---
(4)Jeongguk duduk di samping ranjang rawat putranya. Teringat akan obrolan singkatnya dengan dokter Kang, tenaga medis yang menangani Yeonjun. Pria itu menyatakan, Yeonjun mengalami luka serius di bagian kepala. Banyak kemungkinan yang akan terjadi setelah ini. Entah itu baik atau pun buruk. Selain putranya terancam mengalami amnesia ringan sampai rusaknya sistem syaraf pada bagian matanya yang mungkin saja membuat Yeonjun kehilangan daya penglihatannya dan masih banyak lagi kemungkinan lainnya yang tidak kalah buruknya. Jeongguk berharap tidak ada salah satu dari semua kemungkinan itu terjadi pada Yeonjun. Dia pasti tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika itu terjadi. Ini kesalahannya. Ia sudah lalai menjaga putranya, Taehyung pasti sedih melihat ini semua dari atas sana. Wanita itu pasti kecewa sekali padanya. Memikirkannya saja sudah membuatnya sakit, apalagi jika itu semua sampai terjadi?
Menarik nafas panjang lalu mengusap wajahnya kasar. Sebaiknya ia pergi ke kapel dan berdoa disana. Siapa tahu Tuhan mengabulkan doanya kali ini.
Tapi, jika ia pergi siapa yang akan menjaga Yeonjun?
"Aku tidak mungkin meminta bantuan Jimin. Ini sudah larut sekali dan itu pasti akan sangat mengganggu. Kalau meminta bantuan kak Jin? Tidak. Tidak. Dia pasti masih kelelahan karena mengurus ini dan itu sekembalinya ke rumahnya yang lama. Lagipula, dia pasti sedang bergantian bersama kak Jisoo menjaga Younghoon. Hh..."
Jeongguk terus memikirkannya sampai tidak menyadari suara berderit dari pintu rawat yang di geser. Menampilkan sosok Soobin kecil yang mengintip takut-takut disana. Menatap ayah dan kakaknya yang ada di depan sana. Mata bulatnya memandang sedih kearah Yeonjun yang masih belum membuka matanya. Kata paman Jimin, kakaknya mungkin akan siuman besok pagi dan Soobin ingin menjadi orang pertama yang dilihat Yeonjun kala kakaknya itu kembali membuka matanya. Itu tekadnya dan tidak peduli jika setelah ini sang ayah akan menghukumnya lagi. Ia hanya ingin memastikan kakaknya tetap dalam keadaan baik dan bundanya tidak membawa bocah lelaki berumur 10 tahun itu pergi bersamanya. Tidak, itu tidak boleh terjadi. Racaunya dalam hati. Masih di tempatnya, Soobin berharap ayahnya segera pergi tidur agar ia bisa langsung masuk dan melihat keadaan kakaknya dari dekat. Pasti kakaknya kesakitan, pikirnya. Semua tubuh kecilnya di balut perban. Andaikan saja bisa berbagi rasa sakit, Soobin rela menanggungnya.
"Binbin, sedang apa disini? Kenapa tidak masuk?"itu Jimin yang baru kembali setelah menyelesaikan urusan kandung kemihnya di kamar kecil, menghampiri Soobin yang terdiam di depan ruang rawat Yeonjun. Bocah itu menaruh telunjuknya di atas bibir, memberi gesture agar Jimin tidak berisik. Jimin mengerutkan dahinya sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya, mengerti. Pasti di dalam sana, Jeongguk masih terjaga dan membuat bocah itu takut masuk ke dalam. Jimin sudah memduganya. Ck, benar-benar merepotkan pasangan ayah dan anak satu itu.
"Yasudah, masuk bersama paman saja. Ayah Jeongguk tidak akan marah..."ajak Jimin, Soobin masih menggeleng takut. Dia tidak yakin dengan perkataan Jimin. Lebih baik dia menunggu sebentar lagi, pikirnya. Jimin berdecak tanpa suara dan memilih membawa tubuh ringkih itu dalam gendongannya bertepatan dengan sosok Jeongguk yang kini berdiri menjulang di depan mereka. Jangan lupakan tatapan dingin nan menusuknya membuat Jimin mengumpatinya dalam hati. Tidak berani mengatakannya secara gamblang karena masih sayang nyawanya. Kasihan kan Chaeyoung kalau sampai jadi janda, apalagi harus mengurusi bocah merepotkan macam Park Beomgyu, bisa penuaan dini istri cantiknya itu. Jeongguk menaikkan sebelah alisnya, memandang aneh pada Jimin yang memasang wajah aneh di depannya lalu melirik kearah Soobin yang kini bersembunyi di balik badan Jimin seraya meremat kuat bagian belakang kaus yang Jimin kenakan.
"Wajahmu terlihat semakin jelek jika seperti itu, Park. Dan sedang apa kau di rumah sakit selarut ini? Bukannya jam besuk sudah habis sejak beberapa jam yang lalu dan masih saja membawa anak ini. Ck, lebih baik kau bawa pulang dia, tidak usah di kembalikan juga tidak apa. Lagipula, dia tidak berharga bagiku."kata Jeongguk dengan wajah dan nada bicara yang sama datarnya membuat Jimin mengepalkan kedua tangannya kuat. Masih menahan diri agar tidak memberikan tinjuan mautnya pada wajah pongah itu dan membuat keributan di tempat umum. Dan lagi masih ada Soobin di sekitar mereka. Itu tidak baik untuk kesehatan psikisnya. Jeongguk benar-benar definisi brengsek yang sesungguhnya. Sekarang Jimin jadi menyayangkan keputusan Taehyung kala memilih lelaki bajingan satu ini menjadi pendamping hidupnya. Kasihan Taehyungienya, kasihan Yeonjun dan Soobin. Ck, seharusnya dia saja yang menjadi suami Taehyung pasti mereka akan menjadi keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Hh, andaikan waktu bisa di putar. Sayangnya waktu bukanlah biskuit oreo. Ckck.