Cintai Aku...(3)

62 5 0
                                    

---

Di mohon untuk tinggalkan jejak. Kamsa :)

Sihye sudah kembali ke rumah utama sejak dua hari lalu dan suasana rumah kembali seperti sedia kala. Damai dan tenang tanpa adanya nuansa suram di dalamnya. Jeongguk menyiapkan sarapan seperti biasa dan kali ini roti bakar sebagai menu utama. Itu permintaan dari Taehyung yang sedang ingin menyantap makanan manis dan ia maupun Jimin tidak merasa keberatan untuk ikut memakannya. Hari ini Jimin terlihat lebih rapi dari biasanya. Ada rapat penting, katanya dan hanya membawa jatah bagiannya untuk dimakannya saat di perjalanan. Taehyung sendiri yang menyiapkannya, merapikan simpul dasi yang tampak berantakan dan diakhiri kecupan manis yang membuat senyuman lebar nan cerah tersungging di wajah Jimin yang sudah berlalu pergi, menyisakan Jeongguk dan Taehyung yang duduk berhadapan dalam diam. Taehyung menyisakan setengah bagian rotinya dengan dalih kenyang dan memilih menghabiskan susu hamilnya. Jeongguk menghela nafas dan memilih menghabiskannya. Membawa semua piring kotor ke bak cuci dengan langkah terseok. Pandangannya mulai tidak fokus dan sangat buram. Semuanya tampak tidak jelas membuat semua piring berjatuhan dan berserakan di lantai di susul tubuh lemasnya yang meluruh. Lengannya terkena pecahan beling dan mengeluarkan cukup banyak darah. Taehyung yang berada tak jauh dari sana langsung berhambur mendekat, seketika dilanda rasa panik kala mendapati kondisi Jeongguk yang parah. Mengutak ngatik ponselnya, mencoba menghubungi seseorang untuk membantu mereka dan syukurlah Jimin belum jauh dari sana dan memilih memutar balik. Sampai di rumah dengan langkah tergesa, menghampiri mereka dan langsung memapah tubuh Jeongguk yang nyaris kehilangan kesadarannya ke dalam mobil dan menaruhnya di jok belakang sedangkan Taehyung berdampingan dengan Jimin di kursi depan. Memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Sesampainya disana, para petugas langsung menggiringnya ke ruang IGD dan mendapatkan penanganan disana. Jimin dan Taehyung menunggu di luar dengan perasaan gusar. Sebelah tangan Jimin meremat lembut tangan Taehyung yang bergetar. Sepertinya, si manis kesayangannya itu shock karena kejadian barusan. Jimin mencoba memberikannya ketenangan. Mereka terus menunggu hingga sampai salah satu dari petugas medis keluar dari ruangan itu dan mereka bergegas menghampiri, Jimin mewakili Taehyung yang masih di rundung kalut, menatap sang dokter dengan tatapan gusar."kondisi pasien sudah membaik karena untung saja lukanya tidak terlalu dalam dan hanya tubuhnya masih lemas karena shock dan kelelahan."

Jimin dan Taehyung menghela nafas lega serempak, meminta ijin untuk menemui Jeongguk ke dalam dan sang dokter mempersilahkan. Si jangkung ada disana, terbaring lemas dengan selang infus yang terpasang di pergelangan tangan kanannya. Wajahnya semakin terlihat pucat. Taehyung menghampiri lebih dulu dengan manik indahnya yang berkaca. Ia tampak iba melihat kondisi si jangkung yang masih sempat mengulas senyum kearah mereka dan dengan nada parau mengatakan kalau ia baik-baik saja. Taehyung tersedu setelahnya dan mencerca Jeongguk habis-habisan lalu setelahnya berhambur mendekap si jangkung sembari melayangkan pukulan main-main di dada Jeongguk yang meringis. Bukan karena pukulan Taehyung, tapi karena rasa sakit yang kembali mendera kepalanya diiringi lelehan cairan merah pekat yang kembali mengalir di hidungnya. Jimin melihat itu dan hendak memanggil petugas untuk memeriksa si jangkung, takut terjadi sesuatu pada Jeongguk namun Jeongguk langsung memberi isyarat untuk diam seraya menunjuk Taehyung dan Jimin cukup peka akan hal itu. Si jangkung tidak ingin membuat si manis kesayangannya semakin khawatir dan itu tidak baik bagi kondisi kandungan Taehyung yang cenderung lemah. Jeongguk memilih menyekanya dengan tangannya yang bebas. Jimin memilih mengangsurkannya tisu dan bilang pada Taehyung kalau Jeongguk hanya sedang terserang flu. Taehyung mempercayai itu lalu merengek karena mengantuk. Jimin mengajaknya untuk pulang namun si manis kesayangannya menolak dan ingin menginap disana. Kasihan katanya. Jimin maupun Jeongguk tak punya daya untuk menolak dan membiarkan sang calon ibu itu berlaku sesukanya. Jimin beranjak sejenak, hendak mengurus administrasi yang sempat di debat oleh si jangkung yang merasa sungkan namun Jimin lebih keras darinya dan membuatnya mau tidak mau mengalah. Taehyung sudah jatuh terlelap di sofa, tampak begitu tenang membuat Jeongguk urung memejamkan matanya walaupun rasa sakit masih terus mendera bagian kepalanya. Sibuk memandangi wajah cantik Taehyung yang selalu saja membuatnya terpana. Ia berharap Tuhan berkenan memberinya waktu lebih banyak untuk terus memandangi wajah itu, mengagumi keindahannya walaupun dalam diam dan mencintainya walaupun tanpa adanya balasan.

.

.

"Coba jelaskan padaku, apa maksud dari semua ini, Jeong."

Pagi itu, sekembalinya Jeongguk dari rumah sakit dan mulai bekerja, Yugyeom langsung datang menghampirinya dan menaruh sebuah amplop berwarna putih di atas meja kasir. Itu adalah hasil lab miliknya! Manik bulat Jeongguk memandang horor Yugyeom yang masih memasang tampang seramnya, mencoba mengintimidasi si jangkung akan berhenti berdusta padanya.

"Kau masih menganggapku ini sahabatmu, bukan? Kenapa hal sebesar ini aku tidak tahu. Aku anggap aku ini apa, Jeong?"

Jeongguk menghela nafas berat, menatap Yugyeom yang masih menaruh atensi penuh padanya."maafkan aku,"nadanya terdengar berat, Yugyeom mulai merasakan sesak di rongga dadanya."aku hanya tak ingin terus-terusan membuatmu repot, Yug."

"Siapa yang merasa di repotkan disini?"bantah Yugyeom dengan nada marah. Tidak pernah menyukai sifat Jeongguk yang satu ini. Jeongguk tersenyum getir,"tapi pada kenyataannya memang seperti itu kan? Mama juga suka bilang begitu..."

"Mamamu saja yang memang tidak tahu diri,"manik bulat itu mendelik kesal kearah Yugyeom yang berdecih,"berhentilah membelanya, Jeong. Dia bahkan tak pernah sekalipun memberikan kasih sayangnya padamu dan terus tenggelam dengan kesedihannya pada mendiang kakakmu yang sudah lama tiada."

"Dan ia kehilangan orang yang paling berharga dalam hidupnya karena sahabatmu ini, jika kau lupa, Yug."balas Jeongguk dengan pahit, Yugyeom berdecak, menatap nanar kearah Jeongguk yang pandangannya tampak kosong."sudah ku bilang berkali-kali, berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Kak J meninggal karena kecelakaan. Kecelakaan, Jeong. Apa aku harus membawamu ke taman kanak-kanak lagi agar kau mengerti?!"

Jeongguk tidak membalas, ia hanya sibuk menahan tangisnya sendiri. Hatinya sakitnya lagi dan rasanya seperti di tikam ribuan anak panah. Yugyeom mendesah kasar sebelum beranjak pergi. Ia sesungguhnya hanya tidak tahan melihat Jeongguk yang sedang rapuh seperti itu. Mereka bukan satu dua tahun menjalin pertemanan. Sudah lama sekali dan Yugyeom tahu sekali bagaimana kehidupan yang Jeongguk jalani selama ini. Bagi Yugyeom, semuanya terasa tidak adil untuk Jeongguk. Apa salahnya terlahir saat kedua orang tuanya nyaris berpisah dan haruskah Jeongguk yang di salahkan kala si sulung Jeon harus meregang nyawa karena menjadi korban tabrak lari sepulangnya ia dari sekolah, sahabatnya itu bahkan masih berumur bulanan kala kejadian naas itu terjadi. Dan sekarang? Haruskah penyakit sialan itu bersemayam di tubuh rapuhnya? Oh, astaga, apakah tuan Jeon tidak bisa mewariskan hal yang lain pada putranya?

Yugyeom mengacak surai cokelatnya frustasi. Ia butuh pelampiasan dan meraih sepuntung rokok dan menyulutnya, bersiap menyesapnya saat seseorang merebutnya dengan seenaknya dan menyesapnya dengan cepat sebelum akhirnya tersedak asap dan terbatuk hebat. Manik besar Yugyeom melebar, menatap marah pada sang pelaku yang kini sibuk terbatuk. Darah segar terhias di telapak tangan kanannya membuat Yugyeom di serang kepanikan dan sedetik kemudian tubuh si jangkung meluruh, bagian wajahnya sudah di penuhi noda darah membuat Yugyeom semakin kalut.

Untuk pertama kalinya sejak mendiang kakaknya tiada, Kim Yugyeom menangis. Memangku kepala Jeongguk yang sibuk mengais kesadarannya yang kian menipis. Jeongguk mengulum senyuman, terlihat indah sekali membuat Yugyeom tersedak tangisnya sendiri. Meneriaki siapa saja agar segera datang dan menolong mereka, menolong sahabatnya yang tengah berada di ambang batas. Mingyu dan Eunwoo datang dengan nafas tak beraturan, berseru meneriaki satu nama yang sejak tadi Yugyeom rapalkan dalam hati, diselipkan diantara doanya pada Tuhan, meminta kemurahannya agar tidak membawa pergi sahabatnya.

"Jeong, kumohon jangan tutup matamu. Jika tidak aku akan marah!"

Ambulans datang tak lama setelah itu, membawa Jeongguk pergi menuju rumah sakit untuk di tangani. Yugyeom memaksa ikut, mendampingi Jeongguk yang sudah tidak sadarkan diri dengan masker oksigen yang menutupi hidung dan mulutnya. Si Kim masih terisak seraya menggenggam erat salah satu tangan Jeongguk seolah jika terlepas sebentar saja maka sahabatnya itu akan pergi dari sisinya. Ia tak pernah setakut ini bahkan kala melihat mendiang kakaknya mengancam seluruh anggota keluarganya dengan katana sebelum akhirnya menghunus perutnya dengan senjata itu. Ia benar-benar takut...

"Bisakah kau bertahan sebentar lagi? Kumohon..."

.

.

Bersambung

BANGTAN COOKIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang