---
"Ayah!"
Seokjin membuka pintu bercat putih pucat itu dengan kasar, memandangi ayahnya yang tengah bersandar pada ranjang rawatnya dengan khawatir. Ia sangat terkejut kala sekretaris pribadi Oh senior itu bilang ayahnya tiba-tiba saja terjatuh dan tak sadarkan diri ditengah berlangsungnya rapat membuat ruangan tersebut heboh dan para kolega serta para staff panik dibuatnya. Ia meninggalkan begitu saja client yang tengah meminta bantuan katering dari restonya untuk mengisi acara pernikahan putrinya bulan depan, mengabaikan teriakan Dawon karena tingkahnya itu. Dia hanya takut terjadi apa-apa dengan lelaki yang kini digenggamnya itu. Terlihat begitu memprihatinkan dengan cekungan dalam dimatanya yang terlihat menghitam lalu bobot tubuhnya yang merosot. Ayahnya itu susah sekali diatur untuk tidur dengan tepat waktu dan cukup.
"Ayah..."
"Ayah tak apa, nak. Duh, jangan menangis J. Malu sama umurmu yang sudah terlalu tua untuk tersedu seperti itu."bukannya terhenti, laju airmatanya malah semakin deras. Beralih memeluk sang ayah dan terisak-isak diceruk leher lelaki itu. Sehun tersenyum maklum, mengusap lembut punggung kokoh putranya yang bergetar.
"Sudah, J. Sungguh ayah hanya kelelahan, itu saja."akhirnya tangisan Seokjin mereda, menyeka kasar airmatanya namun wajahnya masih menyendu menatap Sehun yang tengah tersenyum simpul kearahnya.
"Jangan seperti ini lagi, yah. Berjanjilah padaku."pintanya, Sehun mengangguk. Menepuk puncak kepala Seokjin pelan.
"Hm, ayah janji."
Keduanya saling melempar senyum, Seokjin lega luar biasa kala melihat kondisi ayahnya baik-baik saja seperti yang diucapkan sang dokter yang menangani lelaki itu sebelum dirinya memasuki kamar inap sang ayah.
"Ayah mau jeruk atau apel ? Biar aku kupas dan potongkan."
"Ayah mau buah naga."
"Ck, ayah jangan mengada-ngada!"dan Sehun hanya tersenyum geli melihat wajah jengkel putranya itu, terlihat lucu dimatanya.
Ya, Tuhan...
.
.
."Maafkan aku, J. Kemarin aku tak bisa menemanimu menjaga paman Sehun dirumah sakit. Aku dikejar dateline dan aku---"
"Tak apa, Yoon. Lagipula tadi pagi ayah sudah pulang kerumah kok, beliau hanya kelelahan dan tekanan darahnya rendah sekali makanya sampai pingsan seperti itu. Tapi keseluruhan, ayah baik-baik saja. Tidak usah khawatir ya."Seokjin tersenyum simpul kala Yoongi mulai tenang walaupun wajahnya masih terlihat begitu khawatir.
"Syukurlah kalau begitu, setelah pekerjaanku selesai aku akan kerumahmu menjenguk paman Sehun."
"Datanglah dan kita makan malam bersama."ujar Seokjin sembari mengusap lembut puncak kepala gadis bersurai mint itu, Yoongi tersenyum tipis.
"Heum."
"Sore nanti aku jemput, aku balik keresto dulu ya. Takut diamuk kak Dawon."pamitnya sembari memberi kecupan ringan dipelipis Yoongi yang terkikik lucu, melambai pelan kearahnya yang mulai memacu mobilnya.
"Hati-hati!"
Seokjin hanya membalasnya dengan membunyikan klakson, melesat cepat menuju restorannya. Benar saja kan, kakak dari mantan terindahnya itu sudah berkacak pinggang didepan pintu resto membuatnya meringis.
"Sorry."gadis itu mendengus keras lalu menyeretnya kearah kantornya, Seokjin pasrah saja sudah.
"Kau harus membujuk nyonya itu agar tak menuntut ganti rugi, J. Yatuhan bahkan dipertemuan pertama kau langsung meninggalkannya begitu saja lalu sekarang kau datang terlambat dan membuatku kesusahan untuk menanganinya. Kau memang bosnya, aku tahu betul itu. Tapi please belajarlah untuk profesional, setidaknya beritahu aku dan Jenny untuk mengambil alih sementara bukan asal pergi saja. Huh, kalau tiba-tiba keriput kau harus menanggung semua biaya perawatan kecantikanku tuan muda Oh."dan Dawonpun melenggang pergi menuju dapur, mengecek hal-hal yang mungkin kurang memadai disana. Tipe manager perfeksionis. Seokjin menghela nafas panjang, membuka pintu ruang kerjanya perlahan dan memasang senyum bisnis seperti biasa kearah wanita bertubuh tambun yang menatapnya dengan wajah jengkelnya. Ia meneguk ludahnya dengan kasar.