Episode 105

1K 74 28
                                    

Subang Larang masih terbaring di kasurnya .
Tiba tiba....

"Arghhh...perutku ya allah...perutku tiba tiba sakit sekali...Kakanda!!!"
Rintihan sakit Subang Larang terdengar oleh Prabu.

Dengan cepat Prabu ke kamar Subang Larang.

"Dinda...dinda!!!"

"Kakanda perutku tiba tiba sangat sakit sekali!"

Prabu mencoba menyalurkan hawa murninya untuk membantu meredakan sakit di perut Subang Larang tapi....

V.O  Prabu Siliwangi
"Jagat Dewa Batara, kenapa hawa murniku tidak bisa masuk ke dalam tubuh Dinda Subang Larang"

Kian Santang, Walangsungsang dan Rara Santang yang mendengar rintihan sakit Ibundanya baru datang ke kamar.

"Ibunda!"

"Pp...putraku...pp...putriku"

Rintihan sakit Subang Larang semakin menjadi.

"Ya allah...Kakandaaa...!!!"

Subang Larang memegang perutnya terus menerus yang terasa sangat sakit.
Ia terus merintih.

"Putraku putriku bantu ayahanda menyalurkan hawa murni untuk Ibunda kalian!"

"Baik Ayahanda"

Secara bersamaan Hawa Murni Prabu Siliwangi menyatu dengan Hawa Murni Kian Santang, Walangsungsang, dan Rara Sanyang.

Usaha mereka untuk meredakan sakit pada perut Subang Larang gagal....

"Astaghfirullah, Ibundaaa!!!"

Rintihan Subang Larang yang semakin keras membuat Prabu dan ketiga putra putrinya mulai panik.

"Kkk...kakanda...ddinda...sudah...ttidak tahan...lagi"

Subang Larang perlahan menutup matanya.

"Ibundaaaa!!!"

"Dindaaaa!!!"

Kian Santang, Walangsungsang dan Rara Santang berlari menghampiri Ibunda mereka yang sudah tidak sadarkan diri.
Mereka memeluk Ibunda mereka.

"Ibunda...bangun bunda!"

Prabu menatap Subang Larang dengan lemah.

Praharsini masuk ke kamar Subang Larang.

"Permisi Gusti Prabu, Raden, Nyimas izinkan hamba memeriksa kondisi Gusti Ratu"

"Silahkan, Praharsini"

Praharsini memeriksa denyut nadi, detak jantung Subang Larang.

"Denyut nadi Subang Larang mulai lemah Gusti"

"Astaghfirullah"

"Jagat dewa batara"

"Kenapa Ibundaku tidak sadar, Praharsini?"

"Aku pun juga tidak tahu Raden"

Secara mendadak mulut Subang Larang mengeluarkan darah.

"Astaghfirullah ibunda"

"Dindaaa!"

Kian Santang yang panik mencoba mengelap darah yang dimulut ibundanya dengan Ikat Kepalanya.
Perlahan dibersihkannya darah yang terus berceceran di mulut Subang Larang.

"Praharsini, kenapa keadaan Ibunda jadi seperti ini?"

"Sebentar Raden, hamba akan mencoba mengecek kondisi Gusti Ratu"

Setelah memerika kondisinya....

"Kondisi Gusti Ratu sedang sekarat!"

"Jagat Dewa Batara, pasti ada penawarnya Praharsini!"

"Memang ada penawarnya Gusti, tapi...."

"Dimana penawar itu cepat beritahu diriku, Praharsini!"

"Penawar itu bernama Mustika Gading, Mustika itu terletak di ujung sebelah barat Pajajaran, Raden"

Kian Santang menyerahkan ikat kepalanya tadi kepada Rara Santang untuk mengelap darah di mulut ibundanya.

"Ayahanda biarkan aku mencari mustika itu"

"Baiklah Putraku, sekarang nyawa ibundamu berada di tanganmu!"

"Aku mengerti Ayahanda, aku pamit"

"Semoga berhasil Putraku, doa ayahanda akan selalu mengirimu"

Kian Santang yang hendak bergegas pergi tadi, dihalang oleh Ratih.

"Raden aku ikut denganmu!"

Kian Santang menoleh kebelakang ke arah Ayahandanya.

Prabu yang mengerti maksud Putranya mengangguk pelan.

"Baiklah kau ikut denganku, Ratih!"

Kian Santang menggenggam tangan Ratih lalu pergi keluar Istana menggunakan Kuda Kesayangannya.

Amuk Marugul yang mengetahui keadaan Subang Larang dan maksud Kian Santang mulai membuat rencana.

V.O Amuk Marugul
"Inilah kesempatanku untuk membunuh Kian Santang!!!"

Perjalanan pengembaraan Kian Santang bersama Ratih mencari Mustika Gading dimulai.
Ratih yang takut menunggangi kuda langsung memeluk Kian Santang dari belakang.

Pelukan mendadak dari Ratih membuat  Kian Santang gemetaran dan menarik tali kudanya untuk berhenti sejenak.

"Ada apa Nyimas?"

"Aku takut menunggangi Kuda!"

"Baiklah sekarang turun dan pindah posisi dudukmu!"

"Aku akan duduk dimana selain dibelakang?"

"Duduk di depan!"

"Duduk di depan, di depan tali kudamu?"

"Ya, agar kau tidak takut menunggangi kuda!"

Ratih menuruti Kian Santang.
Ia turun dari tunggangan kuda.
Kian Santang menjulurkan tangannya ke Ratih, dengan senang Ratih membalas juluran tangan Kian Santang.
Perlahan ia naik ke tunggangan depan.
Dan akhirnya berhasil walaupun sedikit takut.
Ia memegang tangan Kian Santang.

"Apa kau masih takut?"

"Ya Raden!"

"Baiklah kau bisa memegang tanganku tapi jangan sampai tangamu sampai menyenggol tali kuda atau kita akan jatuh dari kuda secara bersamaan"

Ratih hanya mengangguk pelan.

Kian Santang menarik tali kuda untuk jalan kembali.

V.O Ratih
"Walaupun aku sangat takut tapi ketakutanku sudah hilang semenjak Kian Santang  mulai peduli denganku!"

Amuk Marugul membututi Kian Santang dengan kuda kerajaan.

V.O Amuk Marugul
"Inilah saat saat terakhirmu Anak Siliwangi bodoh!"

Amuk Marugul melempar Pedang ke arah Kian Santang dan ....

Jlebbb....

Pedang lemparan Amuk Marugul mengenai Punggung Kian Santang.

"Arghhh...ahhh...allahu akbar!"

Pedang lemparan Amuk Marugul hampir menembus ke jantung Kian Santang.

Ratih yang di depan Kian Santang mulai panik dengan kedaan Kian Santang.

"Raden...Raden kau tidak apa apa?"

Seketika Kian Santang jatuh dari Kuda karena tak kuat menahan tali kuda karena rasa sakit dari pedang yang menancap dalam di punggungnya.

Waduhhh gimana kondisi Kian Santang😭kalau kayak gini?

NextEpisode!!!

Jangan lupa Follow dan Vote

Kembalinya Raden Kian Santang ( Season 2) Chapter 1 | [ TAMAT ]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang