A I Wrong?

48 2 0
                                    

---
(06)

Perasaannya mendadak buruk sesaat dirinya mendapatkan kabar dari Eunha—wali kelas Soobin—yang mengatakan kalau bocah itu telah dijemput ayahnya pulang sekitar satu jam sebelumnya, tepat sesaat Jimin masih diperjalanan untuk menjemput keponakan kesayangannya itu. Mendesah panjang dan mendial nomor seseorang, menghubungi Namjoon dan meminta pria itu untuk mencoba menghubungi sang adik ipar, hanya untuk memastikan kalau Soobin memang bersama pria Jeon itu. Namjoon mengiyakan dan mengatakan akan segera menghubunginya lalu sambungan telepon pun terputus. Lagi, Jimin menghela napasnya panjang lalu berpamitan dengan Eunha sebelum berjalan kearah parkiran dan memasuki mobilnya yang kini ia jalankan dengan kecepatan sedang dan memutuskan untuk putar arah, bergerak kearah jalan yang biasa ia lewati ketika ingin pergi ke rumah sakit alih-alih kembali ke kantornya dan melanjutkan kegiatannya memeriksa tumpukan berkas dan juga maket di atas mejanya.

Dan tak lama, ia pun sampai di tempat tujuan dan bergegas menuju ruang rawat Yeonjun, karena entah kenapa Jimin merasa kalau Soobin ada disana dan benar saja, ia bisa melihat bocah itu duduk di samping ranjang rawat milik Yeonjun yang tampak terlelap namun wajah dan kedua matanya yang tampak basah dan sembab. Sepertinya, bocah itu kembali menangis. Masih belum bisa menerima kondisinya yang sekarang, dan semua orang pun memakluminya karena mereka pun merasakan hal yang kini menimpa si sulung Jeon memanglah berat dan dia masih terlalu dini untuk menerima semua itu dengan bijak dan juga masih membutuhkan cukup banyak waktu untuk menerimanya dengan hati yang lapang.

Melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan tersebut dan berjalan menghampiri si bungsu Jeon yang masih saja bergeming di tempatnya, memaku pandang kearah wajah damai sang kakak yang terlelap dan tidak sadar akan presensinya disana. Lagi, Jimin mengulum senyum maklum dan mengambil posisi berjongkok sebelum akhirnya berikan usapan lembut disalah satu bahu ringkihnya dan membuat bocah itu berjengit samar, alihkan pandangan kearahnya dengan kedua manik bundarnya yang melebar lucu.

"...p-paman Chim..?"

Jimin mengulum senyuman, sebelah tangannya terulur untuk berikan usapan sayang di atas pucuk kearah Soobin yang memasang wajah sendu kearahnya,"kenapa Soobin menjaga kak Yeonjun sendirian? Dan kemana perginya ayah kalian?"

Si kecil tertunduk dalam membuat Jimin urung untuk ajukan pertanyaan lanjutan dan membiarkan keheningan menyelimuti keduanya dengan jeda yang cukup lama hingga akhirnya Jeongguk datang dengan kernyitan di dahinya karena mendapati sahabat mendiang istrinya yang entah sejak kapan ada disana. Jimin yang menyadari kehadirannya lantas beringsut bangkit, menghadap kearah Jeongguk yang masih memasang ekspresi serupa dan membuang napasnya pelan,"seharusnya, kau hubungi aku dulu jika ingin menjemput Soobin. Hhh, buat cemas saja."keluh Jimin dengan nada dongkolnya dan hanya ditanggapi dengusan malas dari yang lebih muda yang kini malah berjalan kearah Soobin yang masih setia menunduk dalam. Dan berjengit samar kala tangan mungilnya di remat cukup kuat oleh seseorang dan menciut takut kala dapati presensi ayahnya disana. Memasang wajah dingin dan memberi gesture padanya agar segera beringsut bangkit dari duduknya dan membiarkan pria itu menggiringnya pergi. Si bungsu Jeon menurut patuh dan mencoba untuk tidak menoleh kearah Jimin dan membuat pria Park itu cemas karena dapati dirinya yang kini berlinangan air mata karena rasa takutnya pada ayahnya sendiri. Begitu juga dengan Jeongguk yang kini mempercepatkan langkahnya dan abai dengan kondisi si bungsu yang setengah terseret karena langkah mungilnya tidak mampu mengimbangi langkah kakinya yang lebar sebelum akhirnya menghilang dipersimpangan dan membuat Jimin yang sedari tadi mengikuti mereka semakin di rundung rasa cemas lalu terpekur di tempatnya mendapati tempat apa yang kini didatangi keduanya. Itu adalah ruangan dokter yang belakangan ini membantu memantau kondisi Yeonjun dan baik Jeongguk maupun pria bersneli itu tampak berbincang serius di dalam sana membuat pria Park itu merasa segan untuk menguping dan memilih menunggu mereka di kursi tunggu. Hanya lama memang dan keduanya kembali berjalan keluar dengan Jeongguk yang kini mendesah lelah karena menyadari presensinya disana. Keduanya saling bertukar tatapan sengit hingga suara dering telepon milik Jeongguk menginterupsi. Itu panggilan masuk dari perawat Ahn, wanita yang ia tugaskan untuk menjaga Yeonjun selama masa perawatan atau pun saat dirinya tidak sedang berada di rumah sakit karena urusan kantor ataupun yang lainnya. Ya, seperti sekarang ini, ia mendatangi ruangan dokter Oh untuk membahas perkembangan kondisi Yeonjun sebelum akhirnya siap untuk menjalani serangkaian tes sebelum operasi pencangkokan kornea mata, sesuai dengan apa yang telah mereka sepakati sebelumnya. Ya, pada akhirnya Jeongguk memilih mengikuti saran yang diajukan tim medis yang menangani putranya, opsi yang menurut mereka paling baik untuk putranya kembali pulih seperti sedia kala dan ia memiliki kandidat sendiri untuk hal itu yang untungnya mendapatkan dukungan dari para tim medis, terutama dokter Oh yang menyarankannya untuk segera merealisasikannya sesegera mungkin dan tentunya Jeongguk menyetujuinya tanpa perlu menimbang lama, karena mungkin ini memang jalan yang Tuhan berikan untuk mereka dan semoga tidak ada penyesalan nantinya.

BANGTAN COOKIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang