---
"Bagaimana ? Kau sudah memberikan post it itu pada anak itu seperti sebelumnya ?"tanya Sunny pada sosok pria berpakaian serba hitam dihadapannya itu, si pria--orang suruhannya itu menggeleng pelan lalu menaruh post it berwarna hitam itu di meja kerja Sunny yang kini menaikkan sebelah alisnya,"apa maksudnya ini ? Kau belum menemuinya ?"
Si pria kembali menggeleng,"dia tidak ada disana nyonya Min. Menurut info yang aku dapatkan dari salah satu rekan kerjanya, anak itu tengah menjalani perawatan di rumah sakit yang sama dengan putra bungsu nyonya karena penyakit hatinya yang sudah kronis dan kini harus segera mendapatkan pendonor agar tetap bertahan hidup."
Mendengar penuturan sang pria, Sunny tercenung. Tubuhnya seketika melemas seiring bulir airmata yang mulai menitik satu persatu di kedua pipinya membuat pria itu dengan segera mendekatkan sekotak penuh tisu yang ada di meja kerja Sunny itu. Sunny menarik beberapa lembar untuk menyeka air matanya yang terus mendesak keluar dari pelupuk matanya yang kini memerah dan bengkak. Cobaan apalagi ini ? Baru kemarin si bungsu yang nyaris lepas dari genggamannya, kini si tengah yang tengah menghadapi fase berat itu. Sunny tidak tahu harus bagaimana sekarang. Rasanya begitu tidak adil bagi pemuda itu jika tetap menepati janjinya padanya disaat kondisinya yang bahkan lebih buruk dari si bungsu.
Sunny benar-benar gusar. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi.
"Kalau begitu, saya pamit nyonya. Nyonya bisa menghubungi saya kapanpun nyonya membutuhkan bantuan."si pria undur diri dan Sunny hanya bisa mengangguk lesu. Kepalanya dia telungkupkan diatas lipatan kedua lengannya. Air matanya semakin mengalir deras dipipinya. Sunny menangis sesenggukan. Bukan hanya menangisi si bungsu, namun si tengah Min juga. Apa sebegitu merananya jalan hidup yang dijalani si tengah selama ini ? Kenapa dia baru menyadarinya ? Sunny benar-benar merasa bodoh sekarang. Bisa-bisanya dia membuat keluarganya terpecah belah hanya karena ketidakrelaannya akan kepergian sang adik semata wayang secara tragis dan begitu tiba-tiba dan melimpahkan segala amarahnya yang tidak beralasan itu pada si tengah yang bahkan tidak mempunyai andil apapun atas kematian Baekhyun-adik tercintanya dan membuat suami, kedua putranya, keponakannya dan sahabat anak itu membenci Hoseok yang harus menerimanya dengan hati lapang. Relungnya sakit sekali, membayangkan betapa beratnya alur kehidupan yang dilalui si tengah Min selama ini. Dia merasa begitu buruk. Dia merasa tidak pantas menyandang status sebagai seorang ibu. Dia ibu yang kejam.
Dengan bibir bergetar, dia meraih ponselnya dan mendial nomor seseorang yang kini menyahutinya diseberang sana."Suho, bisakah kau menjemputku ? Aku ingin ke rumah sakit."
"Ada apa, Sunny ? Apa kondisi Chimy kembali memburuk ? Aku akan segera ke butikmu dan kita akan ke rumah sakit bersama-sama."
Sunny mengigit bibir bawahnya, menahan isakannya yang hampir lolos dan mungkin saja menambah kekalutan sang suami di seberang sana yang terus menyerukan namanya dengan nada bicaranya yang kentara sekali mencemaskannya. Sunny membuang nafas pelan dan menjawabnya dengan nada setengah berbisik,"Chimy baik-baik saja. Aku ingin menemui putra kita yang lainnya."
Hening menjeda untuk beberapa saat sebelum Suho kembali menyahuti,"Yoongi ? Dia terluka ?"
Isakannya lolos begitu saja membuat sang suami harus menyentaknya membuatnya semakin tersedu dengan kedua bahunya yang bergetar hebat. Sekelebat bayangan berbagai ekspresi si tengah Min melintas dalam benaknya. Air matanya seakan menolak untuk berhenti mengalir kala senyum sehangat mentari itu terbayang dalam ingatannya. Begitu menghangatkan hatinya yang telah lama membeku karena rasa kecewa yang tidak berdasar. Begitu tulus dan polos. Wajah manis si kecil yang begitu terlihat ceria kala mendapatkan boneka snoopy yang di berikan oleh Sunny di ulang tahunnya yang ke 7. Kekehan lucunya kala mendapatkan kecupan basah bertubi-tubi dari si bungsu yang mulutnya belepotan lelehan cokelat kue ulang tahunnya membuat wajah manisnya menjadi kotor oleh noda cokelat yang membuat Sunny tidak bisa berhenti membidik moment menggemaskan itu dan menjadikannya kenangan manis yang tidak ingin dia lupakan sampai kapanpun. Senyum menenangkan si tengah Min kala semua orang mencemaskannya yang malah nampak tegar kala di giring masuk kedalam ruang operasi untuk menjalani operasi usus buntunya. Sunny mengingatnya, betapa takutnya dia kala itu, tidak berhentinya mengecupi tangan mungil putra keduanya itu yang malah tersenyum simpul dan memberinya kecupan lembut dipipi kanannya sembari berkata,"jangan khawatirkan Hosiki, mom. Hosiki akan baik-baik saja seperti apa yang mommy dan lainnya harapkan. Hosiki akan terus berjuang dan mencoba bertahan sesakit apapun itu. Karena Hosiki sayang mommy, sayang kalian."