***
"Ayo kak Jin, kita berangkat sekarang. Chim tak sabar membeli hiasan untuk ulangtahun Chim besok."
"Aduh, iya Jimin. Sabar ya, kak Jin sedang memandikan Kookie. Aduh baby bunny jangan tumpahkan samponya lagi, kau kan sudah ku bilas tadi."keluh Jin sembari sibuk membersihkan buih sabun dari tubuh mungil nan montok bayi berumur 7 bulan yang kini terkekeh geli karena terkena cipratan air akibat ulahnya memukul air dibak mandinya, mengangkat si bungsu lalu membalutnya dengan handuk membuat si bayi gembul merengek tak terima karena kesenangannya diganggu membuatnya sigap menjejalkan botol dot berisi susu yang sudah ia siapkan sebelumnya dan membuatnya kembali tenang, duduk anteng diatas ranjang besar milik si sulung yang sibuk memilah baju dan menyiapkan beberapa perlengkapan bayi lainnya dan diekori bocah gembul berpipi bulat yang masih mencari perhatian.
"Aish Jimin lebih baik kau bangunkan Tae dan menyuruhnya bersiap atau ingatkan si beruang kutub itu membuang sampah yang sudah menumpuk didapur atau ingatkan Joon untuk panaskan mobil---astaga, Kookie jangan kepinggir kasur! Aish dasar kelinci nakal."Jin bergegas menarik bagian belakang popok si bungsu yang mulai merangkak kepinggir kasur, berniat mengambil mainan bebeknya yang jatuh lalu memberi kecupan gemas dipipi bulat si montok. Jimin yang lelah karena diacuhkan berlalu keluar kamar menuju kamarnya, berjalan pelan kearah ranjang kembarannya yang masih terlelap tanpa berniat membangunkannya. Memangku pipi gembilnya dengan kedua tangan gemuknya membuat buntalan lemak itu seperti ingin tumpah kebawah, menggemaskan sekali.
"Eugh..."
"Ah, Tata akhirnya kau bangun. Kau disuruh bersiap karena kita akan kesupermarket, beli perlengkapan ulangahun kita yang ke-6. EH ? Tata kenapa ? KAKAAAAAK."teriak Jimin panik melihat wajah pucat kembarannya yang mulai mengerjapkan matanya yang terasa begitu berat, kepalanya berdenyut dengan suhu tubuh meningkat dan lubang hidungnya yang mampet membuatnya sedikit kesulitan untuk bernafas sejak semalam.
"Tidak usah berteriak, Chimy. Aku tidak apa, aku hanya flu saja. Aku akan mandi."ujar si bocah berkulit tan, mencoba beranjak dari rebahannya lalu turun dari ranjang namun baru saja selangkah ia terjatuh telungkup membuat dagunya terantuk cukup keras membuatnya menggigit bibir bawahnya keras menahan tangis. Jimin sang saksi mata sukses menangis keras melihatnya.
"Huuuaaaa kak Jin, Tata berdarah..."
**
"Nah, sudah selesai. Jangan kena air dulu ya untuk satu minggu kedepan setelah itu datang ke klinik untuk membuka jahitannya."Taehyung hanya mengangguk lucu kearah sang dokter tampan yang tersenyum lembut kearahnya dan mengusap surai hitam Jimin yang masih terisak dipelukan Jin yang meringis diujung sofa ruang tengah. Namjoon mengantar sang dokter sampai pintu pagar.
"Sudah Jimin, Tae sudah baikan. Demamnya juga akan turun setelah minum obat jadi jangan menangis lagi ya, malu tuh sama Kookie."ujar Jin menenangkan Jimin yang mulai berhenti menangis namun masih terisak sesekali, Jimin mengusap kasar wajahnya lalu beralih memeluk sang adik kembar yang kini tersenyum kotak.
"Maafin Tae ya, Chimy. Gara-gara Tae sakit kita tidak jadi beli hiasan pesta ulangtahun."sesal Taehyung dibalas gelengan pelan Jimin yang tetap mengeratkan pelukannya.
"Engga papa, yang penting Tata engga sakit lagi. Chim takut, darah Tae banyak."ujarnya dengan nada sedih yang kentara, dia begitu khawatir pada Taehyung yang dagunya mengeluarkan banyak darah karena terantuk lantai dengan cukup keras membuat bocah itu harus dijahit. Mengingat hal itu membuat si bocah gembul itu bergidik, takut bernasib sama dengan sang adik kembar.
"Yasudah jangan sedih, mending buat kue ulang tahun yuk."ajak Jin membuat Jimin berbinar mendengarnya, menggeret Jin keluar kamar menuju dapur. Si gembul memang suka membuat kue, eum dia tidak membuat sih cuma makan saja, yang buat tetap Jin. Sial memang. Taehyung yang melihatnya hanya mengerjapkan matanya lalu beralih pada si bungsu yang mulai tidur terlentang sembari memainkan kedua kakinya dengan mata yang sedikit tertutup, mulai mengantuk membuatnya tersenyum geli. Tangan kurusnya menepuk pelan paha montok si bungsu yang mulai terbuai mimpi lalu memiringkan tubuh montoknya membuat bocah yang besok genap enam tahun itu menahan pekikan gemasnya lalu ikut berbaring lalu ikut terlelap setelah menaruh guling disamping si bungsu sebagai penahan pergerakan si bayi kelewat aktif itu yang kini tersenyum singkat entah memimpikan apa.