Octagon 3 - 179 : Pembatas dan Batasan

223 32 49
                                    

Ragu, memang, walau pada akhirnya Hongjoong tetap mengetuk pintu pada pukul sebelas malam tersebut. Hongjoong menunduk, mempersiapkan diri dengan menarik napas panjang, untuk menunggu beberapa saat, sampai pintu pun terbuka-Hongjoong yakin siapapun yang membukakan sudah melihatnya melalui intercom.

Yang membukakan pintu adalah Jihyun, ibunya.

Hongjoong langsung menyapanya dengan sebuah senyuman. "Bu, Ayah ada?"

"Ayah kamu tidak tinggal di sini, tapi kebetulan memang mau datang tengah malam nanti." Jihyun menjawab, sembari langsung menarik Hongjoong masuk melalui punggungnya. "Anakku sayang. Kabari dulu seharusnya?"

"Rafa pikir Paman bilang?"

Jihyun menggeleng tapi tak mempermasalahkannya. Jihyun langsung menutup dan mengunci pintu kembali, lalu mengusap-usap lengan dan punggungnya, untuk menghangatkannya dari angin malam di luar. "Duduk atau tengok adik kamu di kamar. Cecil sakit."

"Sakit?" Hongjoong menatap cemas sembari membuka jaketnya.

Bersamaan dengan sang Ibu hendak beranjak menuju dapur. "Iya. Kebanyakan belajar—adik kamu sangat ingin masuk Universitas Badasa. Jadi sekarang tak enak badan. Padahal ujiannya sudah lima hari lalu, tapi drop baru dua hari lalu."

"Um..." Hongjoong bergumam, menaruh jaketnya di atas sofa secara asal dan berjalan pada sebuah pintu yang diperkirakannya sebuah kamar. Walau sebenarnya ada dua, bersebelahan. "Yang mana, Bu?"

"Kiri, sayang." Jihyun menoleh, mengambil teko untuk memanaskan air. "Tengok dulu saja. Tadi tidur, entah sekarang."

Tak membalas lagi, Hongjoong hanya menuju pintu dan kemudian membukanya. Berpikir bahwa Nagyung memang tidur adanya. Tetapi begitu melihat bahwa Nagyung tak terlelap, Hongjoong pun melangkah masuk dan mendekat, pada sosok yang tampaknya tengah bertukar pesan.

Hongjoong tersenyum.

Berhasil membuat Nagyung terkejut, dan langsung terduduk, menyibak selimutnya. "Kak Rastaf!"

Seruan itu, cukup dirindukan Hongjoong. "Sakit?"

Nagyung tampak menjatuhkan ponselnya ke atas paha, seperti anak kecil tak sabaran, menggung Hongjoong duduk di hadapannya. "Udah lumayan~ panasnya udah turun. Cecil cuma kecapekan. Banyak belajar soalnya."

"Mm..." Hongjoong diam, menarik napas dan kemudian menepuk pahanya. Tak tahu harus membicarakan apa, Hongjoong melirik ke arah ponselnya, sehingga ia tersenyum. "Lagi chat-an sama Jongho?"

Pesannya tak terbaca.

Tapi dari layarnya, Hongjoong melihat banyak emoji, jadi dia hanya menebak.

Hanya saja, Nagyung sedikit terkesiap, meraih ponselnya. Kekehannya agak canggung, sambil ia menjawab, "bukan. Ini Kiki."

"Keeho." Hongjoong mengangguk paham, sedikit menahan napas. Lalu Hongjoong mengusap pahanya pelan. "Tapi sudah ketemu Jongho belum?"

"Belum." Nagyung menjawab, lalu menepuk dahinya. "Oh! Cecil lupa belum balas pesan Jongho..."

Kembali Hongjoong terdiam.

Bersamaan dengan itu, Jihyun masuk ke dalam pintu kamar setengah terbuka tersebut, sembari membawa teh panas. Jihyun memberikannya dalam sebuah mug, pada Hongjoong, yang langsung menerimanya. Lalu Jihyun berdiri di samping Hongjoong, dan menarik kepalanya, untuk mengusapnya pelan.

"Cecil diajak pulang ke Kolenmijn gak mau. Padahal persiapan untuk kuliah pun masih ada waktu." Jihyun berucap, seperti mengadu, lalu melirik ke arah Hongjoong. Jihyun hanya mencoba memastikan. "Nak, kamu yakin sudah berani bertemu publik lagi? Setelah berita kecelakaan kamu, pembunuhan yang diambil alih oleh adik kamu, dan kemudian kemunculan kamu di pemakaman Soobin Arga Sastra. Memang kamu sudah siap? Ibu bisa menuntut agensi kamu yang terlalu mendorong—"

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang