. Bahkan, dari gumpalan badai, Erix melihat sosok seperti siluet manusia mencoba menghalangi jalannya.

Makhluk itu mengayunkan tangannya dan menghantam apa pun yang dilewati. Erix pun terhempas kuat. Ia melayang-layang dan berputar-putar di udara seperti bulu yang beterbangan.

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang