Di salah satu ruang terbuka di ujung rumah tersebut, dengan pintu kaca berbingkai yang terbuka, ketika Hongjoong hendak kembali ke belakang, nyatanya dirinya menemukan Ayahnya dan Ayah dari Yunho tengah mengobrol santai, menunggu waktu sepertinya. Sebenarnya Hongjoong berkeinginan untuk pergi, hatinya sakit. Tetapi seketika terbesit keinginannya, yang membuatnya mendekat lalu tersenyum.
Sungil melihatnya lebih dahulu, kemudian mengangguk, menunjuk ke arah kursi yang kosong. "Hongjoong, kemari. Tak bersama Yunho?"
Segera Hongjoong menggelengkan kepala, namun mendekat. Mengabaikan tatapannya dari sang Ayah. "Masih mengurus Desan. Rasanya saya terlalu jahat. Ada banyak wine juga yang saya pecahkan."
"Sudah Ayah urus." Gongyoo berucap dengan senyuman.
Tetapi Hongjoong hanya duduk, tanpa melihatnya yang posisinya segaris lurus dengannya. "Kecelakaan. Kami berdebat."
"Saya paham." Sungil menjawab, melirik Gongyoo sekilas, lalu kembali pada Hongjoong. "Semalam Desan sudah diurus di sini, tenang saja. Tak parah walau sempat ada satu pecahan kaca sangat kecil, sulit dikeluarkan."
Hongjoong menjilat bibir bawahnya sekilas. "Sulit, memang. Desan teman saya, tapi keadaan membuat saya harus agak menjauhinya."
"Mengapa?" Sungil bertanya, melirik Gongyoo kembali sembari terkekeh. "Dahulu, saya dan Ayah kamu juga sering sekali bertengkar. Ya, kami sering punya perbedaan pendapat, tapi pada akhirnya, saya menurut pada ketua kelas."
"Oh, ternyata sudah darah." Hongjoong bergumam dalam kekehan pedihnya, untuknya kembali melanjutkannya pada Sungil. "Omong-omong, Om... Naven? Saya panggil bagaimana, Om?"
"Om Naven juga boleh." Sungil mengangguk. "Ada apa?"
"Saya ada pertanyaan, Om."
Sungil mempersilahkannya, sembari menunjuk dua cangkir kopi di atas meja hadapan mereka, sembari menawarkan. "Mau sesuatu?"
"Tak perlu." Hongjoong memperbaiki posisi duduknya.
Saat itu, Gongyoo hanya memperhatikan sembari mengambil cangkir miliknya, dan mulai menyesapnya yang sudah sedikit lebih hangat.
"Baik, jadi apa apa?"
"Perandaian." Hongjoong memulainya, tanpa ragu. "Jikalau saya memukuli anak Om Naven, apa yang Om Naven akan lakukan?"
Sontak Sungil terkekeh, melirik Gongyoo dan kembali pada Hongjoong setelahnya. "Perihal apa misalnya?"
"Anak Anda mengkhianati perjuangan saya." Sedikit, Hongjoong mengangkat satu alis. "Bagaimana?"
"Hm..." Sungil melipat satu kaki di atas kaki lainnya, kemudian terkekeh. "Pukul saja. Saya yakin, anak saya bisa melawan."
Justru Hongjoong yang tak bisa menahan kekehannya.
Saat itu, Sungil agak terkejut, kemudian mengarahkan tatapan pada Gongyoo. "Cetakan murni seratus persen?"
Hal itu membuat Hongjoong mengernyit, untuk melirik Ayahnya—pada akhirnya.
Gongyoo langsung tertawa, menaruh cangkirnya. "Oh, kasusnya banyak sekali."
Di sanalah, Hongjoong merasakan bahwa semua hal ini dikonfirmasi—tentang Hyunjae, tentang seluruhnya. Bahwa sang Ayah, tahu tentangnya.
"Lebih parah dari pada saya dahulu." Gongyoo terkekeh kembali dengan renyah. "Ingat Dominick? Siswa pindahan dari Belgia itu?"
"Oh, benar, benar." Sungil menunjuknya dan ikut tertawa. "Dominick masuk rumah sakit, dan, wah, Ayah kamu, bisa menyembunyikannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ OCTAGON 3: THE INNER CIRCLE PT. 1
FanficTHE FINAL OF THE TRILOGY. Starts : April 1st, 2023