"Jadi? Apa yang harus di ikhlaskan?" Tanya Qyrha.
Sania dan Evan hanya mampu diam seribu bahasa. Bingung mau mengatakan apa.
"Ayah? Ibu? Apa yang harus di ikhlaskan?"
"Kau tadi mendengar apa?" Tanya Evan memastikan.
"Hanya mendengar kata ikhlas."
"Berkatalah sejujur-jujurnya, Nak."
"Memang benar, aku hanya mendengar kalian berbicara ikhlas. Memangnya apa yang harus di ikhlaskan?"
Sania dan Evan menghela napas karena akhirnya mereka tidak punya hutang penjelasan kepada Qyrha.
"Tidak apa-apa, Nak." Jawab Sania lembut.
"Ibu? Mengapa nangis?" Ucap Qyrha panik lalu mendekati Sania dan menangkup wajah mulus Sania.
"Ayah membuat Ibu menangis ya?" Sinis Qyrha menatap Evan.
"Ngga, Sayang. Ibu ngga nangis."
"Bohong! Aku bisa ngeliat kalau Ibu habis nangis. Ibu nangis kenapa, Bu?"
"Ngga apa-apa, Nak. Kau tadi bukannya ingin pergi ke sekolah? Ibu mengizinkanmu, Nak. Tapi berjanji lah untuk berhati-hati ya. Ibu tidak ingin kau terluka lagi, Nak. Lihat saja wajahmu, tanganmu, kakimu, masih banyak luka yang belum kering. Belum lagi ditambah memar dan lebam. Ibu heran sekuat apa dirimu." Ucap Sania lembut sambil mengusap rambut Qyrha dengan lembut.
"Sekuat Ibu." Ucap Qyrha sambil tersenyum hangat menatap Ibunya itu. Sania membalas senyuman Qyrha dengan setetes air mata yang meluncur begitu saja. Qyrha terkejut.
"Hey, Ibu, kok Ibu nangis lagi sih? Qyrha ada buat salah ya? Yaudah deh Qyrha ga pergi sekolah, lagian Qyrha masih di skors kan." Ucap Qyrha sambil memeluk Sania.
Evan memberi kode agar berhenti menangis kepada Sania yang kebetulan wajahnya menghadap ke Evan.
"Ibu gak apa-apa, Nak. Ibu hanya terharu, kau sudah besar ya, tak terasa sebentar lagi kau akan menggantikan kami." Ucap Sania seraya melepaskan pelukan dan memegang bahu Qyrha.
Qyrha membelalak terkejut.
"Ngga ahh, Qyrha gamau."
"Siapa yang bisa menolak takdir?" Tanya Evan membuat Qyrha terdiam.
"Mengapa harus aku, Ayah?"
"Karena kau yang telah di takdirkan."
"Bisakah aku mengganti nasib?" Tanya Qyrha frustasi.
"Nak, dengarkan Ibu. Kita sudah pernah bahas ini bukan? Apa kau mau jika Leader Mafia di masa yang akan datang hanya bisa menindas kaum kecil? Leader Mafia berbau kejahatan? Apa kau ingin itu terjadi?"
Qyrha menggeleng.
"Terima takdir ini.." Lirih Sania.
"Hmm... Baiklah kalau begitu... Akan ku jaga amanat ini.."
"Kami sayang kamu, Nak."
"Qyrha juga sayang Ibu dan Ayah." Ucap Qyrha seraya memeluk hangat mereka berdua.
Apa yang harus ku lakukan selanjutnya? - Batin Qyrha.
"Jadian dulu dengan Arthur.." Ledek Evan yang sempat mendengar suara hati Qyrha.
Qyrha terkejut lalu melepaskan pelukan itu.
"Gamau ish!"
"Berarti kamu menolak takdir." Ucap Sania dan membuat Qyrha sedikit tertohok.
"Arthur bukan takdir Qyrha!"
"Terserah kamu dehh, Ibu ama Ayah akan mendoakan yang terbaik buat kamu." Ucap Sania.
"Aamiin..." Balas Qyrha. Evan dan Sania tersenyum.
Mereka berdua lega karena sesuatu yang mereka khawatirkan akan segera hilang.
Mereka percaya bahwa Qyrha akan menjadi Leader yang sangat tepat saat kepergian mereka terjadi.
Dunia Mafia yang Evan dan Sania pegang sebentar lagi akan jatuh ke tangan Qyrha. Putri dari keluarga Angkasa yang di rawat oleh keluarga Delvon.
Cinta, keabadian, kekekalan, kesetiaan, pencitraan, kedamaian, keharmonisan, keanggunan, kecantikan, semua itu ada di tangan Qyrha.
Tangan dingin,
Wajah dingin,
Suara dingin,
Sangat tepat untuk menjadi Leader Mafia selanjutnya.
Gadis 16 tahun itu sebentar lagi akan menginjak 17 tahun.
Selama 17 tahun ia telah hidup.
Melalui banyak rintangan.
Di dunia yang di tinggali oleh makhluk yang tidak tahu diri.
"Seventeen years old." Ucap Evan pelan.
"2 bulan lagi, Sayang." Balas Sania.
Qyrha tersenyum.
"Mau di rayakan?" Tawar Evan. Qyrha dengan cepat menggeleng. Dan membuat tanda tanya di dalam pikiran Evan dan Sania.
"Kenapa, Sayang? Sweet seventeen kamu akan jadi hari paling berharga dalam hidup kamu, Nak."
"Kita harus rayakan ya?"
"Qyrha gamau rayain hari itu. Bagi Qyrha, itu adalah hari terburuk dalam hidup Qyrha."
"Ibu ingin kamu punya hari bahagia setidaknya satu hari di dalam hidup kamu, Nak."
"Ibu, Ayah, semua hari yang Qyrha jalanin itu udah jadi hari-hari bahagia buat Qyrha. Karena ada Ibu dan Ayah yang selalu nemenin Qyrha."
"Kau ini sangat keras kepala. Sudah, intinya, Ayah dan Ibu akan menggelar pesta besar-besaran untuk mengenang hari dimana kau bertambah usia menjadi tujuh belas tahun." Ucap Evan keukeuh.
"Gausah buang-buang duit, Yah. Qyrha gak perlu kaya gituan, yang Qyrha mau cuma bersedekah disaat umur Qyrha berkurang."
"Kau selalu bilang itu, Nak. Kami ingin kau mengenang setidaknya satu hari bahagia dalam hidup kamu.." Lirih Sania bingung karena sikap putrinya yang bisa dibilang cukup aneh.
"Qyrha cuma pengen Ayah ama Ibu yang selalu ada di samping Qyrha. Dan kalian gak boleh lupa kalo kalian ada hutang penjelasan mengapa tidak ingin memiliki keturunan dan malah memungut anak. Ingat kan Bu, Yah?"
Evan dan Sania mendengus pasrah.
Menghadapi Qyrha yang sudah membuat keputusan tetap bukanlah suatu hal yang mudah.
Gadis itu gadis yang sangat keras kepala.
Tetapi, keputusannya tidak buruk juga.
Dan pada akhirnya, sepasang suami istri ini akan menceritakan sebuah rahasia kelam milik mereka kepada Qyrha.
Rahasia mengapa mereka berdua tidak memiliki keturunan.
Apa ada sesuatu?
Dan jangan lupakan satu hal.
Kematian.
Qyrha berjanji satu hal.
Ia akan menjadi gadis yang di inginkan semua orang.
Ia berjanji.
Tidak akan menangisi hal yang bodoh.
Tidak akan mengeluh.
Tidak akan menjadi rapuh.
Tidak akan mengecewakan siapapun.
Dan,
Semoga ia bisa mewujudkannya.
Qyrha berjanji.
Jangan lupa Vote+Comment+Share Story ini ke teman-teman kalian. Thanks♥️.
KAMU SEDANG MEMBACA
Qyrha & Her Secret (Tahap Revisi)
Action[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN MELIHAT CERITA HANYA DARI COVER DAN JUMLAH PARTNYA SAJA, INI PARTNYA BANYAK TAPI ISINYA SEDIKIT YA]. [WARNING⚠️ INI CERITA AMATIR PERTAMA SAYA, YANG SAYA BUAT SAAT MASIH KELAS 8 SMP, DAN SANGAT TEROBSESI AKAN ADANYA...