---
Aku tidak tahu bagaimana caranya mereka datang,
Hanya sepucuk surat dan sebuah liontin cantik sebagai petunjuk,
Segalanya terasa begitu tiba-tiba, mengejutkan,
Namun aku menyukai mereka,
Dan kurasa,Aku mulai menikmati kehidupan baruku yang menghadirkan mereka sebagai penghiasnya...
*
"Aku duluan, Ken. Jika sampai tengah malam nanti tak ada pengunjung lagi, langsung kau tutup saja kedainya."ujar pemuda tinggi dengan bahu yang lebar pada temannya yang sibuk menahan kantuk dimeja kasir, mereka memang selalu dapat jatah shift malam namun kali ini berbeda karena pemuda tinggi itu sebenarnya sedang cuti namun temannya yang bertukar shift dengannya kembali absen karena menemani sang istri yang tengah melahirkan anak pertama mereka, apa boleh buat ? Ia juga tak setega itu.
"Iya, baiklah. Sudah sana pulang. Hati-hati."ujar sang teman sambil melambaikan tangan yang langsung dibalasnya dengan lambaian tangan juga, ia mengeratkan jaket cokelat tebal yang dipakainya. Udara malam itu lebih terasa dingin dari biasanya.
"Eh, keranjang apa itu ? Kenapa ada didepan teras rumah sewaku ?"gumamnya dengan kerutan dalam didahinya yang mulus, mencoba mendekat karena rasa ingin tahunya yang meningkat lalu terperanjat melihat apa yang ada didalam keranjang dari kayu rotan itu.
"B..ba..yi.."
Ya Tuhanku, apa yang akan kau rencanakan untukku kali ini ?
**
Bruk
Bruk
Bruk"Iya, sebentar. Aku masih mendengarnya dengan jelas, aku tidak tuli. Dasar manusia tidak sabaran."gerutu si tampan sembari menepuk-nepuk bayi digendongannya yang masih saja sibuk terisak padahal tidak ada keluhan lagi setelah popoknya diganti beberapa saat yang lalu bahkan bayi itu sudah menghambiskan hampir 4 botol susunya yang semalam membuat si tampan kalang kabut mencari perlengkapan untuk ketiga bayi itu ditengah malam, disebuah minimarket 24 jam yang membuat sang petugas kasir menatapnya penuh kecurigaan. Hah, merepotkan.
"Ah, ternyata kau Yoon. Ada apa ?"tanyanya pada sang pelaku penggedoran tanpa berperikepintuan yang sibuk menelisik penuh curiga padanya dengan manik kecil dan wajah datar sedatar dada teman perempuannya dikedai, tempatnya bekerja. Si tampan mendengus pelan.
"Biasa, menagih uang sewa. Tugas utama yang diamanatkan, nyonya Min yang terhormat."ujarnya datar, si tampan kembali mendengus kembali kedalam kamar. Si tamu tak diundang masih berada diambang pintu, sibuk bersiul sembari menyandar nyaman dikusen pintu rumah sewa itu.
"Nah, dua bulan kan ? Sisanya ambil saja."ujar si tampan pongah membuat bocah tanggung berkulit pucat yang memakai Hoodie 'Swag Forever' itu berdecih, mengantungi beberapa lembar uang lusuh si tampan ke kantung hoodienya.
"Cih, mana lebih ? Yang ada kurang dua ratus won."ujarnya yang dibalas cengiran tanpa dosa, si bocah pucat mengumpat pelan membuat si tampan misuh-misuh dalam hati. Tak berani terang-terangan, bisa-bisa didepak keluar oleh sang indung semang. Huh, menyebalkan memang.
"Yasudah, terimakasih. Akan kuberitahu ibuku agar dicatat didaftar tunggakanmu. Aku permisi."ujarnya bersiap berlalu sebelum ucapan terakhir sang bocah membuat si tampan membeku ditempat.
"Kau tak mau membersihkannya ? Kotorannya mengenai lantai tuh, kalau ibuku tahu, siap-siap saja tidur diemperan toko sepanjang musim dingin kali ini."
OH NO!
"Sial!"
Si tampan mengumpat tanpa suara, tak ingin bayi-bayi yang masih bebas dari dosa itu ternodai. Buru-buru mengganti popok si bayi yang paling muda dan kembali menaruhnya dikasur karena bayi montok itu sudah kembali terlelap sedangkan ia harus menahan gejolak lambungnya yang terasa teraduk karena membersihkan seeonggok benda lembek dan menguarkan bau tak sedap itu dari lantai rumah sewanya. Ia masih betah kok tinggal ditempat sempit itu, sungguh.