---
Jeongguk melangkahkan kakinya gontai menuju kelasnya di lantai dua, mengabaikan tatapan kagum teman-teman perempuan di sekolahnya yang tengah duduk bergerombol di teras kelas mereka masing-masing. Sesekali menghela nafas pelan karena merasa begitu malas untuk menjejakkan kakinya di tempat itu. Dia memang selalu membenci sekolah, sedari dulu. Apalagi sekarang, disaat Yugyeom dan Mingyu yang heboh sendiri memberi komando pada seisi kelas yang mendadak beringsut berdiri dan mengucapkan sederet kata yang sama secara serempak membuat Jeongguk membeku di tempatnya. Tatapan jengahnya berubah kosong dan hampa.
"Hey, ada apa denganmu? Kau tidak senang ya kami beri kejutan seperti ini? Omong-omong, selamat hari burung ya, Jeon. Semoga kau panjang umur dan diberi kesehatan dan kebahagiaan menyertai dirimu."ujar Mingyu dengan tulus membuat Yugyeom menatapnya tidak percaya, seolah yang tadi mengatakannya bukanlah seorang Kim Mingyu lalu memiting lehernya main-main membuat Mingyu berdecak risih. Sesekali melirik kearah Jeongguk yang kini telah beranjak dari sana dan menduduki kursinya. Duduk termenung disana membuatnya heran lalu menyikut Yugyeom agar berhenti bermain-main dan untungnya, sahabatnya satu itu cukup peka dan keduanya memutuskan untuk menghampiri Jeongguk yang kini termenung sembari memandang keluar jendela. Tatapannya menyiratkan rasa sedih dan kerinduan yang mendalam membuat mereka penasaran akan sikap Jeongguk yang terasa begitu janggal di mata mereka. Penuh teka-teki.
"Jung..."
"Jangan pernah memberiku kejutan apalagi memberiku ucapan selamat di hari ulang tahunku. Aku sama sekali tidak merasa senang karenanya..."
Perkataan Jeongguk membuat keduanya tertegun lalu saling melempar pandang sebelum Yugyeom bertanya,"kenapa memangnya? Seharusnya 'kan kau senang ada yang perhatian padamu..."
"Sudah aku bilang, aku tidak menyukainya. Aku mohon dengan sangat pada kalian dan aku harap kalian bisa mengerti akan hal itu."
Setelah itu, Jeongguk berlalu pergi meninggalkan kedua sahabatnya yang melongo melihatnya. Benar-benar aneh.
.
Jeongguk membolos lagi dan memilih melajukan motor besarnya menuju area pemakaman. Satu tempat yang sudah lama sekali tidak di kunjunginya. Hanya berbekal setangkai bunga lili, Jeongguk melangkahkan kakinya pelan menuju sebuah pusara yang di batu nisannya terukir nama seseorang yang begitu di rindunya setengah mati. Sang bunda, Jeon Sihye.
Setelah nyaris lima tahun berlalu setelah kepergian wanita itu, Jeongguk akhirnya memiliki keberanian untuk mengunjunginya lalu bersimpuh disamping makamnya. Tangannya terulur dan mengusap lembut batu nisan itu dengan kedua maniknya yang berembun. Siap memuntahkan muatannya kapan saja.
"Bunda, Gukie datang bun..."lirihnya dengan nada bergetar, satu titik air mata meluruh di pipinya."maaf kalau Gukie baru datang ke tempat ini. Gukie hanya tak mempunyai keberanian untuk menemui bunda..."
"Maafkan Gukie, bunda. Gukie anak yang tidak berguna dan hanya menyusahkan semua orang. Gukie pantas untuk di benci."pipinya kini telah basah sepenuhnya, bahkan bulir air matanya jatuh membasahi pusara sang ibu. Untuk pertama kalinya, Jeongguk menangisi kepergian sang bunda tanpa ada yang dia tahan. Dia tumpahkan semua rasa yang ada di dalam relungnya kali ini, tersedu-sedu dengan kepala tertunduk dan kedua telapak tangannya yang mengepal kuat diatas kedua paha kokohnya.
"Bunda, Gukie sayang kalian. Sayang sekali. Bunda tahu itu 'kan?"lanjutnya dengan nada bergetar, tatapannya semakin meredup,"tapi kenapa kak Jin tidak tahu? Kenapa kak Jin..."
Dia sungguh tidak sanggup melanjutkannya, terlalu menyakitkan...
"...hari ini ulang tahun Gukie, bun. G-gukie ingin bunda memberi ucapan selamat ulang tahun untuk Gukie, seperti dulu. A-aku rindu..."