---
Yo! Masih ingat aku?
.
Siang itu Taehyung duduk di halte yang lengang seraya mengecek jam tangannya, menggigit bibir bawahnya resah karena sosok yang ditunggunya tak kunjung datang. Ia tak tau harus apa, ponselnya mati karena kehabisan baterai. Harapannya tergantung pada sosok itu. Petir mulai bersautan membuatnya bergetar ketakutan, ia benci petir dan ia tak bisa beranjak karena hujan tak kunjung mereda. Ia ingin menangis saja.
"Dari pada sendirian, lebih baik nona kita temani saja, bagaimana?"
Jantungnya terasa berpindah tempat, maniknya melebar mendapati dua orang berwajah sangar dengan baju basah kuyup duduk di sampingnya dan semakin mengikis jarak membuatnya beringsut mundur. Air matanya sudah menganak di pipinya karena tak ada ruang lagi di bangku itu, ia beringsut berdiri lalu mencoba berlari namun langsung ditahan oleh salah satu diantara kedua pria sangar itu. Suara tak terdengar karena suara guntur yang bergemuruh, ia ketakutan setengah mati.
"Lepaskan aku!"teriaknya, menggigit keras tangan pria sangar yang memeganginya dan mendorong badan besar itu sekuat tenaga hingga terjungkal kebelakang, berlari secepat yang ia bisa dengan sembari menangis tersedu-sedu. Tak peduli lagi dress putih yang dibalut Cardigan tipis berwarna kuning yang kini basah kuyup, sesekali menoleh kebelakang yang ternyata mengejarnya. Tangisnya semakin pecah, badannya bergetar hebat lalu setelahnya hanya rasa sakit di seluruh tubuhnya dan semuanya berubah gulita.
Ia hanya berharap sosok yang sedari tadi ia harapkan datang dan menolongnya.
"Jeonggukie..."
**
"Jangan menghalangiku, Seok. Aku belum puas memberikan bocah sialan ini pelajaran!"bentak Namjoon seraya terus berusaha melepaskan diri dari cekalan erat Hoseok yang memegangi kedua tangannya dan menekuk nya kebelakang, menjauh dari Jeongguk yang kini jatuh tersungkur membentur dinding cukup keras. Matanya membiru dan bengkak lalu sudut bibirnya robek dan ada lebam yang menghitam di dagunya, Hoseok bisa memperkirakan kalau rahang pemuda itu sudah lepas engsel.
"Kau ini sudah kehilangan kewarasan atau bagaimana, huh? Ini tempat umum, Kim. Jangan membuat keributan di sini, kau tidak kasihan pada, Tae?"Namjoon berdecak keras kala tubuhnya lepas dari cekalan sang sahabat, memukul dinding koridor rumah sakit dengan keras. Dadanya panas sekali.
"Aku merasa begitu bodoh, karena mempercayakan adikku pada orang yang tidak berguna sepertimu!"Semua yang ada di depan ruang UGD langsung memekik kala pemuda bertubuh bongsor itu memberi serangan terakhir mengenai ulu hati Jeongguk yang sedari tadi ia siksa hingga mengeluarkan cairan merah kental kehitaman dari dalam mulutnya sebelum berlalu pergi begitu saja. Hoseok menghela nafas kasar sebelum akhirnya menghampiri Jeongguk yang kini terduduk lemas di lantai. Hoseok meringis penuh ke prihatinan,"Jeong, kau tak apa?"
"Aku tak apa, hyung. Aku baik-baik saja, kok."ujarnya sembari beringsut bangkit dari duduknya, Hoseok hanya memandang prihatin pemuda jangkung itu yang kini mendudukkan dirinya di kursi tunggu yang agak jauh dari mereka semua. Meraup wajahnya frustasi, tak peduli rasa dengan rasa sakitnya.
"Seokie-oppa, kita harus membantu mencari kantung darah tambahan untuk Taehyung."Hoseok mengurungkan niatnya untuk menghampiri Jeongguk kala Lalisa––kekasihnya mendekatinya dengan wajah basah, pemuda itu mengangguk lalu keduanya bersiap beranjak pergi setelah memohon undur diri pada kedua orang tua Taehyung yang berdiri resah di depan pintu UGD.
"Biar aku saja, hyung. Kasihan Lalisa baru sembuh, kan?"keduanya terhenti kala Jeongguk menawarkan diri, saling melempar pandang beberapa saat lalu menghela nafas panjang kala mendapati tatapan memohon pemuda itu.