I'm Hemofilia

220 11 0
                                    

---

Yoongi baru sampai di rumah pukul 10 malam karena harus mengerjakan tugas kelompok bersama Kihyun dan kedua teman sekelasnya yang lain di salah satu rumah mereka. Dia lelah luar biasa dan berencana segera pergi tidur setelah mandi. Namun, niat suci itu dia urungkan setelah tak sengaja melongokkan kepalanya ke celah kecil kamar yang berada di sebelah kamarnya dan menampilkan sosok ringkih yang nampak sibuk membebat telapak kakinya yang sepertinya mengalami luka cukup serius dan tak henti mengeluarkan cairan merah pekat disana dan tercecer di lantai dengan sebuah kepingan besar pecahan gelas kaca di sekitarnya. Sepertinya, pecahan beling itulah penyebab utamanya. Dengan ragu, dia melangkah masuk dan mendekati sosok itu dalam diamnya. Dia bisa melihat bahu kurus itu berjengit dan menatapnya tak percaya. Yoongi mencoba tak mengacuhkannya dan memilih merobek kain sprei sosok ringkih itu dan menjadikannya perban untuk sementara lalu beranjak keluar untuk beberapa saat dan kembali dengan sebuah kotak obat di tangannya sebelum kembali membuka bebatannya yang kini telah basah karena lelehan darah. Manik kecilnya sempat melihat wajah sosok ringkih itu. Wajahnya pucat sekali membuatnya meringis dalam hati. Dengan cepat, dia mengambil botol air yang tadi sempat di bawanya dan dia tuangkan isinya diatas luka menganga itu dan dia keringkan dengan hati-hati. Darahnya masih keluar walaupun tak sebanyak sebelumnya lalu menuangkan cairan alkohol pada dua lembar kapas dan dia tekan pelan pada luka itu untuk mensterilkan area luka dari kuman yang bisa membuat infeksi sebelum memberikan obat luka dan membalutnya dengan perban dengan begitu terampil.

Setelah selesai, dia memutuskan untuk segera beranjak keluar dari kamar itu dan meninggalkan sang empu kamar sendirian disana. Masih tetap bertahan di tempatnya semula karena rasa nyeri yang masih begitu menyiksanya dan membuatnya urung untuk beranjak. Mungkin, dia akan semalaman disana. Mungkin, tidak apa jika tidur di lantai untuk semalam saja.

"Selamat malam, hyung dan terimakasih karena sudah mengobatiku malam ini..."

.

.

Yoongi memasukkan suapan terakhir roti isi daging buatan ibunya. Dia sarapan sendirian pagi ini karena terlambat bangun. Ibunya telah pergi untuk mengantarkan Jimin-adiknya ke sekolah karena bocah berumur lima tahun itu akan pergi study tour bersama teman-teman sekolahnya hari ini. Sepertinya, ibunya juga akan ikut serta. Untungnya, Yoongi cukup handal dalam hal memasak. Jadi, dia tidak takut kelaparan walaupun sang ibu tak sempat menyiapkan makanan untuknya. Dia bersiap untuk berangkat ke sekolah kala sosok ringkih yang semalam di obatinya berjalan terseok-seok menuju pintu belakang rumahnya. Sepertinya, anak itu juga bersiap berangkat ke sekolahnya. Yoongi mengikutinya dalam diam, memperhatikan gerak-geriknya dari kejauhan. Anak itu tampak kepayahan memasang kedua pasang sepatunya. Ya, Yoongi maklum. Anak itu hanya memiliki satu tangan. Yoongi membuang nafas pelan sebelum beranjak mendekatinya dan lagi-lagi mendapati tatapan tak percaya darinya. Dan seperti sebelumnya, Yoongi membantu memasangkan kedua pasang sepatu putih butut itu tanpa sepatah katapun keluar dari kedua belah bibirnya yang tipis membuat anak itu terperangah. Nampak tak percaya dengan apa yang dilakukan Yoongi padanya. Seolah-olah, hal yang dilakukan Yoongi adalah sesuatu hal yang langka. Diam-diam, Yoongi mendengus geli karenanya.

"Kau bisa memanggilku jika kau membutuhkan bantuan. Jangan sungkan karena aku akan melakukannya dengan senang hati."ucap Yoongi dengan nada datar tetapi, Yoongi serius untuk itu dan anggukan kaku dari anak itu membuat Yoongi tidak bisa menahan dirinya untuk mendengus geli. Dia segera beranjak dari sana. Dia sudah hampir terlambat sekarang.

Namun, langkahnya terhenti kala suara cicitan anak itu tertangkap oleh pendengarannya."t-terimakasih, hyung. Terimakasih untuk pertolongan keduamu. Maaf karena tidak bisa melakukan apapun untuk membalasnya."

Yoongi menoleh lalu mengulas senyum tipis membuat anak itu tampak menahan nafasnya."aku ikhlas melakukannya dan juga aku tidak membutuhkan balasan. Aku pergi dulu. Dan kau berhati-hatilah di perjalanan."

BANGTAN COOKIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang