Taetae-noona 0.5

63 6 0
                                    

---

"Kau tidak jadi menginap disini? Kan di asrama ini, kau selalu tidur sendirian, Taehyungie. Apa yang kau khawatirkan?"

Jimin menggenggam erat tangan kanan Taehyung kala gadis itu sudah bersiap untuk pulang ke rumahnya, menolak tawaran untuk menginap di asrama, sekali pun Hoseok dan Jimin sudah membereskan kamarnya. Taehyung hanya merasa tak enak hati, mengingat statusnya yang sudah menjadi mantan member. Ia hanya tidak ingin Bangtan mendapatkan slentingan kabar kurang sedap. Sudah cukup masalah kemarin, ia tidak ingin menambah masalah lagi hanya karena rasa rindunya yang tak kunjung berkurang walau pun ia sudah bertemu dengan kakak dan adik tersayangnya. Rasanya tak pernah cukup dan hal itu membuatnya ingin menangis. Sebenarnya, ia tak tega menatap raut mendung Jimin. Ia ingin terus bersama mereka, namun apa daya, ia tidak boleh egois, begitu pun mereka. Demi kebaikan mereka semua. Hm.

"Aku janji akan sering berkunjung kesini. Sungguh. Aku pulang dulu ya..."rematannya semakin menguat,  bahkan Jimin sudah merengkuhnya dari samping. Mengusak ujung hidungnya di bahunya yang mulai bergetar. Matanya memanas, siap menumpahkan linangan air matanya. Tidak, ia tidak boleh lemah. Ini ganjaran dari semua kesalahan yang di perbuatnya.

Dengan gerakan pelan, rengkuhan itu diurainya. Menggeleng kecil kearah Jimin yang menatapnya dengan tatapan memelas. Tangannya terulur untuk mengusap sayang pipi gembil sang sohib, bibir ranum itu bergetar,"maafkan aku, Chim."lalu beranjak pergi, menyisakan Jimin yang kini memandangi punggung sempitnya dengan mata berkaca, membalik badannya dan menemukan yang lainnya tengah memandanginya dengan tatapan serupa. Hoseok mendekat dan memberikannya rangkulan menenangkan. Akhirnya, tangisan Jimin pecah begitu saja. Ia tidak pernah merasa sakit dan sesedih ini, bahkan kala gadis itu mengadakan konferensi pers tempo hari pun ia tidak menangis, hanya menyayangkan semua ini bisa terjadi. Dan sekarang, rasanya dadanya seperti tertimpa batu besar. Sesak sekali. Ia ingin Taehyung tetap disini, bersamanya. Menghabiskan banyak waktu dengannya maupun member Bangtan yang lain seperti dulu, sebelum kejadian buruk ini menimpa mereka. Ia menyesal, seharusnya ia tidak pernah mendesak Taehyung untuk mengungkap jati dirinya. Ia seharusnya ikut andil dalam menjelaskan pada Jungkook saat si bungsu tak sengaja memergoki sang sohib dalam wujud aslinya. Seharusnya, ia memprotes dengan keras akan keputusan yang di ambil pihak agency dan sang leader, mungkin sampai detik ini, mereka masih bertujuh. Sang sohib masihlah seorang V BTS. Rasanya ia ingin terus memaki dirinya sendiri.

Hoseok tak hentinya memberikan usapan ringan di punggung Jimin yang bergetar karena isakannya. Meringis pelan kala tangisannya tak kunjung berhenti, menatap kearah kakak-kakaknya dan Namjoon yang memilih menundukkan kepalanya dan Jungkook memilih duduk menyendiri di konter dapur. Hoseok menarik nafas panjang,"sudahlah, Chim. Kita masih bisa mengunjungi rumah Taehyung, bukan? Sekalian bertemu dengan paman dan bibi Kim, bukankah itu lebih menyenangkan?"

Ajaib, tangisan pilu itu dalam sekejap mereda. Hanya menyisakan suara sesenggukan yang pelan. Wajah Jimin tampak berantakan namun entah mengapa masih tampak menggemaskan. Hoseok terkekeh kecil, jerami kurusnya menyeka linangan air mata itu dengan lembut di akhiri tepukan sayang di pucuk kepala Jimin layaknya anak anjing. Jimin memberengut, terkadang tidak menyukai sikap Hoseok yang satu ini. Selalu saja memperlakukan ia, Taehyung dan Jungkook layaknya anak bayi.

"Aigo, kau ini selalu saja menggemaskan..."Hoseok tergelak kala Jimin mulai merengek tak suka, mengundang senyuman Seokjin maupun Yoongi yang ikut menggoda Jimin. Namjoon hanya tersenyum kecil melihatnya, beralih menghampiri Jungkook yang sibuk melamun. Memberi tepukan kecil di pundaknya hingga si bungsu berjengit. Namjoon mengulum senyum.

"Mau menemaniku minum malam ini?"tawarnya membuat manik bulat nan kelam itu menatapnya, tertarik. Jungkook terdiam sejenak lalu mengangguk kecil sebelum beranjak dari duduknya menuju kamarnya untuk mengambil jaket. Namjoon pun melakukan hal serupa. Keduanya telah siap untuk pergi. Setelah mengantongi ijin dari Seokjin, Namjoon melempar kunci mobil pada Jungkook, mengingat ia tidak mahir mengemudi dan ia pun masih sayang nyawanya. Jadi, ia mempercayakan hal itu pada si bungsu yang sudah teruji kemahirannya.

BANGTAN COOKIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang