Kota sederhana persis zaman Edo Jepang, Kota Ginkaku, sudah terlihat. Di sana tampak sepi. Hanya beberapa oni wanita – mengenakan yukata sederhana – yang terlihat hilir mudik.
Erix mempercepat laju terbangnya dengan mengepakkan kedua sayap dan mendarat menghampiri salah satu wanita oni tadi.
"Tolong, berikan dia tempat untuk istirahat," ujar Erix setelah dia mendarat. Hal itu membuat oni tersebut kaget.
"Si-siapa kau ...."
Erix tidak menjawab, dia malah memberikan sebotol norn elixir pada wanita itu. "Jika dia mulai siuman, berikan elixir ini padanya."
"Tu-tunggu ...."
"Aku harus segera ke bibir pantai untuk membantu Hakurou." Erix mengepakkan sayap hitamnya dan langsung tinggal landas. "Aku mengandalkanmu."
"Tunggu ...." Sayangnya, pemuda yang dia panggil sudah melesat menuju pantai.
Bingung, tentu saja. Tiba-tiba dimintai tolong dari orang yang tidak dia kenal. Namun, bukan berarti dia akan menelantarkan bocah kucing itu begitu saja. Tetap dia bawa bersamanya menuju ke rumah mengingat pemuda tadi menuju pantai yang artinya dia akan ikut pemimpinnya berperang.
*****
Kericuhan medan perang tampak memanas dan keruh. Para oni, yang bekerja sama dengan shinobi Takegakure, tampak kewalahan menghadapi gerombolan monster ikan pemangsa yang lebih banyak dari jumlah mereka.
Terlihat pula Shin dalam wujud dragonnya, mengamuk di tengah teluk. Menembakkan banyak bola api biru ke air dan meledakkan lautan. Namun, sejauh yang Erix lihat, dia mulai kewalahan. Monster ikan seperti hiu jumlah banyak, terus mengerubunginya.
Tidak sengaja Erix melihat sebuah kotak roket yang berasap di pinggir medan perang. Tak jauh dari sana, Hiel berjalan sempoyongan dan berjongkok untuk muntah. Sekarang dia mengerti kenapa roket yang ia lihat sebelumnya mengeluarkan suara teriakan.
Erix mengepakkan sayapnya menghampiri temannya itu.
"Hiel, kau baik-baik saja?" tanya Erix khawatir.
"Oh, Yang Mulia. Ya, aku baik-baik saja." Meski masih terlihat agak pusing, Hiel tetap mencoba berdiri tegak.
"Stabilkan diri dulu, baru setelah itu bantu di medan perang." Erix menepuk pundak Hiel dan langsung terbang.
Seperti yang dikatakan tuannya, Hiel menyandarkan diri di batu besar dan duduk di sana. Dia menyentuhkan dahi sambil memikirkan Aegina di ruang tahta istana. Dengan menyambungkan mana-nya dan mana Aegina, sihir telepati pun terhubung.
"Nona Aegina, ini aku, Hiel."
"Tuan Hiel, bagaimana keadaan di Kota Ginkaku?" sahut suara wanita yang terdengar halus di sebrang.
"Di sini cukup kacau. Perbandingan pasukan cukup jauh berbeda. Raja dragon Shindrakiert terlihat kewalahan menghadapi musuh di dalam air," jelas Hiel. "Dan juga," lanjutnya. "Aku bertemu Raja di sini."
"Raja Arthur! Aku pikir dia ke Dataran Halley."
"Aku juga berpikir begitu," sahut Hiel. "Aku akan kembali ke medan perang. Akan aku hubungi lagi nanti."
"Baiklah. Kami selalu menunggu informasi darimu." Telepati pun terputus.
Pandangan Hiel sekarang sudah normal, tak lagi bergoyang seperti orang mabuk. Segera, ia keluarkan pedang dan berteriak masuk ke medan perang.
Erix mendarat dan langsung membelah hiu yang berjalan dengan keempat kakinya. Kemudian ia ayunkan lagi pedangnya membelah seekor buaya, lalu monster ikan berleher panjang, monster hiu gergaji dan banyak monster-monster ikan ganas lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Hallow 2
FantasySekuel Dungeon Hallow ~Tamat~ Kelanjutan kisah pertualangan Erix yang terdampar di dunia lain bersama pelayannya, Lucius Ventus. Namun, perang besar antara Pasukan Gabungan Leavgard dan Asmodeus membuat sang tokoh utama lenyap dalam pelukan Haruka. ...