For You

124 3 0
                                    

---

Hari ini Jeongguk mengajak Seokjin untuk pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan sang kakak yang akhir-akhir ini memburuk. Tidak jarang Jeongguk melihat sang kakak mimisan dan muntah darah dengan jumlah yang tidak sedikit membuatnya khawatir. Jadi, dengan berbekal sedikit uang yang diterimanya sebagai loper koran dan pengantar susu, bocah berumur tujuh tahun itu memapah tubuh lemah sang kakak menuju halte bus, menunggu bus yang akan mereka tumpangi untuk menuju ke rumah sakit. Suasana halte hari ini ramai sekali. Tidak ada celah bagi mereka hanya untuk sekadar melepas rasa lelah setelah berjalan kaki cukup jauh dari rumah mungil mereka yang berada di gang kecil yang ada di sudut kota.

Jeongguk tidak masalah untuk itu, dia sudah biasa seperti ini. Tetapi, tidak dengan Seokjin. Kakaknya itu sedang sakit, pasti dia semakin tersiksa sekarang karena rasa pegal pada kedua kaki lemasnya. Hanya ada satu celah kecil di ujung bangku besi itu. Mungkin kakaknya bisa menempatinya. Namun, baru saja dia hendak menuntun sang kakak kesana, seorang pemuda yang sepertinya berstatus mahasiswa menempatinya begitu saja membuat bocah berwajah imut itu mendesah kecewa dan langsung mendapatkan usapan lembut di bahunya dari sang kakak yang kini mengulas senyum kecil dari bibir pucatnya."tidak apa. Kakak engga masalah kok walaupun harus berdiri. Bisnya sebentar lagi datang. Tak perlu cemas, oke?"

Jeongguk menatap wajah pucat sang kakak dengan sendu lalu perlahan menganggukkan kepalanya dan mendapatkan usakan gemas di poni ratanya yang lucu."anak pintar."ucap sang kakak dengan nada bangga membuat raut muram Jeongguk perlahan sirna. Ah, ternyata bisnya telah sampai. Mereka harus bergegas sebelum terlambat. Dengan hati-hati, Jeongguk membantu sang kakak naik ke dalam bis lalu menyuruhnya untuk berpegangan pada tiang yang ada di dekat pintu selagi dirinya mengeluarkan beberapa koin dari saku celana pendek lusuhnya yang akan dia masukkan ke dalam kotak yang ada di samping kemudi sang supir bis untuk ongkos dan setelahnya kembali memapah sang kakak menuju bagian belakang bis karena hanya bagian itu yang masih terlihat lengang. Mereka cukup maklum karena hari ini masih hari kerja.

Jeongguk memilih berdiri karena tidak ada lagi tempat yang tersisa karena tempat duduknya dia berikan pada nenek tua yang nampaknya kesulitan untuk menjangkau pegangan yang ada di dalam bis. Seokjin duduk di dekatnya sembari memegang erat tangannya karena takut kalau Jeongguk akan jatuh karena guncangan. Masih ada sekitar 15 menit lagi untuk sampai ke rumah sakit.

"Ah, kakak tidak apa-apa, Gukie. Ini hanya mimisan sedikit. Jangan menyekanya dengan kausmu, nanti kotor. Nah, sudah bersih 'kan?"ucapan sang kakak tak membuat Jeongguk tenang sedikitpun. Dia masih panik setengah mati melihat sang kakak lagi-lagi mengeluarkan cairan merah pekat itu dari kedua lubang hidungnya. Wajahnyapun lebih pucat dari sebelumnya membuatnya semakin kalut. Merutuki sang supir bus yang mengendarai mobil besar ini dengan begitu lambat. Mereka harus segera sampai di rumah sakit sebelum kondisi sang kakak semakin memburuk. Demi apapun, Jeongguk sama sekali tidak sanggup menghadapi keadaan buruk itu.

Tangan kecilnya yang di penuhi noda darah mengusap lembut sebelah pipi pucat sang kakak, manik bulatnya menatap sendu manik teduh sang kakak yang mengingatkannya pada seseorang yang kini entah ada dimana dan penyebab utama semua kemalangan yang menderanya dan sang kakak dan semakin parah setelah sang ibu pergi meninggalkan mereka karena penyakit kronis yang di idapnya dua tahun lalu. Semuanya terasa begitu berat untuk Jeongguk jalani, namun dia harus kuat demi sang kakak. Hanya dia yang remaja laki-laki itu punya sekarang. Jeongguk pasti bisa melewatinya dengan baik jika bersama Seokjin. Jeongguk harus tetap meyakini hal itu. Setidaknya, untuk saat ini.

Akhirnya, mereka sampai di rumah sakit. Jeongguk menuntun sang kakak memasuki area rumah sakit dan mendekati bagian pendaftaran sebelum akhirnya mendapatkan nomor antrean untuk mendapatkan penanganan dari pihak medis yang ada disana. Seokjin yang berbicara pada sang petugas yang sempat memandang sanksi kearah mereka yang tidak di dampingi oleh orang dewasa dan sang kakak menjelaskan tentang kondisi mereka sejelas-jelasnya walaupun suaranya terdengar begitu parau. Jeongguk sebenarnya tak tega namun dia tidak punya daya. Jeongguk tidak bisa melakukannya.

BANGTAN COOKIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang