---
Jeongguk membuka pintu dengan kasar dan menutupnya kembali dengan kuat membuat Sihye yang tengah meminum obatnya di ruang tengah terperanjat kaget dan beranjak menghampirinya dengan langkah lemahnya. Sembari menahan rasa nyeri di ulu hatinya, wanita itu melangkahkan kakinya mendekati Jeongguk yang kini bersandar lemas di sofa empuk yang ada di ruang tamu. Auranya suram sekali membuat wanita itu agak ragu untuk bertanya ini dan itu. Tetapi dia harus melakukannya. Mendadak Sihye menjadi dilema...
"Gukie..."
Manik yang serupa dengannya itu terbuka, menatapnya dengan raut kesal membuatnya heran. Ada apa dengan putranya itu?
"Kamu ada masalah? Ayo, katakan pada bunda masalahnya apa. Siapa tahu, bunda bisa membantu."ujarnya dengan nada lembut penuh perhatian. Jeongguk mendengus samar lalu menepis kasar tangan sang bunda yang hendak memberikan usapan di pucuk kepalanya.
"Bunda tidak akan mengerti! Lebih baik bunda diam saja, deh. Suara bunda membuat telinga Gukie sakit."sentak Jeongguk lalu beringsut berdiri, beranjak ke kamarnya dan di tutup dengan suara bedebum yang keras karena pintu kamarnya yang di bantingnya dengan kuat. Sihye mengelus dadanya yang terasa nyeri, nyaris ambruk jika saja tidak ada Seokjin—putra sulungnya yang menopang tubuhnya yang kebetulan baru sampai di rumah sepulangnya dari kampus—wajahnya menyiratkan kekhawatiran membuat Sihye mengulaskan senyum lemahnya sebagai isyarat kalau ia masih baik-baik saja.
"Bunda tidak apa?"tanya Seokjin hanya untuk memastikan, lagi—Sihye mengangguk mengiyakan membiarkan si sulung memapahnya masuk ke dalam kamar dan merebahkannya di ranjang dan menyelimutinya dengan penuh kehati-hatian. Seokjin memang anak yang baik dan penuh kasih.
Andaikan Jeongguk juga seperti itu...
"Bunda..."
Tangan Sihye meremat lemah sebelah tangan si sulung sembari tersenyum,"kau tahu, bunda begitu menyayangimu dan Gukie."
"Bun..."
Sihye kembali tersenyum lalu menaruh tangan dalam genggamannya di pipinya yang pucat, maniknya berembun menahan tangis."jika bunda tiada nanti, bunda mohon padamu untuk menggantikan bunda menjaga Gukie dengan baik. Sayangilah dia sebagaimana bunda dan mendiang ayahmu menyayanginya. Hanya itu pinta bunda padamu, nak. Jadilah kakak yang baik untuk adikmu, Jeon Jeongguk..."
"Tidak, bunda. Jin tidakkan melakukan dan memenuhi apapun permintaan bunda karena Jin yakin, bunda masih kuat untuk bertahan dan terus disamping kami selama-lamanya!"ujarnya dengan bibir bergetar, maniknya memerah menahan tangis membuat manik sang ibu meredup, merematannya mengerat.
"Jin, bunda mohon. Hanya kau satu-satunya yang bisa bunda andalkan. Setelah ini, hanya kau yang Gukieku miliki. Tolong jaga dan sayangi dia, Jin. Demi bunda dan ayah..."
"Bunda..."
Bulir air mata Sihye meluruh di kedua pipinya,"jadilah kakak yang baik, Jin. Bunda dan ayah sangat menyayangi kalian. Maafkan bunda yang tidak punya waktu yang banyak untuk bunda habiskan bersama kalian. Maafkan bunda yang belum bisa membuat kalian bahagia. Sampaikan cinta dan kasih bunda untuk Gukie. Sampaikan juga permintaan maaf bunda yang belum bisa menjadi bunda yang baik untuknya..."
Seokjin menggeleng ribut, tangannya kini membalas rematan lemah Sihye."b-bunda bisa menyampaikan sendiri pada Jeongguk. Bunda, Jin mohon...Jangan tinggalkan kami. Seokjin tidak sekuat itu, bunda..."
Tangan Sihye yang bebas terulur untuk menyeka air mata yang membasahi kedua pipi Seokjin dengan lembut, mencoba mengulas senyum kecilnya dan berujar setengah berbisik. Nafasnya mulai memberat dan sukar sekali hanya untuk menarik satu helaan nafas. Dia merasa lelah sekali sekarang...
