Octagon 3 - 40 : Bergerak Dalam Diam

236 33 34
                                    

Dalam diam, Jongho menutup pintu kemudian.

Hal itu berhasil menarik perhatian Jihyun dan San, yang tengah duduk di sofa, melipat pakaian-pakaian yang baru keluar dari pengering mesin cuci. Kedatangan Jongho jelas membuat mereka penasaran, setelah keluar dari kamar Nagyung, untuk menemuinya, yang juga ditemani oleh Saerom.

Jihyun langsung menaruh pakaian yang tengah dilipatnya di atas paha, lalu menatapnya dengan penasaran juga khawatir.

Tetapi Jongho hanya tersenyum tipis, lalu mendudukkan diri di balik tubuh San, yang posisinya agak miring agar menghadap Jihyun. "Nagyung mau lihat Jongho, Tante. Cuma... Nagyungnya masih diam, masih agak-agak takut. Jongho jadi gak tega..."

"Kasih dulu waktu." Jihyun justru yang tak tega. "Kamu anak baik, kasih Nagyung waktu dulu, ya? Mungkin, Nagyung masih kesulitan."

"Iya..." Jongho mengangguk, lalu melihat ke arah yang mereka lakukan. "Biar Jongho bantu juga."

Namun San menolaknya langsung. "Mending lo istirahat dulu. Lo terus khawatir sama Nagyung sampai tidur lo gak nyenyak. At least, take some nap."

"Gak perlu."

Jihyun tersenyum tipis, melanjutkan pekerjaannya. "Pokoknya nanti Tante mau bawa Nagyung pulang, tapi belum tahu kapan. Tante masih di sini dulu, sampai urusan Ayahnya selesai dengan Hongjoong—walau tak mungkin selesai. Karena Ayahnya juga ingin membawa Hongjoong pulang, untuk mengembalikan nama."

"Nama Prananto?" San memastikan.

Di sanalah Jihyun tersenyum dalam kesedihannya. "Iya, Nak. Nama Prananto. Ibu... tau rasanya, pasti berat sekali bagi Hongjoong memiliki nama itu. Nama belakang... memang menyulitkan. Semua perkara segaris keturunan, akan jadi perkaramu nantinya. Jadi memang Ibu setuju untuk menghapusnya. Waktu itu, Jongho juga menjadi saksi."

San melirik Jongho yang mengangguk tipis.

"Hanya saja, Ayahnya ingin Hongjoong mengembalikannya lagi." Sang Ibu melirik samar pada pintu kamar. "Nagyung juga... memilikinya. Nama itu ditambahkan saat Nagyung dibawa pulang pertama kalinya..."

"Sebelumnya enggak?"

Jihyun mengembalikan pandangan, menggeleng pelan. "Tidak."

Baru saja San hendak berucap lagi, dirinya melirik pada Jongho yang mendapati ponselnya berdering. Sehingga Jongho segera merogoh sakunya, lalu melihat sebuah nomor tak dikenal memanggilnya.

Sembari pamit mundur, Jongho mengangkat panggilan tersebut, di mana membuat dirinya berhenti berjalan, usai satu suara masuk ke telinganya.

"Serahkan uang 10 miliar atau gue goreng hidup-hidup!"

Jongho langsung mendesahkan napasnya lelah.

Terdengar cukup keras, sehingga mampu membuat lawan bicaranya di seberang terbahak seketika. "Kaget dong?! Kaget dong, woy!!"

"Dapet nomor gue dari mana?" Jongho membalas malas.

Di sanalah San agak terkekeh, pun Jihyun, yang menyadari siapa yang menghubungi Jongho sampai membuatnya membalas seperti itu.

"Keeho, heh."

"Minta ke Bang Igi, tapi mintanya minta nomor Bang San, terus dari Bang San baru minta nomor lo." Keeho tertawa di seberang, merasa puas. "Nomor lo jelek ih, gak bisa dijadiin nomor togel."

Jongho berbalik, untuk melihat ke arah San.

Berhasil membuat San agak meringkuk di duduknya, menahan tawa.

"Ada apa?" Jongho mencoba untuk mendapatkan maksudnya, mengabaikan San. "Ngapain? Mau ke sini?"

"Gak bisa, ih, gue sibuk latihan! Kerjaan Nana udah tinggal dikit, 'kan? Cuma mereka yang masih slow response aja?"

✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang