---
Chapter. 01
.
.
Taehyung bangun lebih awal pagi itu dan langsung beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan setelahnya mengenakan pakaian super longgar, seperti yang di lakukannya beberapa bulan ini. Menyapa Seokjin yang tengah menyeduh kopi di pantri dan langsung meraih mug kesayangannya dan sebuah toples berisi susu. Menyeduhnya dan meminumnya dengan cepat sembari menunggu roti bakarnya matang sebelum mengolesinya dengan selai strawberry. Mengabaikan omelan Seokjin yang tidak suka melihat yang cara makannya sekarang, berdiri sembari bersandar pada konter dapur hingga sudut bibirnya yang di penuhi remah roti dan noda selai strawberry. Persis seperti balita, sungutnya. Meraih beberapa lembar tisu dan menyerahkannya pada Taehyung sebelum melangkah pergi menuju kamarnya. Ia lupa mencabut sambungan pengisi dayanya dari slot. Untungnya, tidak lama. Kalau tidak, mungkin asrama mereka sudah raib di lahap si jago merah.
Benar ceroboh, gumam Taehyung pelan sembari memasukkan suapan terakhir rotinya dan menandaskan sisa susu yang tersisa di dalam mugnya. Mendesah penuh rasa lega sembari mengusap perutnya yang terasa padat. Senyumannya mengembang lembut. Melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya. Ia hampir melupakan janji temunya. Ia harus bergegas. Berlari kecil menuju kamarnya dan nyaris jatuh tergelincir di ruang tengah jika saja seseorang tidak sigap menahan bobot tubuhnya. Memegang erat pinggangnya yang begitu terasa pas. Kedua manik mereka bersibobrok, bersitatap dengan tatapan yang berbeda-beda. Menyalurkan perasaan terpendam yang berbeda-beda pula.
Taehyung memilih mengambil jarak terlebih dulu, menggumamkan kata terimakasih dengan nada kaku sebelum akhirnya berlalu pergi dengan langkah lebar. Masuk ke dalam kamarnya guna meraih tas selempangan besarnya yang berisi beberapa hal penting yang akan di butuhkannya saat janji temu nantinya. Menyisakan seorang Jeon Jungkook yang kini hanya bisa menatap punggungnya dengan tatapan sulit di artikan sebelum akhirnya menghela nafas panjang. Mengusak surai hitam legamnya yang kini memanjang.
'sampai kapan kau akan menjauhiku, hyung...?'
.
.
Taehyung sudah sampai di tempat tujuannya dan terduduk manis di salah satu kursi tunggu, menunggu giliran namanya di panggil. Ia lebih nyaman begini sekali pun harus mengantri. Lagipula, jatah liburnya masih lama. Jadi, tidak ada alasan baginya untuk terburu-buru, dan malah asik mengamati sekeliling. Mulai dari beberapa pasangan lansia yang tampak asik menonton tayangan televisi, beberapa anak kecil yang saling berceloteh, para bayi yang terlelap dalam dekapan ibunya dan beberapa pasangan yang juga menunggu giliran periksa sembari mengumbar kemesraan dan itu cukup menggelitik sanubarinya. Ada sesak yang mulai merajai relungnya dan itu sangat tidak nyaman. Tangannya kembali bergerak di atas permukaan perutnya yang terasa mengencang. Memberinya usapan lembut secara konstan. Berharap rasa tak nyaman yang sedari tadi dirasakannya berangsur menghilang. Terus begitu hingga seruan salah satu perawat memanggil namanya membuatnya terkesiap dan beringsut bangkit. Agak kepayahan karena bobot perutnya yang sudah mulai terasa berat. Mengekor pada sang perawat yang kini mempersilahkannya masuk, menemui sosok cantik berbalut sneli dengan kacamata bulat yang bertengger di hidungnya yang bangir. Mengulas senyuman kala sosok itu melemparinya senyuman ramah dan mempersilahkannya untuk duduk. Keduanya berbincang sejenak sebelum akhirnya ia tuntun dan di bantu untuk menaiki ranjang periksa sampai kaus longgar yang di kenakannya di singkap di bagian perut hingga sebatas dada dengan sport bra yang menyumbul malu-malu di baliknya, menutupi dua bongkahan yang semakin membesar, walau tidak sebesar perutnya yang kini di olesi gel oleh sang dokter cantik sebelum akhirnya di tempeli sebuah alat yang terhubung dengan sebuah monitor berukuran sedang yang berada di sampingnya, menampilkan gambar hitam putih dengan latar suara yang tertangkap jelas di indera pendengarannya, membuat ia di landa gejolak emosiolan secara mendadak. Manik indahnya berkaca-kaca. Bibirnya bergetar. Menatap takjub kearah monitor yang memperlihatkan dengan jelas gumpalan nyawa yang katanya tumbuh sehat di dalam dirinya. Ia terpana. Ia kembali jatuh cinta untuk kesekian kalinya.