Am I Wrong?

91 3 0
                                        

---
(6)

Jeongguk mengerang tak suka kala tidur nyenyaknya terganggu oleh suara isakan seseorang dan ternyata berasal dari seorang bocah menyebalkan yang duduk di tengah ranjang miliknya sembari menangis. Jeongguk mendesah lelah lalu menghampirinya, berniat untuk bertanya tentang hal apa yang membuat si bungsu menangis. Namun, semua itu ia urungkan kala mendapati sebuah genangan disana dan berbau. Ia mendengus, matanya menyorot tajam membuat Soobin mengerut takut. Menggigit bibir bawahnya hingga berdarah karena takut kalau ayahnya semakin marah karena suara tangisannya yang begitu mengganggunya.

"Kenapa kau mengencingi kasurmu? Kau tidak tahu caranya buang air di kamar mandi, huh?"tanyanya sedikit menyentak membuat tubuh mungil itu berjengit dan bergetar hebat. Menarik nafasnya panjang dan sebelah tangannya terulur memijat pangkal hidungnya yang mendadak kaku. Suasana hatinya berubah buruk dan lagi-lagi putra keduanyalah pelakunya.

"J-jangan marah. Binbin tidak sengaja. Binbin takut ke kamar mandi sendirian. Biasanya, kak Yeonjunie yang mengantar tapi kakak masih sakit. Tidak ada di rumah. J-jangan hukum, hks. Binbin takut. Binbin tidak suka gelap."pintanya dengan nada memohon. Wajahnya begitu terlihat kacau dengan lelehan ingus di sekitar pipinya. Jeongguk mendesah pendek lalu menitahkan bocah itu agar segera beranjak dari ranjangnya. Jeongguk akan segera mengganti spreinya dan mencucinya. Mungkin bocah itu dia biarkan untuk menempati ranjang Yeonjun untuk sementara sampai kasurnya selesai di jemur.

"Ayo, aku bantu mengganti pakaianmu. Kau basah dan bau. Akan tidak nyaman jika kembali tidur dengan keadaan seperti itu."kata Jeongguk sebelum akhirnya menuntun bocah itu memasuki kamar mandi. Melucuti piyama tidurnya yang basah dan menaruhnya di keranjang cuci yang ada di sudut kamar mandi sebelum membasuh tubuh mungil itu dengan air hangat. Ini masih dini hari. Jika ia membasuhnya dengan air dingin, yang ada dia semakin repot karena harus mengurusi dua bocah sakit sekaligus. Ya, yang satu Yeonjun dan satunya lagi bocah berpipi gembil yang tubuh mungilnya sedang dia keringkan dengan handuk, mengolesinya dengan minyak telon dan sedikit bedak bayi. Jeongguk selalu melakukan itu setiap menggantikan baju Yeonjun kala ia masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Setelah itu, barulah ia memakaikannya baju. Piyama tidur berwarna biru dengan gambar bebek. Itu milik Yeonjun namun terasa pas di badan kecilnya. Ah, Jeongguk ingat sekarang. Itu piyama Yeonjun saat berumur 4 tahun.

Jeongguk menatap kearah Soobin sejenak. Benar kata Yugyeom, bocah itu memang tipikal bocah yang penurut. Tidak seperti kala menggantikan baju Yeonjun yang selalu membuatnya lelah dan stres. Anak itu suka sekali berlarian kesana kemari dan memanjati apa saja yang menarik di matanya hingga membuatnya mendapatkan luka di kepalanya karena jatuh dari meja kerjanya. Hh, Yeonjun memang mirip sekali dengan Taehyung. Tidak pernah bisa diam dan bocah di depannya ini mirip sekali dengan....


....dirinya sendiri.

.

.

"Pagi, Binbin. Diantar paman Jimin ya?"tanya sang wali kelasnya kala mereka berpapasan. Soobin kecil menggeleng, menunduk lalu menggerakkan kaki mungilnya random."aku di antar sama ayah."

Mendengar jawabannya, wanita itu mengulum senyum lalu mengusap lembut surai hitam Soobin."senang ya, di antar sekolah sama ayah?"bocah itu mengangguk cepat, maniknya berbinar dan wajahnya tampak ceria membuat hatinya lega. Sepertinya, hubungan ayah dan anak itu mulai membaik? Eunha memang tidak mengetahuinya secara rinci, namun ia cukup peka untuk mengerti situasinya mengingat baru kemarin pria itu datang untuk menjemput Soobin. Karena, biasanya bocah itu selalu di antar jemput oleh seorang pria yang selalu di panggil oleh Soobin dengan sebutan paman Jimin, yang baru diketahuinya kalau pria itu adalah teman karib mendiang ibu Soobin dan jika di tanya soal alasan mengapa hanya dirinya yang mengantar Soobin sekolah dan bukan ayahnya sendiri,  pria itu hanya menjawab kalau pria itu sangat sibuk dengan urusan kantor. Ya, mungkin memang benar seperti itu. Tapi, setidaknya bisa kan pria itu meluangkan waktunya barang sebentar. Bahkan berkali-kali pria itu selalu absen dalam pertemuan wali murid ataupun acara penting lainnya. Dia juga tidak ada untuk menemani Soobin lomba. Padahal, anak itu sangat luar biasa berbakat. Selalu mendapatkan juara pertama. Hh, mengingatnya saja membuat Eunha sedih. Ia kasihan pada bocah itu. Soobin begitu manis dan baik. Tidak pernah berbuat nakal seperti anak seumurannya. Terlalu penurut malah dan juga tidak segan memberikan sebagian untuk membantu temannya yang tengah di landa kesusahan. Sanha salah satu buktinya. Soobin memberikan sebagian uang sakunya yang tak seberapa pada Sanha yang bersedih karena ibunya yang sedang sakit dan tidak mampu membeli obat. Dia anak yatim dan hanya tinggal bersama ibunya di sebuah rumah sewa yang ada di gang sempit. Untuk sekolah saja, anak itu harus mendapatkan bantuan dari seorang tetangga yang iba padanya karena sudah nyaris 7 tahun namun sama sekali tidak bisa membaca dan menulis. Maka dari itu, akhirnya orang itu memutuskan untuk menyekolahkan Sanha dan akan membiayainya hingga lulus dari sekolah menengah atas nanti. Ia mengatakan begitu dan Eunha harap, orang itu tetap menempati janjinya.

BANGTAN COOKIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang