Ending Scene (2)

134 8 0
                                    

---

Seokjin memilih memalingkan wajahnya kala Jeongguk mengerang tertahan-menahan sakit kala obat terapi yang di suntikkan kedalam tubuhnya mulai bereaksi. Dia tidak tega melihat raut kesakitan sang adik, rasanya seperti mencabik relungnya. Menyakitkan.

Jeritan kesakitan Jeongguk terus mengalun bagaikan alunan musik menyedihkan di telinga Seokjin. Hanya bisa mengucapkan ribuan kata maaf dalam hati karena tidak bisa melakukan apapun demi mengurangi rasa sakit yang mendera Jeongguk sekarang. Berlangsung cukup lama sampai tubuh si bungsu Jeon melemah karena kelelahan menahan sakit. Dengan kedua pipinya yang masih di aliri air mata, Seokjin mendekat kearah ranjang tempat Jeongguk menjalani terapinya, melepaskan tali pengikat pada tangan dan kaki sang adik dengan tangan gemetar. Memberi kecupan lembut di keningnya yang penuh peluh,"mian, Gukie..
Jeongmal mianhe... aku tidak pernah bisa membuatmu bahagia...aku kakak yang buruk..."

Dia menangis, dihadapan sang adik yang kini membuka matanya perlahan, menatap sendu sang kakak yang begitu rapuh di matanya. Dia ingin membalas ucapan kakaknya, mengatakan padanya kalau dia baik-baik saja. Dia bangga menjadi adik seorang Jeon Seokjin yang selalu melakukan apapun demi kebahagiaannya. Seokjin adalah kakak terhebat di dunia. Tetapi, Jeongguk tidak punya daya. Dia terlalu lemas untuk mengatakan itu semua dan bulir-bulir air mata yang kini meluruh sebagai penggantinya membuat sang kakak panik karena mendapati adiknya menangis."G-Gukie..."

Tangan Jeongguk membalas rematan tangan Seokjin dengan lemah, berusaha menggerakkan bibir pucatnya, ingin mengutarakan sesuatu dan Seokjin menungguinya dengan sabar."kau ingin mengatakan apa, Gukie ? Ayo, katakan saja."

Seokjin masih menunggunya dengan wajahnya yang semakin basah, sesekali menyeka air matanya dan sang adik yang masih berusaha untuk mengutarakan sesuatu sampai akhirnya dia terisak tersedu-sedu. Kata-kata yang akhirnya terucap dari bibir sang adik membuat relungnya sakit luar biasa.

"Hyung adalah hyung terhebat di dunia. Jeon Jeongguk selalu bangga dan terberkati menjadi adik dari seorang Jeon Seokjin."

Sekarang, yang bisa dilakukan Seokjin hanya mendekap sang adik seerat-eratnya sembari membisikkan kata kalau dia juga bangga memiliki adik seperti Jeon Jeongguk yang kini mengusap lembut punggungnya yang bergetar karena tangisannya sendiri.

Taehyung hanya tersenyum sendu melihatnya, disamping Jisoo-istri Seokjin yang juga ada disana. Mereka ikut terharu melihat moment mengharukan antara keduanya. Mereka hanya bisa berharap, moment manis itu akan selalu berlanjut, lebih lama. Hanya itu harapan mereka.

.

.

Jimin melirik Taehyung yang nampak tak bersemangat menjalani pekerjaannya hari ini. Raut wajahnya terlihat muram sekali membuat Jimin meringis. Mau bertanya, Jimin segan. Takut jadi sasaran empuk meluapkan emosi yang sedang berkecamuk dalam diri sang sahabat. Yeri menyenggol lengannya pelan, bertanya tanpa suara mengenai raut muram sang model kesayangan dan Jimin hanya bisa mengangkat bahu. Bukannya Jimin acuh, namun dia juga tidak bisa memaksa Taehyung untuk memberitahu apa yang tengah diresahkannya. Biasanya Jimin akan menunggu sampai si manis bercerita dengan sendirinya.

Ah, mungkin si manis tengah memusingkan soal pernikahannya yang akan berlangsung kurang lebih dua bulan lagi.

Mungkin.

"Oppa..."

Ah, akhirnya si manis bersuara. Jimin merasa lega sekarang. Menoleh kearah si manis yang kini menatapnya dengan tatapan tak terbacanya membuat sebelah alisnya naik,"ada apa, Taetae ? Apa kau ada masalah? Ceritalah, oppa akan jadi pendengar yang baik."

Sekarang Jimin melihat si manis, membuang nafas berat lalu kepalanya tertunduk dalam membuat Jimin harus mengamit dagunya gar kembali mendongakkan kepalanya."oppa..."

BANGTAN COOKIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang