---
Taehyung tengah asyik memetik senar gitar dipangkuannya bersama Ong yang asyik berselfi ria disampingnya. Tiba-tiba saja manik kucingnya menangkap afeksi Jeongguk yang tengah melintas di tengah lapangan sekolah dengan kamera yang menggantung di lehernya. Sepertinya pemuda itu mendapat tugas menjadi tim dokumentasi untuk acara pensi yang diadakan akhir bulan nanti.
"Gukie!"
Taehyung berseru keras dan sesuai dugaannya Jeongguk menghentikan langkahnya dan mengedarkan pandangannya kesegala arah mencari sumber suara yang menyerukan namanya. Taehyung berseru lagi sembari melambaikan tangannya heboh agar Jeongguk menyadari keberadaannya dan benar saja, sedetik kemudian Jeongguk menyadarinya. Menggerakkan bibir tipisnya, mengucapkan kata ada apa tanpa suara. Dan Taehyung tersenyum lebar karenanya.
"Kesini dulu, nanti aku kasih tahu."ujarnya sembari mengisyaratkan Jeongguk agar menghampirinya. Jeongguk berdecak pelan sebelum akhirnya menuruti kemauan Taehyung untuk menghampirinya ke lantai dua. Kelas Taehyung memang berada di lantai dua sedangkan dirinya di lantai satu.
"Ada apa sih ? Aku sedang buru-buru nih."katanya sesampainya di lantai dua, Taehyung cengengesan sembari menyodorkan selembar uang 5 ribu-an pada Jeongguk yang kini menaikkan sebelah alisnya, gagal paham.
"Apaan nih ? Kamu jangan aneh-aneh deh, Tae. Aku buru-buru ini, seriusan."ucapnya setengah jengkel. Taehyung ini berniat mempermainkannya atau bagaimana sih ? Tidak tahu apa kalau dirinya itu sedang sibuk?
Mendengar nada kesal dari Jeongguk, Taehyung memberengut lalu berujar dengan nada manja,"aku kan mau meminta bantuan kamu, Gukie. Ehm, tolong belikan aku cemilan. Cokelat kesukaan aku itu lho, satu aja kok. Mau ya, pwease~"
Dan Jeongguk hanya bisa menghela nafas pasrah dan berkata,"tunggu disini. Aku akan segera kembali."
Setelahnya dia berlalu, setengah berlari menuju koperasi sekolah untuk membelikan cokelat pesanan Taehyung yang tengah menungguinya dengan tidak sabar.
Tak lama, Jeongguk kembali dengan dua batang cokelat kesukaannya membuat Taehyung bingung dan bertanya,"kenapa dua cokelatnya ? Aku kan cuma minta satu, Jeonggukie. Kalau begini aku hutang dong ke kamu ?"
Dan Jeongguk menanggapinya dengan senyuman kecilnya yang lucu."udah ambil aja. Aku pergi dulu ya. Sir Jung udah nungguin nih. Bye!"
Tanpa menunggu balasan dari Taehyung, pemuda itu bergegas pergi, berlarian menuju studio sekolah, tempat diadakannya rapat dadakan antar panitia penyelenggara pensi. Memang kali ini, dia kembali di tugaskan menjadi sesi dokumentasi dan dia tidak ada waktu untuk sekadar mengobrol santai dengan Taehyung. Mudah-mudahan Taehyung bisa mengerti.
Di lain sisi, Taehyung masih memandangi punggung kokoh Jeongguk yang kini menghilang dari balik pintu studio sekolah berwarna gelap itu lalu beralih memandangi kedua batang cokelat yang kini berada dalam genggamannya. Dia mengulum senyum dan mendekap cokelat pemberian Jeongguk erat.
Hatinya seketika menghangat bersamaan dengan kedua belah pipinya yang terasa panas, merona. Sampai-sampai Ong yang tidak sengaja melihatnya menggodanya habis-habisan.
"Ciyee yang dapat cokelat dari mantan, tanda akan balikan nih."goda Ong sembari merangkul Taehyung yang mendengus samar, menyikut perut sahabatnya itu hingga meringis pelan-pura-pura kesakitan. Kini dia merona sampai ketelinga.
"Apa sih, Ong ? Engga jelas banget kamu tuh! Aku sama Jeongguk itu engga mungkin balikan lagi. Kita kan udah talak tiga."ujar Taehyung, terselip nada sedih disana dan Ong tahu itu. Ong mengusap lembut bahu Taehyung yang kini terlihat murung dan berkata, "tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Tae. Percayalah, kalau jodoh kamu Jeongguk, sejauh apapun kalian pasti berakhirnya di tempat yang sama. Kamu berdoa aja semoga Jeongguk jomblo selamanya, ehe."
Taehyung menggeplak kepala belakang Ong cukup keras membuat sahabatnya mengeluarkan nada auch menyedihkan, "kamu nih jahat amat doanya! Doa itu harus yang baik-baik, Ong. Engga boleh gitu."
Dan Ong hanya bisa mendengus kasar."karepmu, Tae. Ra' urus aku."
Lalu memilih berlalu ke kelasnya yang berada bersebelahan dengan Taehyung, meninggalkan Taehyung yang kini termenung di balkon kelasnya, memetik gitarnya dan bersenandung.
"Kita memang tlah jauh rasanya, kita memang sudah tak bersama. Jika memang Tuhan mengtakdirkan 'tuk bersama selamanya, cinta takkan kemana-kemana..."
Senandungnya terhenti bersamaan dengan sosok Jeongguk yang kembali tertangkap oleh manik kucingnya, tengah bersenda gurau bersama Yugyeom dan Mingyu ditengah lapangan. Layaknya bocah 5 tahun yang mendapatkan mainan baru. Lucu.
Taehyung sandarkan gitarnya pada bangku kayu panjang yang terdapat di depan kelasnya, merogoh kantung blazer sekolahnya untuk mengambil ponselnya.
Mengambil bebetapa jepretan yang menurutnya menarik lalu mengirimnya ke nomor ponsel seseorang yang selalu di hafalnya diluar kepala. Tersenyum lebar saat Jeongguk menghentikan aksi konyolnya dan mengalihkan atensinya pada ponselnya yang mulai mengganggunya. Tak lama, dia mendongak menggeleng pelan kearah Taehyung yang terkikik tanpa suara lalu sibuk mengetik sesuatu dan Taehyung tampak ikut menunggu kelanjutannya.
Dia menggigit bibir bawahnya kala mendapatkan balasan dari nomor yang sama lalu berhambur masuk ke kelasnya sembari menenggelamkan wajahnya di atas tas selempangan buluknya. Dia menjerit frustasi. Dia malu sekali.
"Dasar Jeon Jeongguk sialan, awas saja nanti. Tunggu pembalasanku."
Ternyata, Jeongguk mengirimkannya sebuah foto masa lalunya. Foto saat Taehyung kalah bermain Truth or dare bersama Jeongguk dan mengharuskannya rela di dandani dengan riasan aneh, giginya di lapisi selai cokelat dan memakai kacamata berbingkai besar. Jangan lupakan rambut panjang cokelat madunya yang di kuncir dua. Argh itu sangat konyol sekali. Dia malu.
Dia terus menyumpah serapahi Jeongguk sampai bel tanda pelajaran selanjutnya berbunyi.
Tidak tahu saja kalau yang tengah dirutukinya tengah asyik menjadi stalker di akun berbagi fotonya sembari sesekali terkekeh tanpa suara karena gemas akan tingkah imutnya disana. Jeongguk mendadak tenggelam dalam nostalgia.
"Aku masih sayang banget sama kamu, Tae. Kamu juga begitu engga, sih ?"[…]