Chap.2
"Jeong, boleh mas masuk?"
Jeongguk terkesiap dan dengan gerakan cepat menyeka pipi basahnya dengan kasar. Membalik tubuhnya, berbaring membelakangi pintu kamarnya. Menyadari kalau sang kakak telah memasuki kamarnya dan duduk di tepian kasur."jangan sedih, ya. Mungkin Taehyungie..."
"Aku tahu, mas. Gukkie ngerti kok. Taehyungie engga pernah suka sama Gukkie. Dia benci mas--"
"Sst, ngomong apasih? Engga mungkin lah dia gitu ke kamu. Jangan overthinking dulu. Mas yakin dia cuma kaget aja dengar kabar kayak gini. Mas aja kaget kok. Maklumi aja, ya..."kata sang kakak mencoba menenangkan. Bahunya di usap ringan dan membuat perasaannya sedikit banyak membaik. Menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya lalu duduk bersandar di ranjang, memperlihatkan wajah pucatnya yang mengenaskan. Seokjin tampak terkesiap kala mendapati lelehan darah yang mengalir di kedua lubang hidung adiknya. Ia hendak menyekanya namun langsung di tahan oleh adiknya."Gukkie bisa bersihin sendiri. Mas jangan ikut-ikutan kayak mama deh. Overprotectif sama Gukkie. Risih tahu."sungutnya dengan tampang kesal yang lucu, Seokjin menggigit bibirnya menahan gemas. Adiknya itu sudah 16 tahun sekarang tapi tetap saja terlihat seperti bayi. Seokjin memilih membiarkan sang adik membersihkan mimisannya sendiri dan hanya mengansurkan kotak tisu yang langsung di ambil banyak-banyak oleh si bungsu dan menyumpal hidungnya.
"Mau mas kabarin dokter Kang biar kamu di periksa?"si bungsu menggeleng cepat, membuat gerakan menyilang di depan dada."big no! Orang tua itu pasti nyuruh aku buat nginap di rumah sakit. Gukkie bosan, mas. Rumah sakit itu engga enak. Ranjangnya engga empuk, cuma ada warna putih monoton, wanginya engga enak, sepi terus makanannya bahkan masakan Yugie aja lebih enak."
"Emangnya kamu pernah ngerasain masakannya apa?"si bungsu mengangguk,"iyalah. Bunda Kim kan suka bagi masakannya ke aku."dan toyoran pelan Seokjin layangkan cuma-cuma untuk sang adik kesayangannya itu."itu sih namanya bukan masakannya si Yugie."
Jeongguk mencebik.
"Yaudah, istirahat gih. Mas temani-"
"Ish, engga perlu mas. Emangnya aku cowok apaan di temani segala. Aku itu udah gede, bahkan bentar lagi mau nikah sama Taetae. Eh, engga deh, dianya engga mau..."wajah pucat itu terlihat murung lagi membuat Seokjin ikut sendu melihatnya.
"Mau pasti. Siapa yang nolak adiknya mas? Ganteng gini kok."kata Seokjin, menghibur. Jeongguk tersenyum getir,"buat apa ganteng kalau penyakitan, mas. Wajar sih kalau Taehyungie nolak. Akunya aja kayak gini. Culun, cupu. Engga sehat dan menawan kayak mas."Seokjin diam. Sesungguhnya tidak sanggup mendengarnya,"...dia itu sukanya sama mas. Dia pasti kecewa karena pilihan jodohnya itu aku. Harapannya pasti runtuh, jatuh sejatuh-jatuhnya. Dia pasti marah, mas. Merasa di permainkan. Dia bakal semakin benci sama aku..."
"Ssst, jangan nangis, dek. Nanti dadanya sesak lagi...tuh, kan."Seokjin menatap cemas pada sang adik yang mulai tersengal di pelukannya. Dia hendak mencari inhaler yang selalu di simpan di laci namun gerakannya di tahan. Jeongguk menggeleng kecil dan memintanya untuk memberikan usapan lembut di dadanya saja. Seokjin mau tidak mau menuruti. Ia usap lembut dada sang adik. Nafasnya masih memberat membuatnya semakin khawatir. Manik kelam adiknya perlahan terpejam. Adiknya tidak sadarkan diri bersamaan dengan lelehan darah segar yang keluar dari mulut dan kedua hidungnya yang sudah tidak tersumpal tisu. Mengguncang tubuh lemas itu dengan keras. Menyerukan namanya dengan suara basah.
Seokjin benar-benar takut.
"Mama, papa! Tolong Jeonggukie.."
.
.
Taehyung menekuk wajahnya dalam-dalam. Duduk di kursi tunggu paling ujung sendirian. Masih memakai piyama tidur dan penutup mata yang bertengger manis di keningnya. Merasa kesal karena acara tidurnya di ganggu teriakan keras sang bubun dengan nada panik. Bilang kalau sang tetangga seberang mengalami musibah dan membuatnya harus terjaga sampai selarut ini. Sang bubun sibuk menenangkan nyonya Jeon yang tampak terpukul di depan ruang gawat darurat, tempat dimana si bungsu Jeon masih di tangani setelah anfal beberapa saat lalu. Dan pintunya belum juga terbuka membuat mereka larut dalam kekalutan. Sang kakak juga sama. Si sulung Jeon tampak begitu shock dan hanya bisa menangis dalam diam. Kakaknya memberikan usapan lembut di bahunya, berusaha menenangkannya membuat Taehyung mendengus. Ia jadi penasaran separah apa penyakit yang diidap bocah aneh itu.
Tak lama, pintu ruang gawat darurat itu terbuka dan menampilkan sesosok pria bersneli dan memasang raut serius membuat atmosfir menegangkan. Taehyung beringsut berdiri. Mencoba menyimak dari kejauhan namun yang ia tangkap hanya kata-kata yang terdengar samar. Yang ia tahu, kondisi Jeongguk memburuk. Hanya itu. Lalu setelahnya kedua orang tua Jeongguk beranjak pergi, mengekor sang dokter entah kemana. Menyisakan keluarganya bersama si sulung Jeon yang tangisnya semakin pecah seraya terus merutuki dirinya sendiri membuat gejolak aneh di hati Taehyung dan itu semua membuatnya bingung dengan dirinya sendiri.
"Aku engga mungkin peduli sama dia, kan?"
.
.
Taehyung terus menguap sepanjang perjalanannya menuju kelasnya. Ia sangat mengantuk karena hanya bisa tertidur satu jam sebelum akhirnya berangkat ke sekolah. Salahkan saja kedua orangtuanya yang memaksanya untuk ikut menemani Jeongguk di rumah sakit.
Omong-omong soal si bungsu Jeon, dia sekarang sudah di pindahkan di ruang ICU untuk di observasi lebih lanjut sampai bocah aneh itu melewati masa kritisnya. Begitulah yang Taehyung tangkap dari penjelasan yang di jabarkan tuan Jeon sebelum akhirnya ia dan keluarga pamit untuk pulang dan Taehyung yakin, malam ini mereka akan kembali kesana. Hanya untuk sekadar memastikan keadaan Jeongguk. Taehyung mendecak sebal hanya mengingatnya saja. Selalu saja bersikap berlebihan jika menyangkut soal tetangga seberang rumahnya itu. Apasih bagusnya si bungsu Jeon? Sudah aneh, penyakitan pula. Dan lebih sialnya, bocah aneh itu malah di jodohkan dengannya. Ck, benar-benar sial sekali hidupnya.
"Pokoknya aku harus protes. Aku engga sudi harus berjodoh sama dia. Hiih, masa seumur hidup harus di repotin sama dia. Nikah kan buat bahagia, bukan buat sengsara. Ck."gumam Taehyung. Auranya suram sekali membuat para siswa lainnya mundur teratur. Duduk di samping Jimin yang memandangnya aneh.
"Kamu kenapa? Sembelit? Muka kamu keliatan aneh, Tae."selorohnya membuat Taehyung memberinya geplakan sayang seraya mencibir,"sembelit pantatmu! Aku ini sedang kesal, tahu?!"
"Kesal kenapa coba? Uang sakumu di potong lagi?"Taehyung menggeleng, wajahnya merungut,"lebih parah dari itu."
Sebelah alis Jimin naik, kembali menatap aneh Taehyung yang memintanya untuk mendekatkan telinganya kearahnya lalu berbisik,"aku di jodohin sama si aneh Jeon."
"H-hah?!"
"Ck, jangan berisik Jimin!"sungutnya, Jimin meringis."aku kaget, Tae. Maklumin ajalah."belanya, Taehyung menggulirkan bola matanya malas.
"Kamu serius? Kok bisa?"tanyanya lagi. Taehyung menarik nafas, wajahnya lebih suram dari sebelumnya."bubun sama mamanya si aneh itu bikin janji gitu dulu buat jodohin anak mereka kalau udah dewasa. Berhubung kak Namjoon itu laki-laki dan si sulung udah mau married, jadi akulah yang jadi tumbalnya. Ya, gitu deh, Jim. Pusing kepalaku. Aku stress membayangkan sesuram apa hidup aku setelah ini..."
"Jangan drama gitu, ah. Engga mungkin seburuk itu kok."kata Jimin bijak, Taehyung berdecih,"oh iya? Ya kamu bayangin aja sih, Jim rasanya punya calon masa depan yang penyakitan dan terancam mati muda."
"H-hah? Jangan ngaco, Tae. Ucapan itu adalah doa loh."Taehyung menggulirkan matanya lagi,"itu fakta tak terbantahkan, Jim. Dia emang sakit kok. Ya, walaupun aku engga tahu pasti penyakit yang diidapnya tapi aku yakin itu parah dan ya mungkin hidupnya engga akan lama."
"Taehyungie..."
"Ck, udahlah Jim. Jangan bahas hal ini, bisa. Aku benar-benar muak dengarnya apalagi dengar namanya. Hiih. Jujur aja nih ya, aku benci sama dia."katanya dengan nada tertahan, Jimin memandangnya dengan tatapan nanar,"jangan langsung berpikiran kalau kamu benci sama dia, Tae. Aku yakin, kamu cuma lagi kesal aja."
Taehyung menggeleng lalu membalasnya dengan nada tegas,"engga. Aku emang benci sama dia kok. Dari dulu dan sekarang semakin bertambah karena dia yang terpilih buat jadi pendamping hidup aku."
"Taehyungie..."
Taehyung mengangkat sebelah tangannya sebelum beringsut beranjak dari kursinya, melangkahkan kakinya keluar kelas dan tak mengindahkan seruan Jimin yang memintanya untuk kembali. Taehyung sudah tidak peduli lagi. Dia sudah tidak mood untuk belajar dan berakhir membolos. Duduk menyendiri di atap dan menangis disana. Sibuk merutuki nasibnya yang buruk. Semua terasa begitu tak adil untuknya.
"Demi apapun, aku benci sama kamu Jeon Jeongguk!"
.
.
Bersambung
![](https://img.wattpad.com/cover/143095240-288-k7609.jpg)