---
.
.
.
Ketika seorang pria tampan sedunia cemburu...
.
.
.
Seokjin duduk sendirian di ruang tengah rumahnya dengan segelas wine di tangan yang masih sangat utuh. Masih enggan ia sesap barang sedikit sembari sesekali menghela napasnya dengan berat selayaknya seorang yang tengah menanggung beban berton-ton beratnya. Tidak, tidak, seberlebihan itu memang. Ia hanya tengah mengurai isi pikirannya yang kusut dengan satu orang sebagai objek utama—Kim Jisoo. Sosok yang kini tengah berdiri berhadapan dengan seorang lelaki dengan tatapan dalam sebelum akhirnya jarak yang mereka punya semakin menipis dan saling bertukar kecupan lembut nan manis disana membuat Seokjin pening di buatnya. Menghela napasnya lagi dan kali lebih panjang, melirik kearah ponselnya yang sedari berkedip ribut. Tampilkan puluhan pesan singkat dari teman satu grupnya—Bangtan Seonyeondan—manager dan juga belasan chat lainnya yang berasal dari Jisoo yang tampak begitu rewel menanyainya yang memang sejak kemarin tidak ada niatan untuk sekadar mengirim kabar untuk wanita cantik bermarga Kim itu.
Menyandarkan dirinya di atas sofa empuknya sembari memejamkan mata, mencoba hilangkan pikiran semerawut yang mulai membuat kepala berdenyut nyeri dan terasa ingin meledak. Belum lagi rasa panas yang menjalar di rongga dadanya setiap kali membayangkan si cantik kesayangan beradegan mesra dengan lawan mainnya. Ah, sial! Kenapa dia menjadi kekanakkan begini sih!?
Dan siapa pula orang yang bertandang ke rumah tengah malam begini, hah!?
Seokjin mendecak samar sebelum akhirnya beringsut bangkit dari duduknya dan arahkan tungkainya kearah pintu dimana sosok itu masih saja membunyikan bel dengan brutal membuatnya jengkel bukan main dan siap menyemburnya dengan amarah yang meluap jika saja ia tidak sadar kalau itu adalah Jisoo yang kini memasang senyum lemah kearahnya yang membuatnya hanya bisa tercenung beberapa sekon sebelum akhirnya membalik badan, bergerak menjauh tanpa berniat untuk sekadar mempersilahkan sang tamu tak diundang untuk masuk ke dalam dan membuat wanita cantik itu hanya bisa terpekur di tempatnya dengan wajah sayu. Ia rasa, mungkin ia benar-benar salah kali dan biarkan Seokjin nikmati semua perasaan marahnya seorang diri lebih dulu. Ia pun bersiap untuk beranjak dari sana, siap ayunkan langkahnya untuk menjauh. Namun baru saja ia langkahkan kakinya, salah satu lengannya di cekal lembut dan dapati Seokjin yang kini meremat lembut tangan kanannya dengan raut tak terbaca. Keduanya saling bertukar tatap, mencoba pahami makna tak tersirat itu dalam diam hingga akhirnya Jisoo berada di ruang tengah, duduk di salah satu sofa panjang disana sembari menunggu Seokjin siapkan sesuatu untuknya. Sesekali edarkan pandangan dan meniti setiap sudut rumah bergaya modern minimalis itu satu demi satu hingga deheman lembut Seokjin alihkan atensi sepenuhnya. Mengulum senyuman kecil dan biarkan pria itu mengisi sisi kosong yang ada di sampingnya sembari suguhkan satu panci kecil berisi mie instan yang menguarkan uap hangat dan tidak lupa satu botol cola dan juga dua gelas berukuran sedang lalu mempersilahkannya untuk menyicip lebih dulu. Jisoo mengangguk pelan dan meraih sepasang sumpit dan juga sendok disana kemudian menyedok kuah dan menyeruputnya lamat-lamat. Membiarkan rasa lezat itu memenuhi rongga mulutnya yang kini mendecak pelan dengan puas. Manik bulatnya mengarah ke Seokjin yang juga menatapnya dan seulas senyum pun kembali hadir di wajahnya yang cantik,"enak, seperti biasa. Terimakasih, kak."ucapnya dengan binar senang dan Seokjin yang mendengar itu hanya tersenyum samar. Biarkan si cantik menikmati hidangan khusus darinya sebelum akhirnya keduanya memulai perbincangan yang serius setelahnya. Ya, mungkin sudah saatnya bagi mereka untuk berbagi keluh kesah satu sama lain. Membahas hal-hal apa saja yang kadang mengganjal hati mereka dan menjabarkannya dengan gamblang malam ini. Semoga saja Jisoo pun bisa mengerti dan mulai terbuka tentang apapun yang dia rasakan, begitu pun sebaliknya.